Sebelum Kisah Kita

311 15 1
                                    

"Aku pernah benar-benar hancur dalam berjuang. Aku pernah menunggu seseorang, yang hatinya sedang menunggu orang lain. Aku juga pernah ditinggalkan karena menunggu.
Jika kau sekarang juga berniat untuk menghancurkanku. Tak apa, aku rela, aku siap! Patah hati adalah kawan lamaku..."
-Brian.
••••••••••••••••••••

Sore itu kami bertemu di tempat kopi biasa, tempatnya sederhana, desainnya seperti joglo kayu dan ornamen-ornamen barang tua yang semakin membuat kesan tempat itu menjadi lebih klasik.

Harganya juga termasuk murah, sangat cocok untuk kantongku yang sekarang, karena kalau pendapatanku lebih dari yang sekarang, sudah pasti kami tidak bertemu disini, sudah pasti kami duduk di teras rumah kami, iyaa teras kami. Karena aku juga bakal menikahinya kalau pendapatanku sudah cukup.

Tapi boong, hahaha...
Bercanda, mana mungkin aku akan menikahi wanita mengesalkan dan sok kuat seperti Nawa.

.................

Okee kembali kepada topik pembicaraan kami, topik yang membuat Nawa habis-habisan meledekku, yang membuatnya merasa sok kuat.

Sore itu, seperti biasa.
Aku yang sampai duluan di tempat kopi, yang berarti sudah menjadi tugasku untuk memesan kopi kami.
Aku memesan kopi dengan seduhan manual. Sedangkan untuknya, aku pesankan coffe lattee, aku hapal betul kesukaannya.
Maksudnya, aku hapal bukan karena suka memperhatikan Nawa dan semua kesukaannya, hanya saja semua yang disukainya termasuk minuman itu terlalu biasa, terlalu mudah diingat.
Kalian percayakan?

30 menit kemudian Nawa datang, dengan senyum lebarnya dan tanpa sedikitpun rasa bersalah karena telat. Aku menyodorkan minumannya.

"Kamu mulai tau semua apa yang aku suka, bentar lagi juga pasti kamu tau ukuran baju aku, ukuran sepatu aku, sampai makanan kesukaan mama papa aku, hehehe..."
Sifat khas Nawa adalah dia selalu menjengkelkan meski masih awal pertemuan.

"Bisa gak sih, hari ini aja kamu gak kepedean dan sok asik gitu?"
Rasa risau dan galau ku, membuat mood diriku pada saat itu sedang tidak ingin bercanda dengannya.

"Iya yaudah, gak usah jutek jutek banget tapi, kamu lagi gak jutek aja mukanya udah nyebelin, apalagi pas lagi jutek begini, emang ada apa sih?
Katanya, kali ini ledekan nawa tak ku respon.

Dia kembali bertanya, kali ini wajahnya mulai serius,
"Upi lagi? Kenapa lagi dengan dia? Bukannya udah berakhir? Kan kamu sendiri yang bilang mau mengakhirinya.."

Dan pada akhirnya, aku mengatakan seluruh keresahan dan kegalauanku selama ini,

Kira-kira, kesimpulan ceritanya begini;

.......................

"Makasih banget yaa udah pernah sayang sama aku, pernah perhatiin aku sepenuh hati, semoga kamu bisa nemuin jauh yang lebih baik dari aku" Bualannya masih selalu mengiang dikepalaku.

Kisah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang