Seorang bocah lelaki berusia sembilan tahun begitu gembiranya menerima kotak besar berbungkus kertas bermotif salah satu karakter kartun. Cepat-cepat dibukanya kertas pembungkus dan dikeluarkannya sebuah replika Ultramen Cosmo.
Senyum mengembang sempurna dari garis bibirnya.Wanita berambut digelung di hadapannya berjongkok sejajar dengan bocah itu. Ucapan selamat atas hari jadi diembuskan, beriringan dengan kecupan penuh kasih didaratkan di kening.
“Coba tebak, siapa yang kasih?”
Bocah itu menatap wajah wanita yang masih tampak muda, berpikir. Sontak kepalanya menoleh ketika tiba-tiba seorang pria seusia Papah melangkah pelan, mendekati. Masih bingung, bocah berambut ikal itu menatapnya terus tanpa kedip.
“Denis, suka?”
Pria itu pun menurunkan tubuh, menyejajarkan diri setinggi bocah lelaki yang masih termangu keheranan.
Merasa asing, Denis kecil yang belakangan kerap menyaksikan pertengkaran sengit kedua orangtuanya, memalingkan pandang ke wajah ibunya.
Tak sabar menunggu lama, wanita itu memperkenalkan pria di sampingnya pada buah hati semata wayang.
“Ini, Om Edo. Yang kasih kado buat Denis,” wanita muda itu sumringah “Bilang apa, coba?”
Tak ubah seperti anak kecil pada umumnya, Denis membuang keterasingan yang beberapa detik menyergap. “Makasih, Om.”
Dua buah gigi gerupis menyembul paling depan mengembangkan senyum paling maksimal.
“Sama-sama, Sayang.” Lelaki itu mengecup kening bocah yang kini fokus pada mainan baru yang sepertinya lama diidamkan.
“Denis, suka?” pria itu mengulang pertanyaan yang belum sempat mendapat jawaban.
Denis mengangguk, girang.
Kedua tangan kekar Edo menjunjung tubuh Denis, dan menggendongnya hingga wajah keduanya semakin hampir tidak berjarak. Senyum ketulusan memancar dari bibir tebal lelaki berkemaja motif kotak-kotak.
Perempuan yang sedari tadi tak sedikitpun melewatkan kemesraan-kemesraan yang dipertontonkan kedua lelaki di hadapannya, tersenyum haru. Mengucap syukur, lelaki pilihannya tidak hanya mencintai anggun senyumnya. Juga mau menerima apa adanya, termasuk adanya anak kecil yang sering akan merepotkan.
Kenapa baru sekarang ia bertemu dengan malaikat tanpa sayap itu, batinnya.
Dalam sekejap, orang yang semula begitu asing kini mulai terasa akrab dan hari-hari lain lelaki itu selalu hadir dalam kehidupan Denis.
Obrolan kedua lelaki yang terpaut jauh usia, persisnya seperti tanya jawab, mendengarkan celoteh dan menanggapi dengan kesabaran. Si pria sendiri tampaknya merupakan sosok bapak yang baik. Penyayang anak-anak. Terlihat selalu menyanggupi setiap kebutuhan anak-anak sebaya Denis, apalagi seputar koleksi jenis lain tentang rupa-rupa pahlawan kebanggaan yang selalu memenangkan pertempuran dengan monster jahat.
Kehangatan semakin lama kian panjang.
Edo semakin sering datang. Bukan hanya di waktu-waktu tertentu, bahkan lelaki itu kerap menginap.
Sebenarnya Denis pernah bertanya, rumah siapa yang begitu megah dibandingkan rumahnya sebelum ini? Kemana Papah? Mengapa selama tinggal di tempat ini, tak pernah ditemukannya wajah lelaki yang juga penuh kasih itu. Bedanya, Papah selalu mengulur waktu ketika Denis mengajukan sebuah permintaan, dengan mengandalkan jurus nanti kalau sudah gajian.
Gajian? Mengapa berbilang bulan tak juga diterima? Tapi dasar anak kecil, selalu tak pernah lelah menunggu. Juga rutin bertanya, kapan?
Mamah, sekuat mungkin menghapus memori tentang lelaki pengangguran itu dari kehidupan putra semata wayangnya. Seorang pemimpin keluarga yang pernah sangat berjaya, sebelum seorang mitra kerja berhasil menipu dan menguras habis asset berharga yang dimiliki. Sehari-hari hanya mengandalkan penjualan barang-barang yang masih tersisa di rumah. Terakhir, lelaki itu menjual Kulkas, __setelah sepeda motor, home theater, bahkan sofa__ sekadar hanya untuk makan.
Keterpurukan membuat jiwanya miskin, lamunan dan wajah kusut belakangan menjadi pemandangan yang sering dipertontonkan. Permasalahan sepele kerap kali menjadi pemantik kobaran api yang membakar hati kedua pasangan yang telah sepuluh tahun melayarkan biduk rumah tangga.
Hingga waktu terus bergulir, Denis mulai melupakan lelaki yang meski Mamah selalu menyebutnya tak guna, namun pelukan lembut yang selalu menghangatkan tubuh Denis, membuatnya mencari di mana letak tak guna itu.
“Mah, aku kangen sama Papah.”
Bocah kecil merengek minta dituruti keinginannya.
Mamah tetap bergeming. Fokus saja memoles pelipis wajahnya dengan blush on. Denis kembali bertanya, kali ini dengan nada yang lebih tinggi.
Sepasang lukisan alis mengangkat beberapa centi, dengan kedua bola mata yang nyaris melompat keluar, Denis kecil melihat sosok lain di wajah perempuan yang menlahirkannya. Menakutkan.“Jangan tanya-tanya lelaki itu lagi, Den. Bapakmu sekarang, Edo. Bukan dia!”
Api menjulur, mengiringi kata-kata pedas yang terdengar memekakkan telinga. Bocah kecil dengan ketidakmengertiannya, merunduk sedih.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarganya?
Menjalani tahun-tahun kebersamaan dengan dinahkodai pemimpin baru, kian terasa lain. Kemesraan yang dulu sempat mengisi hari-hari Denis, semakin memudar bahkan hilang. Lelaki yang memaksa lidahnya menyebut Papah, kian waktu menjadi sosok yang berbeda. Pemarah, pelukis sungai kecil di mata wanita yang menghadirkannya dengan bentakan bahkan pukulan yang kerap membekas memar di wajah. Juga pada bocah kecil itu.
Perubahan sikap lelaki kedua di hidupnya bukan cuma itu. Beberapa kali Denis yang mulai beranjak remaja, menemukannya pulang dalam keadaan teler berat, bahkan pernah seorang wanita cantik mengenakan dres sempit yang mempertontonkan kesintalan tubuh membopongnya hingga pintu rumah. Dengan tanpa perasaan memberikan tagihan tak sedikit yang belum sempat dibayar, pada Mamah.
Denis sudah berusia tujuh belas tahun. Tubuh jangkungnya sudah melewati ujung rambut Papah Edo. Pertengkaran sengit kerap mewarnai hari-hari. Hingga puncaknya, adu jotos di antara keduanya terjadi. Mereka saling membela argumennya masing-masing. Akhirnya, Denis terusir dari rumah itu.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Seberkas Kasih Rindiani (TAMAT)
Teen FictionSinopsis: Meski kuat hatinya menolak, Rindiani terpaksa harus menjalani profesi sebagai pemandu lagu pada sebuah tempat hiburan malam di Jakarta. Nasib mengantarkannya bergumul di dunia baru yang nyaris merenggut kehormatannya. Sekuat hati ia mempe...