5.Lembur Membawa Berkah

21.1K 694 2
                                    


Happy reading

***

Arman, Raka dan Edo. Ketiga adik Anjani itu sudah berangkat ke sekolah masing-masing sejak pukul enam lebih lima belas menit. Kini tinggal Anjani yang masih berada di rumah, biasanya ia menunggu pukul tujuh baru berangkat kerja.

"Lhoh kok kempes, Pak?" kata Anjani.

Surya berjalan ke arah sang putri, "wahhh bocor itu," sahut Surya.

"Yahh terus gimana dong." Anjani tampak cemberut melihat sepeda motornya.

"Ya sudah biar bapak antar saja," sahut Surya. "Nanti kalau bengkelnya Om Mahmud buka, biar bapak yang antar motor kamu ke sana."

"Ya udah deh."

Anjani pun akhirnya berangkat dengan diantar ayahnya.
Perjalanan antara rumah dengan kantor lumayan jauh, membutuhkan waktu empat puluh menit jika tidak macet.
Surya menghentikan laju motornya di depan pintu gerbang yang berwarna biru tua. Anjani kemudian turun memberikan helm kepada ayahnya.

"An masuk dulu ya, Pak." Pamit Anjani sambil mencium punggung tangan Surya.

"Iya, hati-hati. Nanti kalau pulang telpon bapak atau Arman ya, biar dijemput."

"Iya Pak, Bapak juga hati-hati bawa motornya."

Surya pergi setelah Anjani memasuki area pabrik.
Anjani berjalan dengan pelan sambil menikmati sinar matahari istilah jawanya dede.

Tinn ... tinnn ....
Tiba-tiba ada suara klakson mobil, sebuah mobil melintas pelan di sebelah Anjani.
Anjani tersenyum, ia tahu siapa sang pemilik mobil tersebut.
Tak lain dan tak bukan adalah Dion, sang pujaan hati.
Sampai di kantor, Anjani memulai aktifitasnya seperti biasa.

***

"An, nanti kamu lembur ya." Kata Bu Kasih pada Anjani.

"Yahh ... kok lembur sih, Bu," protes Anjani.

"Susi kan nggak berangkat, anaknya lagi sakit. Besok pagi laporannya sudah harus beres, mau ada audit."

"Ya udah deh," sahut Anjani lesu.

Hari sudah petang, Anjani melihat jam di dinding menunjukan pukul 08.10 WIB.

"Sudah belum An, ayo pulang udah malam," kata Rika.

"Iya, ini udah selesai kok," sahut Anjani.

"Aku juga udah selesai, suamiku udah jemput di depan," imbuh Bu Kasih.

"Ya udah duluan aja, aku beresin ini dulu," sahut Anjani.

Bu Kasih dan Rika lebih dulu keluar.
Anjani mencoba menelpon ayahnya, tapi tidak aktif. Malah suara operator yang menerima telponnya.
Anjani berjalan keluar, sesampainya di tepi jalan Anjani celingak celinguk mencari angkutan umum.

"Jam segini masih ada angkot nggak ya," kata Anjani cemas.

Lama menunggu, sekitar tiga puluh menit, belum juga ada angkutan umum yang lewat.
Tiba-tiba sebuah pajero putih berhenti di depan Anjani. Anjani terkejut dengan apa yang telah ia lihat di depan matanya. Ia tahu, bahkan sangat tahu siapa sang pemilik mobil tersebut. Anjani bahkan tidak berkutik sama sekali sangking gugupnya.

"Kenapa berdiri di sini?" tanya seorang lelaki di dalam mobil itu.

"Sa-saya enghh ... menunggu angkot, Pak," sahut Anjani gugup.

"Jam segini nggak ada angkot lewat. Ya sudah, ikut mobil saya saja."

"Eemm ... apa tidak merepotkan, Pak Dion?"

"Tidak, ayo."

Ya, lelaki itu adalah Dion. Anjani segera masuk ke dalam mobil milik Dion.
Dion melajukan mobilnya dengan santai, sedangkan Anjani hanya diam saja, ia gugup keringat dingin sampai keluar.

"Alamat rumah kamu di mana?"

"Di jalan Imam Bonjol, Pak."

Dion hanya diam, tak menyahuti lagi jawaban dari Anjani. Hanya ada keheningan di antara mereka berdua.

"Rumah kamu yang mana?" tanya Dion setelah sampai di jalan Imam Bonjol.

"Itu Pak, cat kuning," sahut Anjani.

Dion berhenti tepat di depan rumah Anjani.
"Emm ... mampir dulu, Pak."

"Tidak, lain kali saja."

"Kalau begitu saya masuk dulu, terima kasih atas tumpangannya."

Dion hanya menganggukkan kepalanya.
Anjani kemudian turun, dan masuk setelah mobil Dion tak terlihat lagi.
Senyum bahagia terus hinggap di bibir manis Anjani.

"Assalamualaikum." Anjani mengucapkan salam setelah membuka pintu rumahnya.

"Wa'alaikumsalam," jawab Hera.

"Bapak mana, Buk?" tanya Anjani sambil mencium punggung tangan ibunya.

"Ada itu, di kamar."

"Tadi kok di telpon nggak aktif, Buk?"

"Ooaallahh lha wong hpnya Bapakmu mati gara-gara nyemplung di bak mandi."

"Lho kok bisa," sahut Anjani.

"Nggak tahu, Bapakmu itu kan suka teledor. Kamu udah makan belum, An. Itu ibu masak cumi-cumi kesukaanmu."

"Asik ...," sahut Anjani.

"Tapi Anjani mandi dulu deh Buk, udah gerah banget," sambung Anjani.

"Ya sudah."

Anjani masuk ke kamarnya, senyum masih saja menghiasi wajah cantiknya.
Anjani segera mandi kemudian mengisi perutnya yang kelaparan.
Setelah itu ia kembali ke kamar, membaringkan tubuhnya yang lelah.
Sebelum tidur ia berdoa, semoga esok lebih baik dari hari ini.

***

Semarang, 25 September 2018

Salam

-Silvia-

Repost 20-01-2021

Menjadi Wanita Kedua (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang