Lelaki berparas kurus namun tinggi sedang serius memandangi piano lamanya. Lelaki itu bernama Valan William. Dia kembali terbayang ingatan ingatan tentang masa lalunya, awal karir nya sebagai pianis kecil karena ibunya yang sering bermain piano. Hingga akhirnya Val tertarik untuk mempelajari lebih dalam. Dia tumbuh sebagai anak yang patuh pada orang tua. Ayahnya adalah seorang seniman, tetapi ayahnya pergi meninggalkan Val dan ibunya karena orang tua Val tidak pernah akur.
Ingatannya kembali kepada tahun tahun dimana ibunya jatuh mulai jatuh sakit karena mengidap sakit keras. Setelah itu perlakuan ibunya terhadap dirinya mulai berbeda, sudah tidak ada lagi kasih sayang dan hanya ada paksaan serta perintah untuk . Setiap waktu Val berlatih untuk segala perlombaan agar mendapat penghargaan tertinggi untuk di persempahkan pada ibunya. Bila Val tidak mendapatkannya hukuman fisik akan menimpanya.
Val menjadi pianis yang sempurna seperti impiannya saat muda dulu. Latihan yang di berikan ibunya tidak sesuai dengan kemampuan anak seumurannya dulu. Tidak jarang Val jatuh sakit karena mematuhi perintah ibunya. Bahkan bila Val memainkan nada yang salah sedikit ibunya tidak segan memukul Val sampai lebam. Sering kali Val berangkat sekolah dengan perban di tubuhnya. Ketika pulang sekolah pun Val tidak pernah bermain dengan temannya, bisa di bilang Val hampir tidak memiliki teman karena hanya bermain dengan pianonya
Val kembali teringat masa duduk di bangku SMP, masa dimana dia mulai jemuh akan segala perlakuan ibunya. Val mulai melawan segala perkataan ibunya untuk terus berlatih. Ibunya semakin sering memukulinya bahkan ibunya tidak segan pula melemparkan barang barang disekitarnya. Val sebenarnya takut pada ibunya tetapi dia sudah biasa menerima segala perlakuan kasar ibunya. Perlakuan fisik yang terparah di alami Val ketika lengannya retak.Val ingat saat ibunya menonton perlombaannya. Saat itu, Val tidak tau kalau ibunya akan menonton. Val kaget ketika naik panggung pandangannya tertuju pada ibunya yang sedang melihatnya dengan tatapan intimidasi. Aura dari ibunya membuat Val berkeringat dingin. Val melanjutkan jalan menuju piano yang terdapat di tengah panggung, Val duduk dan memposisikan jari-jarinya pada tuts piano tersebut. Awal hingga pertengahan lagu Val bawakan dengan sangat indah seluruh penonton terpukau mendengarnya. Saat mendekati akhir lagu Val melihat sekilas ke arah ibunya yang melihatnya seperti berkata ‘hanya ini kemampuanmu?’. Val yang di tatap seperti itu panik, keringat dingin mulai bercucuran. Not not balok yang tersusun rapi dalam bayangan otaknya seakan runtuh begitu saja. Suara piano yang begitu kerasnya menggema dari setiap sudut ruangan Val pun tidak dapat mendengarnya seakan dia itu tenggelam dan tak dapat mendengar apapun. Para penonton pun mulai bertanya tanya ‘kemana perginya Valan William yang sempurna itu?’.
Val langsung menghentikan permainannya, dia berlari keluar dari tempat perlombaan. Val terus berlari sampai dia lelah dan akhirnya berhenti di rel kereta api dan menangis. Dia tidak habis pikir kenapa dia sangat bodoh hingga ketika ibunya melihat penampilannya dia tidak bisa menampilkan yang terbaik. Dia dapat membayangkan apa yang ibunya akan lakukan padanya mungkin tangan yang satunya akan patah pikirnya. Dia pun akhirnya menenangkan diri dan mulai berjalan pulang ke rumahnya.
Ketika sampai di rumah, Val heran karena di rumah sangat sepi. Tiba tiba telfon rumah berbunyi, Val dengan segera mengangkat telfon tersebut. Val kaget ketika telfon itu ternyata dari rumah sakit yang memberitahunya bahwa ibunya sekarang ada di sana. Val dengan segera menuju rumah sakit. Ketika sampai di depan kamar ibunya, dia ragu untuk memasukinya. Dia terus terbayang apa yang akan ibunya lakukan lagi padanya karena kesalahan kali ini sangat fatal. Mungkin hukuman yang akan di terimanya lebih berat. Setelah Val menghela napas untuk berlapang dada apa yang akan terjadi padanya, dia membuka pintu kamar dan mulai mendekat pada ibunya. Seperti dugaannya tamparan pada pipinya yang menyambutnya. Ibunya terus menampar Val sampai pipinya yang berwarna putih telah berubah menjadi merah padam. Ketika ibunya hendak menampar lagi, Val selalu terbayang dengan kata kata yang dia ucapakan di masa itu “Kenapa mama ga bunuh Val sekalian? Val akan siapin pisau buat mama. Val capek ma sama perlakuan mama yang menuntut terus dihukum walau salah sedikit. Mungkin lebih baik Val ga pernah ada daripada tersakiti” Val langsung keluar dari rumah sakit. Dia kembali berlari sambil menangis.
Keesokan harinya, ibu Val meninggal karena penyakit komplikasinya semakin parah. Val merasa bersalah pada ibunya tetapi dia juga merasa bebas. Dia tidak tau apa yang terjadi pada perasaannya, karena perasaannya sudah beku karena perlakuan mental yang salah dari ibunya. Dia tidak merasa sedih ataupun senang saat ibunya meninggal. Tetapi semenjak itu Val tidak pernah bermain lagi dengan pianonya hingga saat ini. Karena itulah sekarang Val hanya bisa memandangi piano lamanya yang mengingatkannya pada masa lalunya yang berakibat trauma.
END🐦