Awal Sebuah Masalah

838 145 28
                                    

Halaman Tiga Satu.

▪ ▪ ▪ ▪

Hentakan langkah kaki laki-laki itu menyeruak di sebuah rumah megah bergaya klasik. Tanganya asyik memainkan kunci mobil, bibirnya mengerucut mengeluarkan suara siulan. Sebuah pemandangan aneh, setidaknya untuk dua orang lain yang kebetulan duduk bersantai di ruang tv.

"Itu abang kamu kenapa sih, mi?" bisik Jihan pada putri semata wayangnya. Pandangan nyonya besar keluarga Aldrich itu tidak lepas dari putra sulungnya dengan wajah penasaran khas ibu-ibu.

Berbeda dengan Jihan yang terlihat penasaran, Lami malah biasa saja. Ia tidak terlalu tertarik dengan perubahan sikap kakaknya itu. Baginya Sehun memang selalu aneh, jadi tidak ada yang perlu di penasari dari kakaknya itu. "Kesambet kali." Jawab Lami asal.

Jawaban lami tentu saja membuatnya mendapat hadiah cubitan dari Jihan. "Hush, kamu itu sembarangan aja kalo ngomong." Tegur Jihan pada putrinya.

Lami menyengir saja merespon teguran Jihan, kembali ia alihkan perhatianya pada tv tanpa peduli dengan kehadiran Sehun duduk menyender di bahunya saat ini.

"Abang kayaknya lagi bahagia banget nih." Seru Jihan sengaja menggoda Sehun. Jurus ampuhnya saat sedang kepo. Lami yang tadinya tidak peduli pun kini ikut memasang kuping, bukan, bukan jawaban Sehun yang ia nantikan melainkan jurus modus bundanya yang sedang kepo itulah yang membuatnya tertarik.

Sehun tersenyum kecil mendengar basa-basi Jihan padanya, begitulah sikap bundanya jika ingin mengorek sesuatu.

"Bang, cerita dong sama bunda." Desak Jihan sekali lagi, ia benar-benar penasaran dengan perubahan Sehun kali ini. Bukan apa-apa, Sehun itu sekali pun bandel ia cukup cuek dan jarang berekspresi ceria kecuali saat sedang menjahili Lami atau saat membutuhkan sesuatu. Putra sulungnya itu lebih banyak berekspresi datar selama ini, makanya itu saat melihat Sehun tersenyum senang seperti ini, membuatnya berpikir pasti terjadi sesuatu pada putranya.

Sehun menggeser tubuhnya, mengatur duduk lebih mendekat ke pundak Lami. Ia dapat mendengar dengusan sebal adiknya karena aksinya tersebut namun ia hiraukan. "Iya, tadi di puji pak Edo pas latihan, makanya seneng." Jawab Sehun asal.

Tawa Lami meledak saat mendengar jawaban Sehun, sungguh jawaban yang sangat terdengar bullshit pikirnya. Bagaimana bisa kakaknya itu memberi jawaban yang sudah pasti semua orang tahu bahwa itu hanya kebohongan belaka. Bahkan seorang yang polos seperti bunda pun Lami yakin seratus persen tidak akan percaya dengan jawaban Sehun tadi. Telat sekali jika baru merasa senang karena di puji sekarang, sedang setiap pertandingan selesai dulu pelatih basket Sehun selalu meninggikan sosok kakaknya yang hebat di setiap pertandingan.

Sehun berdecak pelan, laki-laki itu bangkit dari posisi senderanya pada bahu Lami kemudian bergerak menjitak pelan kepala adiknya itu membuat si korban meringis kesakitan. "Ngapain lo ketawa." Protesnya.

Lami sendiri hanya memegang dahi bekas jitakan Sehun, jika saja tidak ada bunda saat itu sudah pasti ia akan mengeluarkan sumpah serapahnya pada Sehun, sialan pikirnya.

"Lo tuh kalo boong yang pinteran dikit kenapa bang, otak di pake bokepan mulu sih jadi nggak bisa mikir kan lo." Gerutu Lami sebal.

"Hush, adek omonganya." Jihan menegur.

Sehun menyeringai mendegar teguran Jihan pada Lami, selain wajah sebal Krystal, Sehun juga menyukai wajah sebal Lami. Baginya itu hiburan tersendiri saat sedang bosan, apalagi adiknya itu memiliki sifat pemarah yang sama dengan Krystal.

"Tau, ngomong kok nggak takut dosa amat bocah. Lagian siapa yang boong coba, emang gue elo suka bohongin bunda." ucap Sehun menambahkan.

"Halah, nggak bohong dari hongkong. Lo pikir gue nggak tahu alasan lo senyum-senyum gaje gitu." Balas lami tak mau kalah, ia menatap Sehun dengan wajah menantang sebelum akhirnya sebuah seringaian nakal muncul di wajahnya. "Abis jalan sama kak Krystal kan lo." tembak Lami langsung.

You Are My X !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang