#04🌷Ungkapan Tak Terduga

23.2K 1K 33
                                    

Langit masih tampak gelap, namun udara sejuk di pagi hari seakan saling mendorong untuk memasuki kamar yang jendelanya sudah terbuka sempurna itu. Alya tersenyum lebar, memandangi pantulan cerminan dirinya. Ia sudah memakai pakaian olahraga beserta kerudung dan topinya yang berwarna putih. Alya melangkah keluar dari kamarnya. Tubuhnya masih berada di tangga, namun hidungnya sudah menangkap bau sedap dari arah dapur. Itu pasti ulah bundanya.

"Pagi, Bunda!" sapa Alya dengan semangat, saat sudah tiba di samping tubuh Kartika, sang bunda tercintanya.

"Pagi sayang, mau olahraga?" tanya Kartika lembut, namun mata dan tangannya tetap fokus membuat memotong buah dan sayur untuk bahan salad sebagai salah satu menu sarapan keluarganya hari ini.

"Iya dong, Bunda mau ikut?"

Kartika tertawa pelan. "Siapa dong yang masak kalau kamu ajak Bunda olahraga?"

"Ayah," jawab Alya dengan terkekeh pelan, menjadikan ayahnya sebagai bahan candaan di pagi hari. Keluarga Alya memang tak memiliki pembantu rumah tangga, karena Alya hanya dua bersaudara, dan adiknya pun sudah kelas 3 SMA. Selain itu juga, keluarga Alya memang orang yang menyukai kebersihan, sehingga rumah tetap dalam keadaan rapih dan bersih.

"Kamu ini, sudah sana olahraga. Jangan terlalu lama ya, jam 6.15 sarapan di rumah."

"Siap, Bun!" jawab Alya lebih semangat. Alya mencium tangan kanan Kartika. "Alya pergi dulu ya, assalamu'alaikum."

Setelah berjalan melewati tangga, Alya kembali berjalan mundur saat ekor matanya menangkap kehadiran Farel yang sedang menuruni anak tangga. "Hai!" Alya menyapa adik laki-lakinya yang sudah menggunakan celana abu-abu, serta kaos polos berwarna putih. Sedangkan tas hitamnya hanya ia sampirkan di bahu kanannya, serta seragam baju muslim yang ia pegang masih lengkap dengan hangernya. Ini adalah hari jumat, sehingga jadwal seragam Farel adalah menggunakan baju muslim formal dari sekolahnya.

Farel melirik sedetik ke arah kakak perempuannya yang telah menyapanya dengan semangat. "Minggir," ucap Farel datar sambil menggeser tubuh Alya pelan ke samping, dan ia berjalan menuju ruang tamu.

Alya mendelik dan menoleh, matanya mengekori kepergian Farel. "Dasar, anak kepala dingin." Cibir Alya dengan suara pelan. Ia berjalan mendekati adiknya, yang berdiri di samping sofa. Alya memperhatikan adiknya yang meletakkan seragamnya dengan hati-hati di sofa. Sudah bukan hal baru lagi bagi Alya, melihat Farel yang sangat memperhatikan detail dari kerapihan dan kebersihan.

"Berangkat jam berapa kamu?"

Farel kembali melirik Alya dari sudut mata sipitnya. "Biasa."

Mendengar jawaban singkat Farel, senyum Alya saat ini lebih tampak seperti dipaksakan. "Naik apa?" tanya Alya lagi.

"Kalau udah tahu, ngapain nanya?" tanya Farel balik dengan wajah sangat datar, tanpa ekspresi dan mimik wajah yang bahkan tak bergeser sedikit pun, dan itu membuat Alya sebal melihatnya. Farel memasukan handphonenya ke dalam saku celananya. "Minggir. Halangin jalan orang terus sih." Farel kembali menggeser tubuh Alya ke samping, meninggalkan kakak perempuannya menuju dapur.

Alya menyampaikan kekesalannya melalui ledekan dari mulutnya tanpa suara yang keluar saat Farel sudah membelakanginya. "Jangan ngeledek!" omel Farel tanpa menoleh, membuat Alya langsung menutup rapat bibirnya.

Tak berlarut dengan sebalnya pada Farel, Alya keluar dari rumahnya dan memakai sneaker nya yang berwarna putih. Tak lupa ia menuntun sepeda gunung kesukaannya, hadiah dari Ayahnya saat ulang tahunnya yang ke 15 tahun. "Pagi, Pak Jo!" Satpam yang sedang memejamkan matanya di dalam posnya itu pun terlonjak bangun karena suara Alya.

Halaqoh Cinta | ✅ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang