"Kau mengingatku?"
Gadis itu menggelengkan kepala tidak yakin. Bagaimana dia mengingat orang yang mengenakan masker? Banyak sekali pria mengenakan masker yang sama.
Mata pria itu menyipit seolah sedang tersenyum dibalik maskernya,"Kau yang membantuku waktu itu saat hampir tertimpa pot"
"Aaa... Yang itu..."
"Kebetulan aku melihatmu, jadi biar kubantu membawanya sebagai ucapan terimakasihku."
"Tidak apa-apa, rumahku sudah dekat. Lagipula ini berat"
Penolakan yang terdengar lucu bagi pria itu. Senyum itu lagi, bolehkah membayangkannya untuk kesekian kali? Pria itu mengambil alih semua keresek belanja itu.
"Karena berat aku ingin membantumu. Ayo!" ucapnya lalu berjalan mendahului.
Mau tak mau akhirnya Sena mengikuti disebelahnya sebagai penunjuk jalan. Dia berhenti tepat didepan tangga yang menuju rumahnya.
"Sampai disini saja" gadis itu menghentikan langkahnya.
"Eum? Apa sudah sampai?"
"Iya, rumahku berada diatas sana" Sena menunjuk rumah sewa yang berdiri diatap minimarket.
Pria itu mengangguk,"Kalau begitu sekalian kuantar sampai kesana"
"Gwaencha... nnna" ucapannya terpotong saat mendapati pria bermasker itu menaiki anak tangga.
(***)
Pukul 2 siang, gadis itu mulai bekerja. Dia sibuk melakukan banyak hal dari menyiapkan kopi, mengantar pesanan, menjaga counter, membersihkan meja dan lain-lain. Senyum manisnya seolah tidak berakhir dari sudut bibirnya.
Dua minggunya berlalu dengan cepat, ia juga sudah dikenal oleh beberapa penghuni kantor Cube. Bekerja paruh waktu seolah menjadi hal yang paling mudah ia lakukan saat ini. Setidaknya uang yang diterima bisa memenuhi kebutuhan sementara. Meski sebenarnya itu tidak cukup karena tidak termasuk membiayai sekolah adiknya, membayar hutang pada Junmyeon dan membayar uang sewa rumah.
Tapi itu bukan masalah besar, untuk apa takut kekurangan selagi Allah selalu memberikan kecukupan pada manusia. Kenapa orang mengeluh kekurangan? Jawabannya mudah! Itu karena mereka tidak pernah bersyukur atau sedikit mensyukuri setiap nikmat yang Allah berikan.
"Sena-ya, ponselmu berbunyi"
"Ne"
Gadis itu segera meletakkan nampan yang dibawanya dan mengambil ponsel yang tergeletak di salah satu sisi meja counter. Yup! Ashar sudah menyambut, sangat singkat bukan? Gadis itu tersenyum lalu berpamitan kepada Yunseol sebagai atasannya untuk menjalankan ibadah wajibnya.
"Arasseo, jangan lama-lama. Ingat 10 menit"
"Ne"
Sepeninggal Sena, meja counter diambil alih pegawai lain sedangkan Yunseol sang manajer cafe duduk disalah satu kursi pantry depan meja counter seraya memainkan pena diatas sebuah buku catatan.
"Berikan kami 3 cangkir yuja tea" ucap seorang pria yang datang bersama dua orang rekannya.
"Yang hangat"
"Tidak. Hanya dua cangkir teh, aku americano saja" ralat pria lainnya.
Ketiga pria itu duduk dikursi yang terjajar disebelah Yunseol. Sesekali mereka bertiga melontarkan kalimat gurauan yang membuat telinga Yunseol geli dan ingin memukul mereka sekaligus.
"Hei! Kalau saja aku tidak menyayangi pekerjaanku, maka sudah kulempar kau!"
"Omo! Aku takut!"
Suara terdengar seperti ejekan itu seolah sudah sering terdengar ditelinga Yunseol. Mereka bertiga tertawa lepas dan terus mengganggu Yunseol hingga dia benar-benar kesal.
Tawa salah satu dari mereka memudar saat melihat seorang gadis berpenutup kepala muncul dari balik tirai yang menjadi jalan untuk masuk kedapur cafe. Gadis itu benar-benar menyita perhatiannya.
Rupanya dia terkejut dengan kedatangan tiga orang didepan meja counter. Gadis itu tersenyum dan membungkuk hormat didepan ketiga pria itu.
"Hwang Sena..." gumamnya pelan.
To Be Continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TIME: When I Love You ☑
Fanfiction"SENA!!!!!!!!!!!" Teriakan Eunkwang juga kecepatan lari Minhyuk tak mampu mengejar gadis berkerudung itu. Sangat jelas kedua bola mata mereka melihat tubuh Sena terpelanting dan berguling diatas bumper mobil hitam itu. Tepat saat tubuh kecilnya jatu...