chapter 22

6K 237 0
                                    

Happy reading!

Dimas POV

Setelah berpamitan dengan Ibu dan Daisy yang sedang sibuk membereskan halaman belakang, aku segera membawa Petra yang terlelap ke mobil, gadis itu sama sekali tidak terusik tidurnya ketika aku menggendongnya sampai kursi penumpang.

Sepanjang jalan hening, Petra masih betah memejamkan mata tanpa tahu kalau suaminya di sini sedang kesepian. Aku tahu ia sangat kelelahan, seluruh tenaganya pasti sudah terkuras habis karena pernikahan kami hari ini, terlebih tanpa ada waktu beristirahat aku langsung mengajaknya ke Bandung.

Aku melirik jam yang menempel di dashboard mobil, waktu telah menunjukan pukul 11 malam. Aku sudah tidak sabar sampai ke apartement dan menggoda Petra perihal malam pertama kami sebagai pengantin baru. Sayangnya jarak antara villa yang Ibu dan Daisy diami tergolong jauh dengan apartementku membuatku harus menahannya. Meski aku tahu jawaban yang akan istriku keluarkan nanti, dan aku pun tidak akan memaksanya, tetapi aku sangat menyukai ekspresinya yang lucu saat pembicaraanku mulai menjurus ke hal-hal seperti itu.

Aku menurunkan kaca sedikit agar bisa merasakan hembusan angin malam yang menyejukan, diiringin oleh suara musik bergenre jazz yang pelan—takut tidur istri kecilku isi terganggu.

Kecil? Memang! Aku harus menurunkan kepalaku sedikit agar pandangan kami bertemu.

"Kita di mana?" Aku tersentak, tanpa suara erangan khas orang bangun tidur tiba-tiba Petra bertanya.

Aku menoleh ke arah Petra yang masih mengumpulkan nyawanya, ia tengah mengusap kedua matanya yang masih terasa berat.

"Kita masih di mobil dalam perjalanan pulang. Kau tertidur tidak lama setelah kau menangis," sahutku kembali memperhatikan jalanan di depan, satu tanganku yang menganggur lalu mengelus wajahnya yang halus.

"Tidak jadi menginap?"

"Tidak jadi."

"Kenapa?" Petra menegang, tatapan matanya tajam bagai elang. Sepertinya akan terjadi sesuatu yang buruk di sini.

"Cause I don't wanna miss my first night as a husband. You too, right?"

"Kenapa tiba-tiba? Padahal aku sudah menyusun rencana yang akan aku lakukan nanti dengan Daisy." Ujarnya dirundung perasaan kecewa. Dari ekor mataku, Petra terlihat murung, perasaan bersalah pun tak bisa aku hindari.

"Maaf. Aku tidak ingin menganggu tidurmu tadi, aku tahu kau sangat kelelahan."

"Tidak mungkin, aku tahu kau sengaja tidak membangunkanku, kan?!" Tuduhnya tepat sasaran.

Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal, tetapi secepat mungkin aku berusaha bersikap tenang. "Kita bisa pergi ke sana lagi kalau kau masih ingin berteman dengan Daisy, untuk malam ini bagaimana kalau kita menjalankan rencanaku saja?"

"Rencana apa?"

Aku mengedikkan kedua pundakku. "Sebenarnya aku juga tidak tahu, memangnya rencanamu sendiri dengan Daisy nanti akan melakukan apa di sana?"

"Cause I like to eat, so we might make a cake,"

"Sound's fun! I think i can manage," responsku sebelum satu ide muncul dipikiranku. "but I have other plans that are more special than that."

Pervert HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang