chapter 23

6.1K 242 5
                                    

Happy reading!

Dimas POV

Beberapa menit berselang kami saling diam. Setelah hening cukup lama aku akhirnya memberanikan diri untuk mengutarakan satu hal yang cukup lama ku pendam.

"Can i ask you something?"

"Jusk ask."

"Kau masih ingat saat aku memintamu untuk tetap tinggal denganku ketika kau berencana untuk pindah?"

"Masih, aku masih mengingatnya," Petra menjawab, gadis itu masih sibuk menghabiskan makanan di depannya.

Aku menarik napasku panjang sambil memejamkan mata, berusaha melawan rasa buncah yang mencuat ke permukaan.

"Since that night i realized that the empty side of my life has been filled again, and i will never let the person who did that leave me, and that person is you, Petra."

Kening Petra tampak mengernyit, bibirnya pun ikut menipis membentuk senyuman. Aku tahu gadis itu masih setia menepis pernyataanku dan menganggap semuanya adalah bualan semata.

Ada sedikit rasa kecewa ketika melihat reaksi Petra yang tak acuh, tapi aku juga tidak bisa menyalahkannya, ini ulahku yang membuatnya berpikir demikian.

Aku membuang napasku pasrah, perbincangan ini tidak akan aku lanjutkan sekarang, entah kapan lagi, mungkin nanti. Aku juga tidak ingin terperangkap dalam situasi ini, rasanya pun berat melihat Petra yang terpaksa harus menghabiskan sisa waktu hidupnya denganku.

"Sudah?" Tanyaku menurunkan arah mata ke piringnya yang kosong.

"Sudah," balasnya mengambil selembar tisu di tengah meja guna membersihkan bibirnya yang sedikit kotor.

"Sekarang cuci piringnya, lalu bersihkan dirimu ke kamar mandi," titahku otoriter.

Aku melirik Petra yang memasang ekspresi penuh harap. "Besok saja, ya? Aku ingin tidur!"

Seperti tebakanku. Tak perlu menunggu persetujuan dariku, Petra sudah bangkit dari duduknya dan mengambil langkah meninggalkanku.

Diam-diam aku mengikuti Petra ke kamar, ia sedang duduk di tepi kasur sambil melamun. Perhatianku lantas tertuju pada ponselnya yang tiba-tiba bergetar tanda pesan masuk.

Aku bersandar ke daun pintu seraya melipat tangan ke depan dada. "Dari siapa?"

"Ayahku."

"Apa katanya?"

"Bukan apa-apa, dia hanya menanyai kabarku sekarang, aku juga balik menanyainya tentang penerbangan pulangnya." Jelas Petra sembari menyapukan kedua ibu jarinya di layar—membalas pesan yang Paman Andrew kirimkan ke anak satu-satunya ini.

Aku hanya ber-oh ria sebelum keluar untuk membersihkan meja makan yang sengaja Petra tinggalkan begitu saja.

•••

Sekembalinya ke kamar aku menemukan Petra masih yang termangu di tepi kasur. Entah apa yang tengah memenuhi kepalanya sekarang, aku memilih mengambil duduk disebelahnya.

Pervert HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang