Shana 27 || Kakak Ipar (Revisi ✓)

7.3K 592 7
                                    

Happy Reading❤
Luka Lovers 💔

Karena semua sesuatu pasti butuh proses
Dan menghargai sebuah proses adalah hal terbaik yang bisa kita lakukan
***

"Berhenti maksa aku makan. Aku nggak lapar!" ketus Shana pada suster Ana yang mencoba membujuknya makan.

"Ta-pi—"

"Heh pendek!" itu bukan suara suster Ana melainkan suara menyebalkan yang mengganggunya seharian ini, manusia absurd yang sialnya mengaku-ngaku menjadi kekasihnya.

Shana menoleh menatap cowok yang mengenakan T-shirt berwarna putih sementara bawahannya masih mengenakan celana osis tanpa ekspresi.

"Kamu itu belum makan dari tadi pagi. Perut kamu cuma diisi air putih. Gimana mau sembuh kalau kamu aja disuruh makan susahnya minta ampun." Galen mengambil mangkok berisi bubur dari tangan suster Ana. "Ayok makan."

Shana menggelengkan kepala. Dia sangat tidak menyukai bubur, apalagi rasanya yang hambar dan lunak membuatnya ingin muntah.

"Shan ..."

"Nggak mau."

"Makan Shana."

"Gak."

"Makan!"

"Gak."

"Makan atau aku suapin pake mulut aku." ancam Galen.

Shana melotot tidak percaya, sementara yang ditatap seperti itu menyeringai lebar.

"Kamu!"

"Makan nggak?!"

"Ish .. dasar pemaksa." dengan terpaksa Shana mengambil alih mangkok tersebut dari tangan Galen dan menyuapkan isinya ke dalam mulut.

"Nah .. gitu dong, nurut. Kan manis." Galen terkekeh geli melihat Shana mencebik bibirnya kesal, tangannya terulur mengacak poni gadis itu yang sedikit berantakan.

Sedangkan suster Ana menghela nafas lega, karena Dokter Sean mengancamnya, kalau gadis itu belum mengisi perutnya dia tidak boleh ke luar ruangan. Setelah melihat pasien yang katanya keponakan Dokter Sean itu memakan makanannya dia berjalan ke luar ruangan.

Setelah kejadian dimana dahi Galen benjol, Shana tidak lagi mengamuk dan berteriak histeris. Menurut dokter Sean, trauma yang diderita Shana termasuk masih ditahap sembuh sosial, dimana pasien dinyatakan sembuh namun bisa kambuh sewaktu-waktu dan masih bisa diatasi dengan obat. Terlepas dari itu pasien masih bisa berinteraksi secara sosial di lingkungannya. Seperti sekarang ini Shana sudah terlihat baik-baik saja, sudah bisa diajak berinteraksi seperti biasa, walaupun sesekali dia terlihat melamun, entah melamunkan apa, yang pasti setelah sadar dari lamunannya dia menatap sekeliling dengan takut.

Drtt .. Drtt .. Drtt ..

Getaran ponsel di saku celana membuyarkan lamunan Galen. Cowok itu berdecak seraya merogoh sakunya, menggeser ikon berwarna hijau di layar ponselnya kemudian meletakannya di dekat telinga.

"Hall—"

"LO DIMANA ANJING?!"  teriak seorang cowok di seberang sana.

Galen sontak menjauhkan ponselnya dari telinga. Dia mendengus kesal saat melihat nama Ricodok alias Rico tertampang jelas di layar ponselnya. "Lo telepon atau mau ngajak berantem hah?"

"Ck lo dimana?" tanya Rico tidak menghiraukan perkataan Galen.

"Rumah sakit—"

LUKA [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang