#1: Duke and Duchess

2.1K 240 1
                                    

"Alam, waktu, dan kesabaran adalah tiga dokter hebat..."

—Bohn

๑۩๑๑۩๑๑۩๑

Rimini, Italia.

Bagi para senat dari keluarga Bangsawan Eropa seperti Uzumaki. Malam ini mereka belum bisa merasa tenang, setelah Pangeran Kecil mereka dinyatakan hilang dalam kecelakaan di Chiesanuova, San Marino, dua hari yang lalu.

Di tengah hujan lebat serta pagi buta, apalagi tidak adanya saksi mata membuat mereka sulit menemukan bukti konkret mengapa anak kecil berusia 5 tahun itu bisa hilang. Jika memang ada bukti-bukti lain tentang penculikan, mereka akan tenang dan menunggu si penculik menghubungi, lalu meminta tebusan. Namun selama dua hari tidak ada bukti apa pun yang membuat mereka yakin bahwa ini kasus penculikan biasa.

Alesto malam ini memegangi kepalanya kuat-kuat selesai menikmati kopi di gelas ketiganya. Dia merasa bimbang, dan dia tidak begitu tahu apa yang bisa dia katakan nantinya, ketika sang duke ataupun sang duchess terbangun, seusai mendapatkan perawatan intensif lantaran kecelakaan yang mereka alami beberapa hari yang lalu sementara membawa terbang keluarga bangsawan menuju Rimini hanya pekerjaan kecil. Pekerjaan mereka sesungguhnya sampai detik ini adalah menemukan putra dari keluarga bangsawan tersebut—tentu kenyataan bahwa terjadi penculikan bukan alasan utama untuk dikatakan olehnya.

"Alesto!" pria dengan kepala botak pada bagian tengah itu sangat menghafal suara siapa di tengah bergemuruh pikirannya berkecamuk. "Di mana Alesto? Di mana dia!" kekhawatiran bahkan rasa dingin menyambar punggungnya. Kemudian Alesto menegapkan badannya serta dengan sabar menunggu sang duke masuk ke dalam ruang tunggu di bangsal mewah rumah sakit di Rimini.

Alesto setengah membungkuk ketika sang duke berada di depannya dan berjalan setengah pincang. Sungguh berat baginya, membalas tatapan nanar sang duke, yang seolah-olah dia merasakan sebuah tombak mencongkel matanya.

"Maafkan saya, Tuan Minato," sang signore pun langsung terduduk lemas. Minato merasakan napasnya hilang. Sementara beberapa menit yang lalu saat kesadarannya mencapai sempurna, ia menyadari berada di suits paling mewah di sebuah rumah sakit besar—dia buru-buru turun dari ranjang serta mendekap botol infusnya dengan perasaan takut bahwa berita yang baru saja disampaikan oleh pelayan yang sedang menunggu dia siuman adalah berita bohong.

"Kau sudah mencarinya?" Minato mulai merasakan getaran pada tubuhnya seraya pria itu mendongak memandangi Alesto yang masih membungkuk setengah badannya. "Dia pasti masih ada di sana. Apakah dia tidak selamat? Ma-maksudnya, kalian sengaja mengatakan hilang, padahal dia sudah tidak bernyawa?" apakah para pelayan dan para senat keluarganya malu, karena tidak bisa menolong pangeran mereka, lalu mereka memutuskan untuk mengatakan bahwa anak kecil berumur 5 tahun itu hilang?

Minato kemudian duduk di kursi roda setelah dia dibantu oleh beberapa pelayannya yang datang dengan wajah khawatir mereka. Tapi meski begitu, pandangannya tetap tajam menusuk Alesto yang kini tidak lagi membungkuk, tetapi dia menunduk malu.

"Kami sudah bertanya pada warga di Chiesanuova. Lalu keterangan yang kami dapatkan dari mereka, bahwa tidak ada anak kecil di dalam ford transit yang Anda kendarai." Dia ingin menampar Alesto, tetapi Minato tidak pernah melakukan hal itu, bagaimanapun marahnya dia terhadap para senat. Namun kali ini berbeda. Kemarahannya dengan dasar yang paling memungkinkan siapa pun akan menampar Alesto. "Kami masih berusaha mencari sampai malam ini."

"Tentu saja kalian harus mencarinya sampai kapan pun!" Minato marah—walau dia mati-matian menahan kemarahannya, tetapi ini adalah kondisi paling wajar bagi setiap ayah di dunia ketika mengetahui putra mereka hilang dan selama dua hari penuh belum ditemukan keberadaannya.

E N O R M O U S ✔Where stories live. Discover now