Sepercik Masa Lalu

2K 60 1
                                    

Bukan benci yang membuat kita menjauh, tapi kecewa.

~❤

Suasana hening menyelimuti ruangan bercat putih bersih. Dengan Lampu terang yang menyinari hingga cahayanya terpantul di alat alat operasi. Detik demi detik berlalu. Tak ada tanda-tanda bahwa gadis itu akan sadar. Sudah dua jam ia tertidur tapi, gadis itu masih setia didalam mimpinya.

Seakan tak merasakan apapun. Dia lebih memilih untuk tetap di alam bawah sadarnya. "Lan? Sadar. Gue nggak suka." Langit memandang wajah Bulan yang terlihat damai walau Langit berkali-kali memanggilnya. "Lo nggak sayang sama anak lo?" ucapnya sambil menatap perut Bulan yang mulai kelihatan membuncit, kemudian tersenyum. Di elusnya lembut perut Bulan dan berkata, "Dia kuat. Lo juga harus."

Tiba-tiba Langit teringat kejadian kelam masa lalunya dengan Bulan. Andai waktu bisa diputar, ia lebih memilih tidak mengenal tempat itu.
Daripada sahabatnya yang harus terkena dampak kejadian itu. Lamunan Langit buyar akibat bunyi notifikasi handphone nya.

Ia menyerngit melihat nama yang tertera di handphone nya. Mine, nama singkat yang diberikannya untuk Bintang.

Tiba-tiba ya? batin Langit. Ia pun mulai berbalas pesan dengan Bintang.

Note: Pesan di tampilkan dalam bentuk gambar.

Senyum Langit terukir. Tidak sia-sia ia menyukai Bintang. Walaupun bawel tapi Langit tetap suka. Semoga ini bukan akhir, batin Langit.

"Langit... Langit... Langit... kamu di mana?"

Langit menoleh saat mendengar panggilan Bulan. Dengan cekatan Langit langsung memasukkan handphone nya ke dalam saku. "Kamu udah bangun?" tanya Langit sembari mengusap kepala Bulan. Bulan yang mendapat perlakuan seperti itu hanya bisa tersenyum dan mengangguk. "Kamu mau apa?"

"Bayi aku," Bulan menarik napasnya dalam-dalam dan kembali berkata, "enggak papa, kan?" tanya Bulan.

"Dia kuat seperti kamu." Air mata Bulan langsung mengalir. Betapa bodohnya dia nengambil langkah saat itu. Andai saja ia tidak memilih utnuk mengikuti Langit mungkin ia sekarang tidak merasakan sakit pada tubuh dan juga hatinya. "Hey? Kamu kenapa?" Langit mengusap lembut air mata Bulan mengharapkan gadis itu berhenti menangis. Namun, nihil. Gadis itu malah semakin menjadi-jadi saat menerima perlakuan lembut Langit.

"Aku nggak tau harus gimana lagi. Kalau saja bayi ini udah nggak ada, aku nggak bakal maafin diriku, Lang. Hanya dia yang aku punya sekarang." lirih Bulan sambil memegang perutnya.

"Ssttt... kamu masih punya aku."

Yang jelas memilih dia, batin Bulan melanjutkan ucapan Langit.

"Kamu pergi aja, Lang. Aku mau istirahat." Langit merasa ada yang aneh dengan Bulan. Biasanya ia paling suka kalau ditemani dirinya. Tapi, saat ini dia malah menyuruh dirinya pergi. "Kenapa?" tanya Langit to the point.

"Kamu pasti lagi ditungguin sama seseorang. Susul gih! Nanti malah orang itu salah paham."

"Maksud kamu?" tanya Langit. Bukan berarti Langit tak mengerti ucapan Bulan. Namun, ia lebih memilih berpura-pura. Hanya untuk mengetahui apa yang diketahui Bulan. "Udah sana pergi! Hati kamu pasti tau mau kemana," ucap Bintang dengan makna tersirat.

"Lan?" panggil Langit.

"Sana cepat!"

"Lan?" panggil Langit sekali lagi.

Diary Us Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang