"Mamah"

8 9 0
                                    

Suasana di rumah sakit hari ini benar-benar buruk, karyawan yang seharusnya digaji minggu lalu dan dijanjikan hari ini batal lagi. Tidak ada satupun karyawan yang digaji hari ini. Banyak sekali alasan ketelatan gaji karyawan, biaya BPJS yang belum cair, biaya asuransi juga belum cair. Kondisi keuangan rumah sakit sudah seperti bongkahan batu es di kutub utara yang harus cair dan meleleh dulu baru bisa diminum.

Tidak hanya gaji yang telat, tapi juga pihak management selalu mencari-cari kesalahan bawahan. Hari ini semua finger print karyawan di periksa ketelatannya, tidak pernah ada pemeriksaan seperti ini selama enam bulan gue bekerja disini. biasanya pemeriksaan cuma memantau setiap ruangan atau cuma menerima laporan setiap pagi dari masing-masing kepala bidang jika ada permasalah dan pemecahan solusinya.

Namun hari ini, setelah semua finger print diperiksa selama beberapa bulan terakhir, salah satu petugas dapur mba Siska bagian masak pasien di panggil keruangan direksi karena telat setengah jam tiga bulan lalu.

Suasana dapur menjadi hening dan tegang setelah itu, bukan karena mereka merasa bersalah, tapi sifat dan tindakan direktur yang kelewatan. Mencari-cari kesalahan hanya karena mereka gak sanggup menggaji sehingga bawahan tidak bisa menuntut gaji mereka karena kesalahan kecil tang terjadi tiga bulan lalu.

Gue yang hari itu shift pagi tidak ingin pulang telat sedikitpun, ketika jam kerja gue habis, gue buru-buru menuju loker, meraih tas dan mengeluarkan headset kemudian memutar musik dengan volume full, hingga gak bisa dengar suara apapun disekeliling gue untuk sedikit mencairkan suasana hati gue yang buruk hari itu. Bagaimana tidak? Mba Siska sudah seperti tante gue, kesalahan kecil seperti itu tidak seharusnya ia dimarahi, dimaki bahkan dikata-katai dengan kasar seputar keluarganya, gue bisa melihat dengan jelas betapa perih perasaan mba Siska setelah pulang dari ruang direksi, gue yang atasan mba Siska bahkan tidak bisa membela atas kesalahan yang seharusnya masih dapat dimaklumi.

Kata-kata makian itu masih terngiang ditelinga gue "Orang seperti kamu yang cuma tamatan SMA masih banyak diluar sana yang ingin kerja disini, jika kamu masih bersifat seperti ini kamu tidak akan bisa menjadi ibu yang baik dan anak kamu tidak akan menjadi seorang manusia nantinya" gila apa atasan berbicara seperti itu? Gue lebih kesel dari pada mba Siska yang dimaki hari itu, seberapa hebatnya seorang direktur tidak akan berhasil dan sukses jika ia menyakiti perasaan bawahannya. Gue masih saja mengomel dibalik masker yang menutupi setengah wajah gue saat berjalan menuju kosan.

Gue berjalan tanpa melihat sekeliling gue, berjalan dan menendangi setiap batu kerikil yang menghalangi langkah gue, hingga salah satu batu mengenai kaki seorang pria yang tiba-tiba berdiri didepan gue, dia seolah menahan sakit dan mengoceh didepan gue, namun tidak dapat gue dengar sebelum headset ditelinga gue lepas.

"Maaf, sakit ya?" Gue menatap Putra yang memegangi kakinya yang terkena batu yang lumayan gede dan tendangan yang lumayan kuat, terlebih batu mengenai tulang depan kakinya

"Iyalah! Lu juga gak dengar gue tadi manggil dan ngomong apa? Ya Allah" Putra menutup mata kesel menatap Zeze yang sudah dari tadi ia panggil didepan kosannya "Trus ngapain pake nendang batu segala? Sekarang jadi tugas kebersihan disini?"

"Bukan, lagi kesel, gak pengen becanda" Zeze menjawab ketus "Tumben disini, kakak udah sembuh? Udah pulang dari rumah sakit"

Semenjak Putra kembali dari Jawa, ini pertama kalinya lagi Zeze melihat Putra. Putra tidak bisa meninggalkan kakaknya sendirian di rumah sakit, kakak sepupu sih, tapi ketika pagi suami kakaknya bekerja, dan malam Putra harus menjaga keponakannya, karena tidak ada lagi yang bisa dimintain tolong selain Putra.

"Lo gak baca chat gue juga?"

"Chat?" Zeze meraih tasnya berusaha mengeluarkan handphone genggamnya dan membaca pesan dari Putra. Tiba-tiba ia kaget dan menatap Putra "eheeii,, gak usah becanda deh, gue gak bakal bisa ditipu lagi sama lo" mengingat terakhir kali Putra bohong mengenai ibu dan adek-adeknya.

FootstepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang