"Janet, kamu maju ketua BEMU selanjutnya"
Saat itu tidak ada yang tahu bagaimana perasaan pria bernama Janet di kala ruangan rapat yang sunyi itu sudah semakin sepi. Janet tidak mengangguk atau menggelengkan kepalanya ketika ketuanya, yang selalu ia patuhi apapun perintahnya, mengeluarkan keputusannya secara sepihak beberapa menit yang lalu.
Janet pernah bertekat untuk tidak ingin kembali masuk ke ruang organisasi kampus pada tahun berikutnya, tapi Tuhan memiliki rencana lain, dimana dirinya harus kembali ke ruangan itu untuk sisa tahun kuliahnya. Janet berpikir bahwa dia ingin sekali mengundurkan dirinya dari organisasi yang menurutnya menghabiskan waktu berkuliahnya.
"Kau bisa, Net.. kau tahu? Kau itu keren"
Janet mengalihkan pandangannya pada pria yang ada di dekatnya. Siapa dia? Janet bahkan tidak tahu siapa laki-laki yang sudah menyodorkan sekaleng milo cokelat dingin di hadapannya yang masih diam di tempat itu selama 3 jam.
"Aku juga sepertimu awalnya. Aku ditunjuk tiba-tiba oleh ketua BEM ku di fakultas untuk mencalonkan diri menjadi ketua BEM Universitas. Bahkan dia sudah mengirimkan rekomendasi kepada pihak atas tanpa persetujuanku"
"Tapi aku? Aku kemudian tetap menjalaninya dengan semampuku. Aku sangat bahagia ketika aku kalah, menandakan bahwa aku tidak menjadi anggota BEM Universitas"
Janet menghela nafasnya. Dia menilai orang ini tidak akan bisa merasakan apa yang ia rasakan mengenai betapa kagetnya dia ditunjuk.
"Kemudian mereka menjadikanku sekretaris BEM. Divisi yang menjadi jantung di organisasi dan dimataku, itu lebih berat dari menjadi ketua BEM sendiri"
Janet terdiam. Orang itu beruntung. Beruntung karena tidak memiliki beban dengan nama sandangan 'ketua' melainkan menjadi anggota di bawah ketua.
"Janet, aku tahu kau bisa. Carilah partner yang menurutmu memang cocok untukmu, jangan karena dia berandal atau karena dia anak baik. Tapi yang cocok denganmu. Yang bisa mendengar keluh kesahmu dan mampu merangkul anggota lain", jawab lelaki itu sambil menepuk pundak Janet. Janet kemudian menolehkan kepalanya, sungguh, dia sangat tidak mengenal lelaki di hadapannya. Clueless.
"Ngomong-ngomong, kau mengatakan kau adalah calon ketua BEM di tahunku, tapi kenapa aku tidak tahu dirimu?", Janet dengan segala keingintahuannya telah mengalahkan sopan santunnya ketiia bertemu orang baru.
"Hahaha aku tahu, ketika pemilu BEMU, memang terkadang senat sangat sibuk. Bahkan ketika play pun, senat juga cukup sibuk untuk mengingat setiap nama calonnya", orang itu tidak marah, tetapi memaklumi ketidak tahuan Janet tentang dirinya. Janet bahkan sempat terkesima, mungkin sekarang saatnya dia harus mulai ramah dengan orang lain.
"Gilang", Janet mengingat nama itu. Sekretaris BEMU yang terkadang menghadapnya untuk berkonsultasi. Janet merutuki dirinya sendiri, ketika dia baru mengingat pria di hadapannya.
"Iya?"
"Jika nanti aku terpilih menjadi ketua BEM, mau kah kau membantuku?", lelaki bernama Gilang itu tertawa.
"Kau aneh Janet, ya pasti aku akan membantumu bocah", jawab Gilang seraya membuka kaleng milo dingin, yang belum tersentuh oleh Janet, untuk Janet.a
"Jadilah anggotaku"
"WHAT?!"
**********Janet tertekan dengan beberapa hal yang ada di pikirannya akhir-akhir ini. Beberapa berkas BEM yang perlu harus dirinya revisi pun sudah terbengkalai, pikirannya kemana-mana. Termasuk apa yang akan terjadi pada tahun berikutnya bila dirinya yang benar-benar memenangkan pemilu BEM nanti bulan Oktober.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of BEMU 2018/2019
Teen Fiction"Have a good day all, god bless u all, and stay happy!!" Because we have another missing part, from our smile