" Ayah usir Bunda lagi? " Micky menatap Ayahnya dari depan pintu dapur rumah mereka. Kali ini ia memberanikan dirinya bertanya pada Ayahnya, walaupun sempat takut dorongan itu kembali muncul saat dirinya tak menemukan Ibunya disudut manapun. Kakaknya belum selesai merapihkan bukunya, berbeda dengan dirinya yang mandi ala bebek lalu langsung merapihkan buku pelajaran yang akan dipelajari besok.
Saat tahu Ibunya kesini ia menjadi semangat melakukan apapun. Ia tak ingin terpisah lagi, ia ingin Ibunya ikut andil dalam setiap aktivitas yang dijalaninya. Minho menatap anaknya sebentar, ia kira Nicky yang tadi datang tapi adiknya, anak kesayangan Bundanya. Dirinya sudah tahu siapa yang sedari siang sudah merengek meminta bertemu dengan Bundanya, siapa lagi kalau bukan Micky, yang selalu saja cengeng dan tidak pernah mandiri. Salahkan saja wanita itu yang terlalu memanjakan dirinya.
" Mungkin dia kabur " Sahutnya sembari membuang kedua kaleng bir yang selesai ditenggak olehnya, Minho sudah cukup pusing tapi anak ini malah menambah pusing. Kalau saja ia tidak kecolongan mungkin Sulli tidak akan pernah ada disini lagi. Minho menoleh, pria itu menatap anaknya yang tengah diambang tangis, dihelanya nafas cukup panjang, tidak adakah orang yang bisa mengerti dirinya? Ia ingin sendiri.
" Kenapa masih berdiri disini? Bukannya anak sekolah harus belajar? Lebih baik kamu belajar mandiri, melakukan apapun seorang diri. Bundamu mungkin aja udah pergi lagi " Katanya dengan dingin.
Micky berlari keluar dari dapur, Minho menatap kepergiannya dalam diam, kenapa ia begitu kalut? Kenapa ia begitu gelisah? Apa ia takut? Apa ia takut Sulli akan merebut perhatian anak-anaknya? Entahlah, semuanya keluar begitu lancar dari bibirnya. Ia tak bermaksud menyakiti Micky, anaknya itu memang berbeda dengan Nicky yang tangguh, tapi ia ingin sendiri, ia ingin menjernihkan pikirannya tanpa diganggu oleh siapapun.
Sulli kembali dengan beberapa jinjing kantung belanja. Akhirnya setelah sekian lama ia tak melakukan hal seperti ini dan sekarang ia melakukannya lagi. Wanita itu berjalan sambil bersenandung, sekarang ia tak boleh memikirkan apapun, ia hanya perlu membimbing anaknya , merawat anaknya dan juga menyiapkan segala keperluan anaknya.
Seperti janjinya pada mereka , Sulli tidak boleh takut. Mungkin saja dengan tinggal disini bisa meluluhkan hati Minho. Bisa saja dengan kehadirannya lagi perlahan semuanya akan berubah, Minho akan berbalik memeluknya dan mencintainya lagi. Namun semua pemikiran itu sirna saat dirinya melihat anaknya yang tengah duduk ditangga depan rumahnya sambil membenamkan kepalanya pada kedua lututnya.
Ia mulai mempercepat langkahnya, bukankah itu Micky? Ya itu Micky, dengan tanda hitam besar dilututnya mempermudah ia mengenalinya. Ia duduk disampingnya sembari mengelus rambutnya, isakan yang keluar dari bibirnya mulai berhenti saat merasakan kehadirannya. Sulli tersenyum kecil ,entah apa yang membuatnya hingga menangis seperti ini. Padahal Sulli tidak tahu , saat Micky tengah merindukannya ia pasti akan melakukan hal seperti ini, ia berharap pada bulan dan bintang untuk mengabulkan seluruh doanya, memintanya untuk mengembalikan Bundanya.
Sulli menghapus air matanya dengan lembut, anaknya memeluknya dan meminta perlindungan padanya. Ia tidak mengerti kenapa Ayahnya menjawabnya sejahat dan sedingin itu, ia tahu Ayahnya sering marah padanya karena terus merengek, tapi kenapa harus berbohong kalau Ibunya pergi meninggalkannya lagi?
" Jangan pergi lagi " Pintanya, Sulli mengangguk. Mereka berdua tidak tahu kalau sedari tadi ada yang tengah berdiri memperhatikan dari balik pilar besar rumah mereka.
" Bukannya tadi Bunda bilang mau masak untuk kalian, dikulkas engga ada bahan apapun , jadi Bunda ke supermarket sebentar " Micky mengangguk, anak itu terlalu parno, ia sudah trauma ditinggal begitu saja oleh Bundanya.
" Anak laki-laki engga boleh cengeng, nanti siapa yang mau belain Bunda kalo ada orang jahat "
" Kan ada Ayah, Ayah tampan , kuat , terus perutnya kotak-kotak gitu, pasti bisa bisa ngalahin penjahat kan? " Sulli menatap anaknya lembut, ia tetap tersenyum walau hatinya memikirkan apakah Minho akan membelanya kalau ada yang menjahatinya? Ia saja tak menganggap kehadirannya , apa bisa ia melakukan hal demikian ?
Minho hanya diam dengan ekspresi datar, tapi ia mendengar semua interaksi Sulli dengan anaknya Micky. Niatnya ingin meminta maaf malah tertahan karena ia kedahuluan oleh Sulli. Tapi, apakah anaknya akan berbalik bersimpati padanya kalau ia memberitahu kedok Ibunya? Apakah anaknya akan membelanya kalau tahu apa yang sudah dilakukannya sehingga Minho mengusirnya pergi?
" Bunda lebih suka jagoan-jagoan Bunda, gimana? Micky sama kakak mau belain Bunda kan? " Ucap Sulli dengan nada getir, anaknya mengangguk menyetujui ucapannya, kalau bukan kedua anaknya, siapa lagi yang akan membelanya, siapa lagi yang akan membantunya dan menyemangatinya dalam situasi seperti ini.
" Bunda nangis? " Tanya Micky, Sulli tersenyum dengan pipinya yang sudah basah. Ia menatap anak bungsunya dengan pandangan penuh permohonan.
" Kalian percaya kan sama Bunda? Bunda engga mungkin ninggalin kalian tanpa alasan " Tanya Sulli, Micky mengangguk sembari menghapus air matanya dengan tangan kecilnya.
" Aku sama Kakak percaya sama Bunda, asal Bunda janji engga pergi lagi " Sulli mengangguk dan memeluk Micky sekali lagi.
" Kamu belajar dulu yah sementara Bunda masak " Micky mengangguk, anaknya itu melepaskan pelukannya dan mengecup pipinya. Ia berlari kedalam rumah, sebenarnya ia ingin sekali mengadu pada Ibunya kalau Ayahnya lah yang membuatnya seperti ini. Tapi ia tahu , Ayahnya mungkin akan bertambah marah kalau ia mengatakan hal demikian, dilihat dari wajahnya Ayahnya memang tidak baik-baik saja. Ia menaiki tangga dan masuk kedalam kamarnya, disana ia melihat kakaknya yang tengah duduk diatas ranjang sembari mengerjakan pr mewarnainya.
Sementara Sulli, wanita itu masih setia duduk sembari menatap kearah langit. Ia tahu kalau Bintang dan Bulan masih punya sinar yang terang, jadi ia merasa dirinya masih punya harapan. Semoga saja semesta mengabulkan doanya, semoga saja Tuhan mendengarkan hati kecilnya yang menginginkan dirinya kembali lagi ke pelukan suaminya.
Walaupun Minho tidak menginginkannya lagi, ia harap pria itu masih menerimanya sebagai Ibu dari anak-anaknya, kalau pun ia tak bisa menerimanya sebagai istrinya lagi. Dibalik tubuhnya Minho berdiri, sifat anak bungsunya persis sekali seperti Sulli, cengeng dan penakut. Minho menatap wanita itu yang tengah mengusap air matanya. Dilihatnya ia yang tengah membereskan kantung belanjanya, benar-benar merepotkan, dapurnya yang sudah dibersihkan sedemikian rupa pasti akan kotor kembali dengan aksi wanita ini. Karena Bibi Lidya memutuskan untuk tak bekerja lagi, Minho sama sekali tak menyentuhnya , dan ia tak akan membiarkan orang lain mengotorinya, termasuk Sulli.
Sulli berbalik, dan ia hampir saja jantungan karena Minho berdiri tepat dibelakang tubuhnya. Dihelanya nafas cukup panjang, apa ia berdiri sedari tadi disitu? Jadi, ia mendengarkan percakapannya?
" Wanita selalu aja ngerepotin " Ucapnya, sedangkan Sulli hanya diam dengan ekspresi tidak terbaca.
" Kalo mau masak buat sendiri aja. Anak-anak udah dipesenin tadi " Sulli mengangguk, kalau memang anak-anak sudah dipesankan makanan ia akan tetap memasak.
" Biarkan mereka buat pilihan, aku bakalan tetep masak " Wanita itu hendak masuk namun Minho menahan lengannya.
" Bertingkah seperti Tuan rumah , Nyonya ? " Sindirnya, Sulli menyipitkan matanya dan menatap Minho dengan pandangan berani.
" Ya, kalo kamu engga mau aku bertindak demikian, ceraikan aku! "
..tbc..
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cold Husband✔
Чиклит(REPOST DENGAN JALAN CERITA BERBEDA) Nicky dan Micky harus berjuang sendiri untuk bertemu dengan Ibunya, mereka tidak mengerti alasan perpisahan kedua orang tuanya yang begitu tiba-tiba. Dan juga Ayahnya, entah kenapa orang yang dicintainya itu tiba...