35. Panic

1.3K 47 0
                                    

Kulangkahkan kaki telanjangku menuruni tangga. Kondisiku membaik, sudah tidak kurasakan pusing lagi. Mualku juga sudah berhenti. Tapi obat dari dokter masih harus terus kuminun.

Aku mengambil segelas air dan obat obatanku. Kutelan hingga habis semuanya. Vano masih terus mengingatkanku minum obat sesuai anjuran dokter. Ia semakin protektif terhadapku. Aku senang karena merasa diperhatikan. Meskipun kadang aku suka rewel untuk menggoda Vano.

Aku kembali ke kamar. Baru sampai di pintu kamar tiba tiba perutku sakit. Aku merintih dan memanggil Vano yang masih terlelap tidur.

"Ada apa ?" Tanya Vano gugup.

"Bantu aku ke kasur perutku sakit sekali"

Vano memapahku denga telaten

"Sebaiknya kita ke dokter"

"Tunggu sebentar tunggu sebentar lagi mungkin sakitnya akan mereda"

Vano menuruti perkataanku. Dia mengelus pelan perutku. Aku merasa membaik.

"Sudah mendingan" jawabku dengan senyum canggung

"Aku tinggal mandi sebentar bisa ?"

"Iya aku baik baik saja"

Beberapa menit Vano di kamar mandi perutku sakit lagi. Ini lebih sakit dari sebelumnya. Aku bangun dan menurunkan kakiku. Aku duduk di tepi kasur.

Vano

Aku keluar dari kamar mandi dan betapa kagetnya melihat Valeria merintih kesakitan memegangi perutnya. Dia terduduk di tepi kasur dengan mendesis kesakitan.

Aku menghampirinya

"Air ketubanku pecah" seketika aku panik. Untung aku sudah memakai pakaian tadi di kamar mandi.

"Tenang sayang kita ke dokter sekarang" jawabku menenangkan padahal diriku sendiri tidak bisa tenang.

Aku melangkah cepat meraih kunci mobil hingga kakiku menabrak meja nakas dan kuabaikan rasa sakitnya.

"Yang harusnya tenang itu kamu" hardik Vale yang mungkin tidak tahan dengan sakitnya.

Aku memapah Vale keluar dari kamar.

"Mbak yulia aku kerumah sakit dulu tolong jaga Edzard" yulia mengahmpiriku dengan panik.

Kami masuk ke dalam lift dan menelfon petugas apartement ini meminta kursi roda.

"Tolong siapkan kursi roda di depan lift lantai satu"

Setelah itu aku mengangkat Vale yang sudah pasti tidak kuat lagi berdiri.

Sampai di lantai satu aku menurunkan Vale di kursi roda yang sudah disiapkan. Dengan sigap aku mendorongnya ke parkiran dan membawa Vale kerumah sakit. Vale sudah tidak merintih lagi dia sudah tenang. Tapi raut wajahnya semakin pucat. Aku mengelus kepalanya untuk menenangkan.

We Will be OkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang