Tangled Legs

2.8K 320 19
                                    

Seoul di malam musim gugur ke-20 itu lembab karena sisa-sisa hujan yang mengguyur selama satu setengah jam setelah petang. Sejauh 5 lantai di bawah sana, daun-daun kering yang telah meranggas dari rantingnya basah dan menempel pada permukaan tanah. Aroma petrichor masih tersisa samar di tengah kendaraan yang berantai renggang di jalanan, membentuk barisan cahaya yang dari atas sana terlihat seperti kawanan kunang-kunang.

Park Jihoon membuka pintu kamar mandi di salah satu apartemen pada lantai 5 itu. Tangannya mengusakkan handuk kecil pada rambut hitamnya yang basah, kedua pipi dan hidungnya merona karena cukup lama berendam air hangat.

Pintu kamar mandi yang tidak jauh dari ruang tengah membuat Jihoon bisa langsung melihat Daniel yang sedang sibuk dengan tab-nya, berselonjor kaki dan bersandar pada kaki sofa di depan televisi yang menyala terabaikan.

Mata Jihoon terarah refleks pada jam dinding di sisi lain ruangan. Pukul 11.47. Sudah cukup larut, seharusnya mereka sudah terlelap karena besok ia harus berangkat pagi-pagi sekali untuk menyiapkan banyak hal di restoran.

Pada detik berikut, langkah Jihoon membawanya menghampiri pria berbahu lebar itu, mengambil tempat di sisi kanan Daniel dan dengan sengaja menaruh satu kakinya di atas kaki kanan Daniel yang berselonjor. Tentu saja untuk menarik perhatian, karena pria itu tampak sangat serius membaca sesuatu di tab-nya.

Jihoon menatap sisi wajah Daniel dengan bibir menipis lucu, menunggu Daniel menoleh padanya.

Tapi Daniel tetap bergeming.

Jihoon bergeser sedikit ke depan dan menaruh kaki lainnya di atas kaki kanan Daniel, kemudian menggoyangkannya pelan tanpa bersuara.

Ia suka melihat raut serius pemuda yang lebih tua itu saat sedang fokus melakukan sesuatu. Daniel yang kekanakan, cengengesan dan mudah tertawa pada hal-hal kecil hampir seharian, akan terlihat seperti benar-benar seorang hyung yang serius dan penuh tanggung jawab.

Tapi jika sedang berdua saja seperti ini, Jihoon tidak tahan untuk tidak mengusiknya, bahkan meski harus melihat wajah Daniel mengerut terganggu karenanya.

Gerakan kaki Jihoon yang menumpang di atas kakinya tidak berhenti, membuat Daniel kesulitan membaca karena tangannya yang memegang tab turut bergoyang. Jadi tanpa bersuara, pria itu menaruh kaki kirinya di atas kedua kaki Jihoon yang lebih pendek, menjepit alat gerak itu agar tidak bergoyang lagi.

Ia tahu Jihoon sedang mencoba menarik perhatiannya, sehingga satu tangannya bergerak mencari tangan pemuda manis di samping untuk menautkan jemari mereka. Ia lakukan itu tanpa repot-repot mengalihkan matanya dari aktivitas saham pada tab dan lampiran dokumen-dokumen penting yang baru saja sampai di kotak masuk email-nya.

Daniel memang salah satu karyawan Jihoon di restorannya. Namun sebenarnya ia berasal dari keluarga pengusaha terkemuka. Kini menduduki posisi pemegang saham tertinggi dan sebentar lagi akan berada di belakang meja CEO salah satu anak perusahaan keluarganya. Karena itulah akhir-akhir ini ia lebih sering menggunakan waktu luang untuk belajar demi mempersiapkan dirinya lebih matang lagi; seperti saat ini.

Jihoon tahu benar akan hal itu.

Dan terkadang ia khawatir. Bagaimanapun, sebentar lagi waktunya bersama Daniel tidak akan lagi sebanyak ini.

Walaupun itu kedengarannya bukan hal yang serius selama mereka masih saling percaya--dan lagipula Jihoon bukannya ingin selalu menempeli pria itu--namun membayangkan tidak ada lagi tawa menyenangkan Daniel di dapur restorannya, tidak ada lagi tatapan hangat di pagi hari di sisinya, mengirimkan remasan kecil pada hati Jihoon.

Melihat kakinya yang dijepit dan tangannya yang digenggam tanpa sekalipun ditatap, Jihoon mendesis sebal.

"Hyung, masih lama?"

Diam.

"Hyung, aku mengantuk."

"Geurae, tidurlah duluan. Sebentar lagi aku menyusul." Daniel melepas jemarinya dan mengangkat kaki kirinya dari kaki Jihoon, mencoba tidak membatasi pergerakan pemuda yang lebih muda kalau-kalau Jihoon akan beranjak.

Hhhh~ Jihoon menghela napas keras dengan sengaja. Pria itu. Menoleh padanya saja tidak.

Beberapa detik berlalu, hanya suara televisi yang memenuhi ruangan walaupun sama sekali tidak ada telinga yang berniat menyerap kontennya.

Sampai Jihoon kembali menggoyangkan kakinya di atas kaki Daniel dan menuntun telapak tangan lebar pria itu menuju puncak kepalanya.

"Hyung, rambutku basah."

Sret.

Akhirnya.

Akhirnya, pria itu melepaskan fokus dari layar tab, menatap puncak kepala Jihoon yang menjadi tempat pendaratan telapak tangannya, dan turun ke sepasang mata cantik yang memandangnya polos.

Aduh, aduh, aduh, Daniel mencair saat itu juga.

"Lemah, aku ini memang lemah." ia menggerutu pada dirinya sendiri, gemas setengah mati dengan wajah-baru-mandi Jihoon yang merona di beberapa titik.

"Bagaimana aku bisa mengabaikanmu kalau kau seperti ini." ia menggerutu lagi lalu menyingkirkan tab-nya ke samping. Jihoon tersenyum menang.

Mereka duduk saling berhadapan dengan kaki Jihoon melintang di atas paha Daniel. Daniel mengusak rambut pemuda yang lebih muda dengan handuk di tangannya, berkali-kali menghela napas dan masih mengeluhkan betapa hatinya sangat lemah, dan bagaimana Tuhan menguji hatinya yang lemah itu dengan makhluk semacam Park Jihoon.

--

.

.



.

A/N : Terima kasih sudah membaca, sampai jumpa di oneshot/drabble berikutnya 😀

Sweet Gestures [NielWink]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang