#2: Two Hitmen

1.6K 219 10
                                    

"Seorang pemburu sejati tidak mengejar mangsanya. Mereka hanya duduk dan menunggu..."

—Nomaden, Mongolia

๑۩๑๑۩๑๑۩๑

Jepang, saat Nero berusia 15 tahun.

Sejak beberapa tahun yang lalu, ketika Nero mulai memutuskan untuk menjadi seorang pembunuh bayaran dengan cara menjadi seorang sniper kelas atas, ia ingat satu hal dan tak boleh dilupakan tentang hukum 'one shoot, one kill'. Hukum tersebut menjadi bagian paling penting atau sebagai kode etik yang tak boleh dilanggar. Menyia-nyiakan satu peluru itu jelas bagian dari pemborosan, dan tentu saja dia tidak pantas menjadi pembunuh jarak jauh jika selalu menuai kegagalan. Keinginannya selama ini barangkali hanya sebagai ajang tiru-meniru.

Untuk ketiga kalinya dia mendapatkan kegagalan sementara papanya bersumpah jika pria itu tidak akan mengampuni putranya jika di tugas keempat anaknya justru masih memperlihatkan hasil yang mengecewakan.

Sebelum benar-benar meninggalkan Nero di ruang bawah tanah. Yamato menampar pipi putranya sangat keras, kemudian mengunci anak itu di ruang bawah tanah rumahnya. Lalu Yamato memutuskan pergi sendiri dan ia tidak mau tahu lagi tentang Nero, atau seorang bocah ingusan yang tak tahu artinya menembak dengan tidak menyia-nyiakan selongsong peluru.

"Tidak bisakah aku menyumbang bayaran untuk membeli pulau pribadi?" dia mengeluh mengingat kegagalannya, sementara pulau pribadi yang papa dan ayahnya inginkan terbayang-bayang nyata di dalam benaknya. "Pantai pasir putih, rumah kayu seperti rumah Ibu Yuen di San Marino?" dan dengan jelas mereka bisa menciptakan satu ruang rahasia lagi demi bisa menyimpn senjata ilegal mereka yang mulai menumpuk. Seluruh replika senapan mematikan dari seluruh dunia.

Sedangkan Nero mulai menghitung detikan jam yang menggema seperti rintik hujan. Kini telah terhitung lebih dari dua jam dia terkurung di ruang bawah tanah yang kotor, lembap, serta bau. Namun dia bisa bernapas lega saat mendengar langkah seseorang mendekati pintu ruang bawah yang malam ini mungkin akan menjadi kamar tidurnya.

Nero kemudian mengangkat wajahnya, ia buru-buru melirik lubang kunci yang kecil. Bola mata seseorang bergerak-gerak mengintip ke arahnya. Dan Nero tahu siapa yang ada di depan sana. Bahkan aroma gyoza yang gurih atau mungkin baru saja keluar dari wajan panas menggelitik hidungnya.

Tidak lama dari dia masih mengamati pintu ruangan tersebut, Nero bisa mendengar suara kunci diputar secara tergesa-gesa. Selesai dengan memutar kunci, lalu pria tersebut masuk dengan membawa mangkuk berisi ramen, dan tentu saja adanya gyoza bukan menjadi tebakan yang salah.

"Anakku, aku membawa sesuatu untukmu," ayahnya masuk, aroma makanan itu cukup berhasil membuat perut Nero berbunyi. "Aku tahu betul, kau pasti berharap aku segera pulang agar kau bisa menikmati makan malam tepat waktu." Ujarnya riang.

"Apakah ayah segera pulang saat tahu aku mengalami kegagalan kian kali?" tidak peduli dengan lantai yang kotor dan bau, Kakashi duduk di depan putranya yang terdiam dan takut mengambil makanan setelah sang ayah dengan sangat yakin memberikan seluruh makanan itu untuknya. "Terima kasih, tapi jika Papa tahu ini, dia akan sangat marah besar." Tentunya, Nero tidak ingin kedua ayahnya malam ini kembali bertengkar hebat dan saling meneriaki satu sama lain. "Kembalilah ke atas." Imbuh Nero, cukup lelah meminta hal itu.

Kakashi menyempatkan mengusap kepala anaknya, kemudian dia berbisik, "Tidak akan ada pertengkaran hari ini. Lagi pula, aku sudah meminta izin, dia sungguh telah memaafkanmu, bahkan satu yang perlu kau ingat, dia seperti ini bukan karena dia tidak menyukaimu!"

Nero sendiri tahu perbedaan itu. Kedua ayahnya memiliki cara mendidik yang berbeda-beda. Jika seorang Kakashi memiliki cara sangat lembut, berbeda dengan Yamato yang justru mendidiknya sangat keras bahkan itu tentang cara menampar dan mencambuk kakinya menggunakan rotan. "Ayo, makanlah. Kau paling tidak suka dengan mi dingin, 'kan?" sebenarnya dia enggan, tetapi perut lapar dan makanan sudah tersaji di depan, membuat Nero tidak mampu menolak. "Selamat makan, Anakku."

E N O R M O U S ✔Where stories live. Discover now