Bagian Dua Puluh : Habis Jatuh Tertimpa Tangga Pula

3K 238 0
                                    

Happy Reading!

.
.
.

Setelah Danu menyetujui persyaratan dari Ali, pria itupun pulang meninggalkan Prilly di rumah Ali, yang memang itu kemauan puterinya sendiri. Tak ada alasan untuk tidak mengijinkan Prilly tinggal lebih lama di rumah pamannya, Danu justru lebih mempercayakan Prilly bersama Ali di banding orang lain.

Atas dasar tali persaudaraan, Danu berpikir tidak apa-apa meninggalkan puterinya di sana, lagipula mang Hamid dan bi Minah akan terus mengawasi selagi Danu merasa cems di rumahnya.

Danu lepas landas menggunakan mobil hitamnya yang mengkilat, setelah berdadah-dadah ria Prilly kembali kedalam untuk melanjutkan makan malamnya bersama Ali.

Saat Prilly sampai di sana, Ali sudah mengangkat piringnya lalu membawanya untuk dia simpan di atas wastafel. Sedangkan Prilly masih anteng memakan makanan yang selym sempat dia habiskan karena tertunda oleh pelepasan Danu tadi.

"Mang, aku mau di buatin batagor," Prilly menyebutkan keinginannya sambil berbinar-binar ketika mang Hamid kebetulan lewat untuk memberi tambahan kecap di makanan Prilly, "Sumpah aku kangen banget sama batagor mamang." lanjut Prilly, jujur.

Mang Hamid menarik salah satu bangku berhadapan dengan Prilly, "Nanti mamang buatin buat neng Prilly," mang Hamid mengangkat tangannya yang mulai keriput, "Spesial." tambahnya.

"Asik," dia menepuk tanganya berulang kali dalam durasi cepat, "Jadi kapan mang?" tanya Prilly lalu menyuap makanannya lagi.

Mang Hamid mengangkat alisnya tinggi-tinggi, "Kapan apanya, neng?"

"Kapan mamang mau buatin aku batagor," Prilly menekankan.

"Nanti, kalau sekarang gak ada bahan-bahannya," jawab mang Hamid.

Terdengar Prilly menghela napas, lantas menyuap nasinya yang tinggal tersisa satu suapan.

"Biar mamang aja, neng," mang Hamid sudah berdiri hendak merapikan piring kotor yang sudah Prilly angkat.

"Tangan aku masih kuat kalau cuma buat angkat piring satu doang, mang,"

Mang Hamid menggaruk tengkuknya yang tak gatal saat mendengar jawaban dari mulut Prilly. Diapun mengangkat piring kotor yang lain untuk menutupi kecanggungannya.

Prilly berhasil meletakkan piring kotor bekas dia makan di atas wastafel, lalu matanya menemukan Ali sedang berjalan kearahnya sambil meneguk segelas air putih.

Ali menghabiskan setelah air putih dalam genggamannya, kemudian menyodorkan gelas lainnya yang sudah dia bawa dari dalam lemari es.

"Kalau habis makan biasain minum, jangan ngobrol," katanya seraya menaruh gelas yang berisi setengah air di atas meja wastafel.

Prilly memilih untuk meneguk minumannya terlebih dulu sebelum dia menimpali ucapan Ali barusan, "Gue lagi ngomongin, lo," dusta Prilly.

Ali menaikan sebelah alisnya, kemudian sedikit menyandarkan bokongnya pada wastafel, "Masa? Kok gue gak percaya, ya?"

Prilly pun melakukan serupa, "Iya, lo pasti pelit,"

Mendengarnya Ali langsung menoleh, "Kata siapa? Cacing di dalam tanah aja gue kasih makan Hokben, kurang royal apa lagi coba, gue?" Ali mengangkat kedua tanyanya untuk mengekspresikan.

Prilly hanya mengerutkan hidung sambil mengangkat kedua bahunya, "Omongan lo kan buat famour doang," pandnagannya menerawang ke segala arah, kecuali wajah Ali, "Gak bisa di percaya."

Ali memutar posisinya menghadap Prilly, menatap gadis itu dari samping yang bahkan masih terlihat sangat anggun dan mungil, "Kenali gue lebih dalam kalau lo mau lihat diri gue yang sesungguhnya,"

Someone In The World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang