Hari ini rasanya sangat melelahkan. Bagaimana tidak lelah, kegiatanku dimualai sejak pukul 06.30 sudah seperti seorang perempuan dibalik seragam putih abunya kan? Ya, aku bukan lagi seorang gadis berbalut seragam putih abu, melainkan seorang mahasiswi tingkat tiga disalah satu perguruan tinggi swasta di kota kembang. Semula aku berpikir kalau sudah kuliah tidak akan ada lagi bangun di pagi buta, terkantuk-kantuk masuk ke kelas dan mendengarkan guru berbicara sepanjang hari. Nyatanya menjadi seorang mahasiswi teknik tidak seperti itu. Kegiatan bangun pagi masih ada dan sama persis seperti saat aku masih duduk di bangku SMA. Namaku Syerinta Aini Putri. Aku biasa dipanggil ririn, kecuali sahabatku yang sering memanggil dengan sebutan "sap". Sahabatku ini namanya Cindy. Orangnya sangat baik, riang, cerewet tapi baiknya luar biasa. *Love u cin hehe*
Kembali ke awal kalimat paragraf sebelumnya, tentang hari ini.
Aku berjalan sendirian menelusuri jalan yang biasanya aku lalui diujung senja. Suasananya masih sama seperti hari-hari biasanya, ramai. Kondisiku saat itu terlalu lelah sehingga aku tidak memperdulikan sekitar. Aku hanya berjalan sambil sedikit tertunduk. Ingin sekali rasanya cepat sampai ke kamar dan merebahkan diri di tempat tidur. Keinginanku pun hampir terwujud, tinggal melewati tigar pagar rumah lagi dan habis itu sampailah ke tempat dimana aku tinggal. Aku berjalan gontai, sampai tiba-tiba... Deg. "Astaga wangi itu." ujarku dalam hati. Membuatku yang tadinya tertunduk langsung mengangkat kepala dan mencari sumber aroma yang tiba-tiba menyergap hidungku lalu membangkitkan sebuah ingatan masa lalu. Aku sangat yakin aroma itu berasal dari salah satu pengendara motor yang baru saja melewatiku dari arah yang berlawanan. Aku langsung menoleh ke belakang. Sayang sekali, aku tidak sempat melihat wajah pengendara tadi. Aku terdiam sejenak sebelum melanjutkan perjalananku.
Pikiranku langsung terbang melayang jauh ke dua tahun silam, saat dimana aku dan dia masih sangat dekat. Tidak perlu waktu lama untuk kita bisa dekat. Dia orang yang sangat mudah berteman, pintar mencari topik obrolan dan juga humoris. Selama aku mengenal dia tidak pernah rasanya aku merasakan bosan saat di dekatnya, yang ada hanyalah kebahagiaan. Namanya Dimas. Aku kenal Dimas di sebuah perusahaan tempat aku melaksanakan magang dari kampus, di Yogyakarta. Aku terkejut saat melihat seseorang memakai almamater yang sama dengan yang aku pakai saat itu.
"Loh, samaan kita." ujarnya saat menatap ke arahku dengan ekspresi sedikit terkejut.
"Eh iya ya, hehe." jawabku kikuk.
"Kenalin, namaku Dimas. Aku jurusan Teknik Jaringan, kamu?" tanyanya ramah.
"Wah keren, anak jaringan. Hehe. Namaku Syerin. Aku jurusan Sistem Informasi." jawabku kagum. Ya karena jurusan dia adalah salah satu jurusan unggulan di kampusku.
"Namanya cantik, kaya orangnya. Hehe." ucap dia sedikit menggoda.
"Duh lagu lama banget ya. Haha." aku yang suka bercanda jadi ikut terbawa suasana.
"Rin, ayo kita ke lapangan. Biar kamu ga bingung sama yang tadi aku jelasin." ajak mas Teguh, salah satu karyawan di divisi tempatku magang.
"Oh iya, ayo mas." aku mengiyakan ajakan mas Teguh. "Aku pergi dulu ya. Daaaahh." pamitku pada Dimas.
"Nanti istirahat aku tunggu di kantin ya." ajak Dimas.
Aku menjawabnya dengan sebuah anggukan matap sambil mengedipkan sebelah mataku dan mengacungkan jempol tanda setuju. Setelah itu aku mengikuti mas Teguh berkeliling perusahaan sambil mendengarkan segala penjelasan darinya. Cukup melelahkan, mengingat perusahaannya cukup besar dan luas untuk dikelilingi hanya dengan berjalan kaki. Sampai akhirnya tiba waktu istirahat. Sebenarnya aku sedikit ragu untuk ke kantin sendirian, belum lagi takut Dimas tidak ada di sana. Tapi ya mau bagaimana lagi, perutku tidak bisa diajak kompromi meminta untuk diisi. Akhirnya aku pergi ke kantin sendirian. Sampai di kantin aku mencari sosok Dimas yang ternyata lebih dulu sampai di sana dan lebih dulu menemukan keberadaanku. Dia melambaikan tangan, lalu aku menghampirinya.
"Hai sye, monggo silahkan duduk. Mau pesen apa? Biar aku yang pesenin." ujarnya sangat ramah sambil selalu menyertakan senyuman di wajahnya.
"Eh ga apa-apa, ngerepotin aja. Biar aku pesen sendiri." jawabku sungkan.
"Udah ga usah sungkan. Mau pesen apa?" tanyanya lagi.
"Mmmm aku pesen ayam goreng sama es teh aja deh."
"Oke. Tunggu sebentar ya." dia langsung beranjak ke ibu penjaga kantin. Tidak lama kemudian dia kembali lagi.
"Gimana tadi kelilingnya? Seru atau capek?" tanyanya antusias.
"Seru sih, tapi capek juga. Bayangin aja perusahaan segede ini aku telusurin dari ujung ke ujung, jalan kaki pula." jelasku.
"Hahahaha. Ya iya lah sye jalan kaki, masa naik andong?" jawab dia sambil tertawa.
"Ya tapi kan capek. Huhu. Eh any way panggil aku ririn aja jangan sye, aneh. Haha." balasku dengan sedikit merengek.
"Oke deh Ririn. Ngomong-ngomong kamu orang mana? Kayanya kamu ga ada logat jawanya deh Rin." tanya dia membuka percakapan.
"Emang bukan orang jawa. Aku sunda, asliku Sukabumi." jelasku.
"Lah? Kamu ngapain jauh-jauh magang disini? Kenapa ga di Sukabumi aja?"
"Yaaa pengen aja. Soalnya kata orang-orang kalau kita udah ke kota ini sekali pasti pengen balik lagi. Nah aku pengen ngebuktiin bener atau ngga. Gituuu."
"Bener banget Rin. Orang yang udah kesini pasti bakalan pengen balik lagi. Apalagi kalau ada kenangannya. Ga percaya? Buktiin aja, sama aku." dia membenarkan pernyataan yang aku ragukan sambil sedikit menggoda.
"Ih apaan sih. Haha." jawabku singkat karena makanan yang dipesan Dimas sudah siap.
"Ayo sambil makan. Selamat makan Ririn." ucapnya manis.
"Selamat makan juga Dimas." jawabku menghargai ucapannya.
Aku meneguk es teh kesukaanku. Rasanya sangat segar sekali, di tengah panasnya cuaca Yogya hari ini. Lalu aku memakan makanan utamaku.
"Oh iya, kamu asli sini Dim?" tanyaku.
"Iya. Dari aku lahir nyampe sebelum aku pergi ke Bandung aku tinggal di Yogya. Terus kamu di sini tinggal dimana? Ada sodara atau gimana?" tanaynya lagi.
"Aku disini kost. Ga ada sodara. Paling punya temen, itupun dia lagi ga ada disini. Sedih banget ya? Haha." jawabku menerangkan keadaan.
"Ih hebat loh kamu Rin. Jangan sedih. Kan sekarang ada aku. Kalau ada apa-apa hubungin aku aja. Aku hafal banget sama kota ini, jadi kamu ga perlu khawatir selagi masih sama aku, oke?" jawabnya meyakinkan.
Aku tidak bisa mengatakan apa-apa setelah mendengarkan apa yang dia ucapkan barusan. Aku hanya membalas ucapan dia dengan senyuman. Masih banyak obrolan yang kita bicarakan di jam istirahat itu. Mulai dari tempat bagus di Yogya, kehidupannya dia di Bandung, kehidupan kampus jurusan masing-masing, dan masih banyak lagi. Hingga ahirnya tanpa terasa jam istirahat habis. Kita harus kembali ke ruangan masing-masing. Dia meminta nomor teleponku sebelum berpisah dan kita bertukar nomor. Sampai akhirnya saat mendekati jam pulang sebuah pesan masuk, dari Dimas.
"Aku antar ya? Jangan jawab, aku tunggu di tempat parkir."
Aku senyum-senyum sendiri membacanya. *Apa? Aku tersenyum hanya karena membaca sebuah pesan WA? Aneh....*
YOU ARE READING
Kehilangan yang Belum Dimiliki
Short StoryKehadiranmu dalam hidupku menghadirkan banyak warna. Kamu banyak mengajarkan hal baru tanpa dengan rasa menggurui. Aku suka dengan caramu menjalin sebuah hubungan pertemanan. Denganmu aku yakin bisa mematahkan persepsi orang mengenai "Tidak mungkin...