7.Pendekatan

22.2K 682 1
                                    


Happy reading

***

Pagi ini tidak ada yang berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya. Entah ada Siska atau pun tidak ternyata sama saja. Tidak seperti ibu rumah tangga pada umumnya yang menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya, Siska lebih suka melakukan yoga. Pagi-pagi sekali Siska sudah berada di teras belakang, melaksanakan ritual paginya itu.

Dion terbangun, mengedarkan pandangannya di setiap sudut kamarnya tapi tak menemukan seseorang yang dicarinya. Dion sudah hafal betul dengan apa yang dilakukan Siska. Maka ia tidak perlu bertanya pada siapapun lagi agar ia bisa tau di mana istrinya berada saat ini.
Dion bergegas mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke kantor.

"Selamat pagi, Sayang ...," sapa Dion kepada Rion dan Kana.

"Selamat pagi, Papi," sahut mereka serempak.

"Ayo dimulai sarapannya, nanti kesiangan lho," intruksi Dion kepada kedua putranya.

Mereka bertiga makan dengan tenang, hening tanpa adanya obrolan di antara mereka. Seperti biasa Rion dan Kana makan dengan disuapi Neni dan Mila.
Sedang Siska, sang mami belum selesai melaksanakan ritual paginya.
Rion dan Kana juga sudah terbiasa dengan keacuhan mami mereka.
Setelah selesai sarapan mereka bergegas menuju mobil tanpa berpamitan kepada Siska.
Seperti biasa Dion mengantarkan si kembar dulu baru ia akan berangkat ke kantor.

***

Hari ini Pak Pram berulang tahun. Beliau mengundang para staf dibagian yang beliau pimpin untuk merayakan ulang tahunnya di restoran kawasan Simpang Lima.

Setelah berkutat dengan pekerjaan seharian penuh, sore harinya para staf produksi mulai bergegas menghadiri acara Pak Pram.

"Sus, kamu bonceng motorku aja. Biar nanti di jemput suamimu di sana aja. Ntar aku langsung pulang," kata Anjani kepada Susi.

"Siap, Boss," sahut Susi.

"Mending kalian ikut mobilku aja." Kata Jefri yang sedari tadi menyimak obrolan kedua temannya tersebut.

"Ehh ... aku naik motorku aja. Sus, kamu kalau mau ikutan mobilnya Jefri juga nggak apa-apa," sahut Anjani.

"Motor kamu ditinggal di sini aja, An. Ntar pulangnya biar aku anter," sahut Jefri.

"Lhooo ... besok berangkatku gimana?"
sahut Anjani.

"Gampang kalau itu sih, besok pagi aku yang jemput kamu ke rumahmu."

"Ehh enggak usah Jef, ngrepotin kamu, aku jadi nggak enak."

"Enggak pa-pa, nggak ngrepotin sama sekali kok. Justru aku malah seneng," sahut Jefri.

"Eciieee cciiieee." Susi yang sadar dengan maksud Jefri pun mulai menggoda.

"Apa'an sih, Sus," Anjani menegur Susi.

"Iya iya tau yang masih pada bujang, sana deh pada pedekate. Siapa tau jodoh," godaan Susi semakin menjadi-jadi.

Anjani merasa tidak enak dengan Jefri. Jefri pun hanya menampilkan senyumannya ketika digoda Susi.

"Ayo deh, langsung berangkat," sahut Jefri kemudian.

Anjani, Susi dan Jefri akhirnya jadi berangkat menggunakan mobil Jefri. Sedangkan yang lainnya ada yang ikut mobil Pak Pram, ada juga yang naik motornya sendiri.

Sampai di restoran, mereka menikmati hidangan yang telah disajikan oleh pramusaji yang sudah dipesan terlebih dahulu oleh Pak Pram.
Obrolan ringan dan gurauan sesekali mereka lontarkan agar suasana semakin akrab dan hangat. Pak Pram juga ikut dalam obrolan mereka.
Acara kemudian dilanjutkan dengan karaoke.
Setelah selesai sekitar pukul sepuluh malam mereka akhirnya bubar.
Yang menggunakan motor langsung pulang, Susi juga sudah dijemput suaminya. Sementara yang ikut mobil Pak Pram tadi juga sudah dijemput jemputan masing-masing. Tinggal Anjani dan Jefri.

"Ayo An, yang lain udah pada pulang."

"Iya," sahut Anjani.

Jefri membukakan pintu untuk Anjani. Anjani tersenyum sambil masuk kedalam mobil. Jefri melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sambil menikmati pemandangan malam hari kota Semarang.
Jefri memang sudah dari dulu menaruh hati pada Anjani, dan bahkan hal itu sudah menjadi rahasia umum.
Tapi Anjani sama sekali tak menanggapi dengan serius semua perhatian-perhatian kecil dari Jefri.
Godaan-godaan dari teman-teman pun sering terlontar manakala Jefri menunjukan perhatiannya kepada Anjani di depan umum.

Mobil Jefri berhenti di depan sebuah rumah sederhana bercat kuning. Meskipun sederhana tapi mempunyai halaman yang sedikit luas. Sehingga bisa untuk menanam beberapa tamanan hias dan ada satu pohon jambu dan pohon mangga.

"Udah sampai, aku masuk dulu ya."

"Iya."

"Eemm ... terima kasih tumpangannya."

"Iya, besok pagi aku jemput kamu," sahut Jefri.

Anjani mengangguk, "maaf ya udah ngrepotin kamu," imbuh Anjani yang merasa sungkan.

"Aku kan udah bilang tadi, enggak ngrepotin sama sekali. Malahan aku seneng bisa antar jemput kamu. Kalo boleh sih ... setiap hari." Jefri terkekeh di akhir kalimatnya.

Anjani menghembuskan nafasnya, "Jef ...."

Jefri tertawa, "oke oke ... nggak lagi."

"Ya udah aku masuk dulu."

"Iya, sampai jumpa besok pagi."

Anjani masuk ke rumah setelah Jefri pergi.

***

Tok tok tok
"Assalamualaikum."

Tiba-tiba ada orang mengetuk pintu saat keluarga Anjani sedang menikmati sarapannya.

"Wa'alaikumsalam."

"Siapa ya pagi-pagi begini sudah ada yang bertamu," kata Hera.

"Coba Buk, lihat dulu," sahut Surya.

Hera pun kemudian keluar.

"Maaf Bu, pagi-pagi saya sudah bertamu. Apa Anjaninya sudah berangkat?" tanya sang tamu.

"Oohh Anjani ... belum. Duduk dulu Mas, biar ibu panggilkan dulu." Hera mempersilakan tamunya duduk di teras depan rumahnya.

Kemudian masuk ke dalam rumah.

"An, itu ada tamu," kata Hera pada putrinya.

"Orangnya ganteng lho, An." Imbuh Hera dengan mengacungkan ibu jarinya di hadapan Anjani sambil tersenyum penuh arti.

"Coba biar An lihat." Anjani berjalan keluar.

"Jefri ... duduk dulu aku ambil tas dulu di dalam." Kata Anjani saat melihat Jefri sudah ada di teras rumahnya.

Di dalam Anjani diberondong pertanyaan oleh ibunya.
"Siapa An? ganteng ya .... Pas itu jadi mantunya ibu."

"Ibu ... kedengeran orangnya malu, Buk ...." Tegur Anjani pada ibunya yang sudah menginginkan sekali seorang menantu.

Hera tidak lagi merecoki putri satu-satunya itu. Ia memilih kembali ke meja makan, membersikan meja, dan menutupi sisa lauk yang masih ada dengan tudung saji.

Mereka pun akhirnya pergi setelah berpamitan pada Surya dan Hera. Karna adik-adik Anjani sudah lebih dulu berangkat ke sekolah.

***

Semarang, 30 September 2018

Salam

-Silvia-

Repost  20-01-2021

Menjadi Wanita Kedua (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang