Kali Pertama

11 2 0
                                    

   Hari itu aku kembali mengenakan seragam putih-abuku, aku begitu bersemangat hari ini,
aku tak sabar untuk bertemu teman-temanku, aku tak sabar bertemu dengan guru-guru pengajarku,
hari ini hari pertama semester genap dimulai.
   Aku berjalan masuk, tertera jelas tulisan X-MIPA1 di atas pintu kelasku. Aku masuk ke
dalamnya mendapati teman-temanku sedang berbincang dan tertawa bersama, aku begitu
merindukan suasana ini.
   Hari ini kulewati dengan indah, walau memang tak ada guru yang masuk
untuk mengajar, minggu pertama sekolah memang selalu seperti ini ditambah lagi besok akan ada
pertandingan futsal antarkelas dalam rangka memeriahkan ulang tahun sekolah kami.
   Keesokan harinya aku telah siap dengan seragam olahraga sekolahku, hari ini aku akan ikut
memeriahkan pertandingan futsal sebagai pendukung saat nanti kelasku bertanding.
   Kini giliran grup futsal kelasku yang bertanding, lawan kami adalah kakak kelas dari
kelas XI-MIPA4, aku tak begitu mengenal mereka bahkan nama dari mereka pun aku tak tahu.
Pendukung mereka sangat banyak mungkin karena beberapa dari mereka memiliki paras yang cukup
rupawan, aku mengakui itu, apalagi pada lelaki yang kini sedang berdiri tepat di tengah lapangan
yang sedang memandangku lekat, matanya tek henti menatapku dengan sedikit senyuman manis
yang dia suguhkan saat aku menatap padanya. Menurutku dialah yang memiliki paras yang paling
rupawan, memberi kenyamanan saat menatapnya, tapi satu hal yang disayangkan, aku tak tahu
namanya dan juga tak mengenalnya. Meski begitu aku tak berniat memiliki hubungan spesial
dengannya aku hanya menatapnya sekilas dan berpikir kalau dia tidak sedang menatapku selekat itu.
Aku masih tabu soal perasaan, cinta atau apapun yang berhubungan dengan itu. Aku tak pernah
memiliki kekasih, bukan karena tak ada yang berusaha menjadi kekasihku, banyak yang ingin
menjadi kekasihku hanya saja aku masih tidak ingin bersentuhan langsung dengan hal seperti itu
ditambah lagi kakak lelakiku melarangku untuk memiliki hubungan spesial dengan lelaki, dia masih
menganggapku gadis kecil yang dulu sering ia dekap saat menangis, padahal sekarang aku sudah
cukup besar dan bisa membedakan hal baik dan hal buruk.
   Hasil pertandingan menunjukkan kelasku menang, kami bersorak senang. Mataku kembali
bertemu dengan mata yang sedang menatapku lekat, namun kini ia sedang berdiri tepat
dihadapanku.
“Hai Agatha”
“Hai” jawabku dengan senyuman kaku, aku tak mengenalnya dan sedikit kaget karena dengan tiba-
tiba dia menyapaku.
“Selamat atas kemenangan kelasmu” ucapnya dengan senyuman yang manis dan hangat.
“Terima Kasih kak”
“Sama-sama. Kau terlihat sangat cantik saat sedang tertawa lepas” ucapnya terang-terangan
memujiku.
Mau tak mau aku tersenyum malu. Dia memang tak sedang berbohong atau menggodaku,
dia berkata jujur, aku tahu itu. Banyak yang sering berkata seperti itu tapi tak pernah ada yang
berkata seperti ini seberani dia.
“Apalagi saat tersenyum manis seperti ini” sambungnya.
“Ah terima kasih pujiannya kak”
“Aku berkata jujur, apa kau tahu namaku?”
“Tidak” jawabku jujur.
“Baiklah, perkenalkan namaku Vino, panggil saja sesukamu asal jangan memanggilku kak” ucapnya
memperkenalkan diri sambil menjulurkan tangannya.
Aku menerima uluran tangannya, dan tersenyum mengiyakan.
“Agatha”
“Aku sudah tahu namamu dari dulu Agatha”
“Bagaimana bisa kau tahu namaku?”
“Kau tak perlu tahu, yang jelas tak ada tentangmu yang tak ku ketahui Agatha”

Rasa dan RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang