Chapter 17

866 79 14
                                    

"Makan yah" art menggeleng

"Art.." mew menekuk wajahnya.

Oh ya, mew belum bercerita bahwa art sudah sadar yah.? Itu sudah 3hari yang lalu. Dan mew tak pernah berhenti bersyukur.

Mew tiba-tiba menangis. Merasakan tangannya basah, art segera menoleh.

"P'.." art jelas terkejut.

"Maaf..maaf kalau kau masih marah karena aku mengambil keputusan itu" mew memejamkan matanya. Tangannya gemetar. Mew takut sekali art akan terus marah dengannya. Lalu art mulai membenamkan wajahnya di brankar.

Sejak kemarin setelah mengetahui tangannya di amputasi, art mendiaminya.

Melihat mew menangis membuat ia merasa bersalah.

"Tidak p'.. bukan begitu"
"Aduh berhenti dong"
"Kau lucu kalau menangis begini" art mengelus rambut mew.

Mew masih tak ingin mengangkat kepalanya. Ia masih mengelungkupkan wajahnya di kasur brankar art.

"Aku hanya tak ingin pembusukan itu menyebar hiks"
"Aku takut sekali hiks"
"Aku..aku hanya ingin kau segera bangun hiks"

"Aku tak apa" art tersenyum meski mew tak melihatnya.

May masuk. Akhirnya art harus disadarkan lagi. Sejak sadar kemarin ia memang belum ketemu may. Saat ini art mulai bertanya kenapa harus selamat.?

"Malu pada may p'.." bisik art

Mew segera mengangkat kepalanya. Menoleh ke arah may.

"Jelek sekali kau p'.."
"Akhirnya kau sadar p'.." may berjalan kearah art.

Art hanya membalas senyum.

"Kenapa kau bodoh sekali p' ? Aku tak menyangka kau kerja di perusahaan p'Mew yang ketat" may masih kesal rupanya.

Art mengerutkan dahinya. Sedangkan mew melotot.

"Hay..!! Kau masih saja kasar. Berhenti bilang bodoh. Dasar anak kecil..!!" Mew mulai menaikkan suaranya. Menghapus air mata yang ada di pipinya.

May hanya menyengirkan giginya lalu sekejap berwajah datar.

"Dia tak akan menikah denganku. Jadi berhenti berfikir aku penghalang cinta kalian" may berbicara dengan nafas yang terengah.

Emosinya tak bisa terkontrol. Ia ingin sekali memarahi kebodohan art. Tapi yang ia lakukan sekarang hanya meremat tangannya dan menahan air matanya. Ia merasa sangat bersalah karena tak segera memberi tahu kebenarannya pada art. Jadi art harus begini.

"Hay may.."
"Ayo sini" melihat may yang kalang kabut, art menyuruh may mendekat.

"Sini lah" melihat may yang masih diam di tempatnya. Art menyuruh lagi sambil membuka tangannya.

May langsung berjalan cepat kearah art. Memeluk art begitu erat. Menangis meraung. May takut sekali art tak bangun. Meski belum begitu dekat. Ia begitu menyayangi kakak laki-laki barunya ini.

Art belum paham perkataan may. Ini hanya instingnya. Melihat may yang begitu kalut membuat ia membuka satu tangannya untuk memeluk may.

"Ssssttt tenanglah"
"Bernafaslah dengan benar may. Tarik nafasmu lalu buang" art mulai menepuk punggung may kala nafas may terengah.

"P'.. jangan membuatku takut lagi" suara may teredam bahu art.

"Tenanglah"

"Janji takkan melakukan itu lagi.?" May menjauhkan dirinya dari tubuh art.

Art diam. Ia tak tau harus menjawab apa.

"P'..jawab"
"Kau mau p'mew cepet tua dengan melihat kau begini lagi.?"
"Si bodoh ini terlalu mencintaimu p'.." may dengan lantang mengucapkan itu. Tak tau mew sudah sangat emosi dengan ucapannya tadi.

Art membulatkan mata.

"Ap-apa.?"

"Apanya yang apa.?"

"I-itu tadi. Ci-cinta.?" Jelas saja art kaget. Yang ia tau may calon istri mew.

"Oh...p'mew begitu mencintai p'art" may menjawab santai. Ia bahkan lupa dengan acara menangisnya.

"Dasar bocah tengik" desis mew.

"Dilarang mengumpat.!" Ucap may

"Kau..!!" Mereka ribut sendiri. Sedangkan art masih mencerna situasinya.

"Aku tak paham" gumam art lirih. Menghentikan cekcok mulut kaka beradik tak kandung ini.

"Apanya.?" Tanya mereka bersamaan, membuat mereka bertiga saling pandang.

"Maksud dari ucapan may bahwa kau mencintaiku"

"Minggir kau bocah" mew mendorong may sedikit agar bergeser menjauh dari art. Lalu ia duduk di depan art. Tempat yang tadi may duduki.

"Aku memang mencintaimu. Kau tau itu kan.?" Tanya mew lembut sambil menggenggam satu-satunya tangan art.

Art mengangguk. "Tapi may.?"

"Sebab itu berhenti berfikir pendek" mew menoel hidung art. Membuat may yang melihat memutar matanya. Art jelas saja merona.

"Berhenti bermesraan" sarkas may. Tapi mew mengabaikan may.

"Kami di jodohkan. Tapi kami tak bisa bersama. Sejak awal aku sudah menceritakan tentangmu pada may. Sebabnya bocah ini tau seberapa besar aku mencintaimu" mew mencium punggung tangan art. Membuat art makin merona dan sedikit berkeringat.

"Sudahlah aku keluar. Aku seperti patung saja"
"Heh om om. Tau tempat sedikitlah. Ini rumah sakit" lalu may menghilang di balik pintu.

"P'.." rengek art yang di sambut senyum tampan mew.
"Berhenti membuat may meledekku"

"Apanya.?"

"Jangan berkata cheesy lagi"

"Aku memang mencintaimu. Lalu dimana letak cheesynya.?"

"Tau ah" art segera melepas tangannya lalu berbaring.

"Aaaaa pipi art merah"
"Manisnya" suara mew memenuhi ruangan.

Art langsung membalikkan wajahnya dan menghadap mew. Melotot lalu memukul lengan mew. Lumayan sakit, tapi mew malah tersenyum meski sambil mengusap lengannya. Menggoda menyenangkan bukan.?

Hipotesis Rasa [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang