[9] A promise.

4.7K 559 38
                                    


***

"Sakit!"

Ali melepas jambakan rambut nya pada gadis di depan nya, kemudian menatap datar wajah nya. "Tau apa salah lo?"

Zahra. Gadis itu menangis, sambil menggeleng pelan. Di hadapan nya ini Ali yang sedang marah. Si laki-laki yang tidak pandang bulu. Bisa saja Zahra di buat sekarat oleh cowok setengah gila itu.

"Lo udah buat cewek gue insecure!"

Yang Zahra ingat, kemarin ia sempat mengomentari gaya berpakaian Prilly, kemudian mengatakan kalau Prilly itu tidak pantas untuk Ali.

Salah, ya?

"Bukan salah gue!" Zahra menangis tersedu-sedu. "Prilly aja yang baperan!"

"Cewek gue nggak baperan, sialan!"

***

"Li, aku mau ngomong."

Ali yang tadi nya sibuk menyalin catatan Prilly pun berhenti, lalu menfokuskan atensi nya pada gadis itu. "Ngomong aja,"

Prilly segera mengeluarkan ponsel nya, kemudian menghadapkan nya ke wajah Ali. "Bukan kamu, kan?"

Zahra, siswi SMA Aslan dilarikan ke rumah sakit karna beberapa luka di tubuh nya. Menurut keterangan dari orangtua nya, Zahra mengalami depresi. Belum di ketahui pasti penyebab siswi itu memiliki luka lebam di tubuh nya.

Ali menatap Prilly usai membaca artikel itu. Prilly tersenyum lebar, ia tahu kalau Ali enggan menjawab. "Pasti bukan kamu, iya kan?" bukan pertanyaan sebenarnya, Prilly hanya meyakinkan diri sendiri.

"Itu gue,"

Senyum Prilly luntur. Jawaban yang tidak ingin di dengar nya, malah di suarakan Ali. Prilly lebih suka laki-laki itu berbohong. Jujur itu menyakitkan.

"Nggak ada ampun, buat orang yang buat lo nangis." sambung Ali. "Mau cewek atau cowok, atau dia orang terpandang sekalipun, bakalan gue habisin."

"Kalau aku nangis sekarang gara-gara kamu, gimana?" Prilly berkedip dua kali. "Kamu ingkar janji, kamu bilang nggak akan kasar lagi." Manik hazel itu berkaca-kaca. Prilly berkedip lagi, hingga air mata lolos. "Aku nangis gara-gara kamu, Ali."

***

"TURUN SEKARANG, ALIAN!"

"Beneran sakit jiwa 'tuh anak."

"ANJIR TURUN!"

"ASTAGA!"

Prilly keluar dari kerumunan siswa maupun guru-guru di area gedung. Gadis itu menangis keras, harus nya ia tahu, Ali selalu menepati 'janji' nya.

"Nggak ada ampun buat orang yang buat lo nangis"

"Mau cewek atau cowok, atau dia orang terpandang sekalipun, bakalan gue habisin."

Ya, Ali benar-benar membuktikan ucapan nya. Laki-laki itu berdiri di ujung rooftop gedung IPA, sambil memandang datar ke bawah.

"ALI JANGAN!!!"

Jeritan dari siswa lain terdengar, membuat Prilly makin mengencangkan lari nya. Susah payah ia menjaga keseimbangan nya, agar tidak jatuh.

Brak!

Prilly membuka pintu rooftop gedung dengan nafas memburu. Di tatap nya sosok Ali yang sedikit demi sedikit akan menjatuhkan diri nya.

"ALI!"

Kalau saja Prilly tidak datang, kalau saja ia memperlambat lari nya tadi, kalau saja Prilly berhenti untuk beristirahat, kalau saja ia terlambat, mungkin tidak ada Ali di pelukan nya saat ini.

Ali-nya masih bernafas. Laki-laki itu masih membuka mata nya. Prilly tidak kehilangan sosok berharga dalam hidup nya.

Untuk kali ini... Prilly merasa berguna karna bisa menyelamatkan seseorang.

"A-ali.." Prilly menangis keras, terlebih saat mendengar sirine polisi di bawah sana. "jangan begini lagi..."

Ali menoleh, memandang Prilly dengan tatapan kosong. "L-lo nangis," gumam nya. "salah gue."

"Nggak!" Prilly semakin histeris. "jangan lakuin kayak begini lagi!"

Semua perkataan Prilly adalah mutlak bagi Ali. Walau ragu, tapi ia mengangguk pelan.

Prilly langsung memeluk tubuh lemas itu ke pelukan nya. "Kamu jangan begini, jangan mati Ali..."

***

"Keluar!"

"Ali, kita harus ke rumah sakit. Ini bentuk kepedulian dari pihak sekolah-,"

"Nggak!"

Bu Dwi menghela nafas nya, ini bukan kejadian sepele. Wanita itu tidak mau hal ini kembali tercium oleh media. Cukup kasus ’Zahra’ kemarin yang membuat publik geger. "Kalau begitu, saya yang akan suruh orangtua kamu."

"Cari aja sampe dapat," Ali tersenyum miring. "nggak akan nemu."

Prilly tersenyum gugup pada Bu Dwi. "Biar saya yang bawa Ali ke rumah sakit, buat periksa, Bu."

"Kamu yakin, Prilly?"

"Yakin Bu," Prilly mengangguk pasti. "Ibu tenang aja."

Bu Dwi mengangguk paham, kemudian pamit saat urusan nya sudah selesai.

Prilly kembali menghadap Ali. "Kamu buat polisi sampe datang, loh."

"Mereka berlebihan," Ali memijat pelipisnya pelan. "Kalau gue mau mati juga bukan urusan mereka."

"Iya, bukan urusan mereka, tapi urusan aku, Ali!" Prilly menahan air mata nya, jangan sampai Ali melihat nya lagi. "kamu jangan begini lagi, berapa kali aku harus bilang?"

"Iya, Prill."

"Aku mau kamu janji." ucap Prilly. "Cuman itu yang bisa aku pegang,"

Ali mengangguk pelan, "iya, gue janji." bisik nya.

***

TBC

Love You, Nerd! (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang