8.Bertemu

16.1K 616 0
                                    


Happy reading

***

Anjani turun dari mobil yang pintunya sudah dibuka terlebih dahulu oleh Jefri. Anjani tersenyum sambil mengucapkan terima kasih pada Jefri.
Kemudian mereka berjalan beriringan masuk ke kantor.
Tanpa meraka sadari ada yang telah memperhatikan kedekatan mereka berdua di balik tirai yang menutupi jendela kantor yang terbuat dari kaca.

Dion mengeram melihat kedekatan Anjani dan Jefri. Entah apa yang ia rasakan saat ini, yang ia tahu ia tidak suka melihat kedekatan kedua karyawannya tersebut.
Disaat Dion sedang sibuk meredam emosinya, tiba-tiba ponsel yang ia letakan di atas meja pun bergetar.

'Siska calling.'

"Ya?" Dion menjawan telepon tanpa bersemangat sedikit pun, setelah melihat nama penelpon yang tertera di layar ponselnya.

"Dion, aku mau pergi. Ini udah mau berangkat."

"Pergi?? Ke mana?"

"Aku lupa ya bicara sama kamu ... aku mau ke Singapura. Temu kangen sama temen-temen SMAku dulu. Udah lama nggak ketemu," sahut Siska

"Berapa hari?"

"Ya ... kira-kira dua minggu lah."

Dion melotot mendengar jawaban istrinya tersebut, "dua minggu?!" seru Dion.

"Heemm," Siska menjawab seruan suaminya dengan malas.

"Siska kamu itu baru aja pulang, udah mau pergi lagi?! Lagi pula temu kangen sama temen bisa dua atau tiga hari kan."

"Ya Ampun, Dion ... kita ini kan udah lama nggak ketemu, jadi wajarlah kalau lama. Sekalian berlibur dan shoping."

"Minggu depan anak-anak pentas. Kamu majuinlah kepulanganmu itu."

"Kan ada kamu."

"Tapi kamu maminya!" seru Dion.

"Kan ada Neni dan Mila. Atau nggak kamu ngajak mama aja, atau siapa ajalah, terserah kamu. Udah ya, aku udah ditunggu. Bye." Siska mematikan teleponnya sepihak.

Dion seolah sudah pasrah, sudah tidak sanggup meladeni polah tingkah istrinya yang selalu sibuk dengan dunianya sendiri tanpa memperdulikan keluarganya.
Siska selalu semaunya sendiri. Terlahir dari keluarga kaya dan terpandang membuat ia terbiasa dengan kemewahan.
Semua yang ia inginkan bisa ia dapatkan dengan mudah. Entah apa yang dipikirkan Dion saat dulu mengajak Siska untuk menjadi pendamping hidupnya.

***

Pagi ini Rion dan Kana bersemangat bangun pagi karena sang ayah sudah berjanji akan mengajak mereka pergi jalan-jalan.

"Ayo, Pi!" seru Kana.

Rion dan Kana duduk bersebelahan di kursi belakang. Sedangkan Dion duduk sendiri di depan kemudi, layaknya seorang supir.
Neni dan Mila sengaja tidak diikut sertakan karena Dion ingin menikmati waktunya bersama jagoan-jagoannya.
Dion membawa kedua jagoannya ke sebuah pusat perbelanjaan di Simpang Lima. Rion dan Kana membeli tas dan sepatu baru.
Kemudian mereka menuju toko buku. Rion dan Kana sibuk mencari buku yang ia senangi. Sedangkan Dion iseng-iseng melihat buku yang telah berjejer rapi di tempatnya.
Rion menemukan buku yang ia ingin kan, ia berjalan menuju kearah papinya berada. Saat sedang berjalan Rion tidak melihat jika lantai yang ia lewati sedikit licin karena masih dipel.
Alhasil Rion jatuh terpleset.

"Huaaaa huu huu hiks hiks." Rion menangis dengan kencang.

Reflek seorang wanita yang berada di dekatnya mendekat.
"Cup cup ihh ... pangeran tampan kok nangis ...." Tegur wanita itu sambil berjongkok mencoba menenangkan Rion.

"Hiks hiks sa-sakitt." Sahut Rion menunjukan kakinya yang sedikit lecet.

"Udah ya diam ... ini tante punya plester gambar lucu. Nih liat, kamu pasti suka." Wanita itu mengambil sebuah plester bergambar binatang dari dalam tasnya.

"Tante pasangin ya."

Rion hanya mengangguk menerima bantuan seseorang yang asing baginya.

"Rion."

"Papi," sahut Rion dengan nada rengekan khas anak kecil.
Dion datang bersama Kana. Ia mengulurkan tangannya untuk menggendong Rion.

"Bapak?" Wanita itu terkejut melihat keberadaan Dion.

"Anjani, terima kasih atas bantuannya."

"Ehh ... emm ... ini anak Bapak?" tanya Anjani.

"Iya, ini Rion dan ini Kana." Sahut Dion sambil menunjukan yang mana Rion dan yang mana Kana.

"Salim dulu sama Tantenya."

Rion dan Kana pun melakukan perintah ayahnya.

"Kembar ya, Pak. Ganteng-ganteng."
'Seperti bapaknya, aku mau dong satu yang kayak gini,' sahut Anjani.
Tentu saja kalimat terakhir hanya bisa ia ucapkan di dalam hati.

"Emm ... sebagai ucapan terima kasih, bagaimana kalau kamu ikut makan siang dengan kami?" kata Dion.

"Emm ... boleh, kalau tidak mengganggu," sahut Anjani.

"Tentu saja tidak, ayo." Dion kemudian mengajak Anjani dan si kembar berjalan beriringan menuju restoran yang berada tak jauh dari toko buku.

Sesampainya di restoran, Rion kembali ceria seperti sedia kala. Mereka makan sesekali diselingi dengsn obrolan ringan.

***

Semarang. 3 oktober

Salam

-Silvia-

Repost 20-01-2021

Menjadi Wanita Kedua (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang