#13

219 38 12
                                    

"Akhir-akhir ini, kamu sedikit pendiam. Adikku tidak berbuat macam-macam kepadamu kan?"

"Adik?"

"Copter Panuwat. Dia adikku."

.

Meskipun sudah sering ditimpa kejadian-kejadian tidak terduga, tapi, Tee tetap tidak bisa bersikap 'biasa saja' ketika mendengar penyataan ini. Mulutnya terbuka.

"Bagaimana bisa?" tanya Tee.

Alis Krist terangkat.

"M-maksudku, kalian memiliki nama marga yang berbeda."

Krist menghela nafas berat lalu melempar pandangannya ke luar jendela.

"Aku tidak yakin bisa menceritakannya kepadamu," gumamnya.

Tee tersenyum canggung. "Iya. Kita masih belum akrab..."

"Bukan itu," sanggah Krist. "Aku tahu kamu bisa dipercaya. Karena tidak mungkin Copter berteman dengan sembarang orang. Apalagi kalian tinggal bersama."

Tee menautkan alisnya, merasa sedikit janggal. Tahu dari mana Krist kalau ia dan Copter tinggal bersama?

"Aku hanya tidak ingin menambah rasa benci Copter kepadaku." Krist terkekeh menyedihkan.

"Benci?" tanya Tee. "Bukannya Copter tidak memiliki rasa benci?"

Krist memandang Tee lama. "Iya. Dia tidak memiliki rasa benci ataupun dendam. Karena kemampuannya... Kamu tahu kan?"

Tee mengangguk. "Ya. Copter pernah bilang, ia bisa takut dengan bayangannya sendiri kalau memiliki dua perasaan itu."

"Aku tidak bisa menjelaskan lebih jauh. Maaf."

"Aku mengerti."

Krist menatap sendu. "Bisakah kamu merahasiakan hal ini? Perihal aku sudah memberitahukanmu kalau aku kakaknya Copter," tanya Krist. "Aku mohon, sebisa mungkin kamu menyembunyikannya."

Tee mengangguk ragu. "Aku usahakan."

"Aku ingin bertemu Copter..." desah Krist pelan.

.

Copter menopang dagunya. Ia menatap jam. Biasanya jam segini, Bass menelponnya. Sekedar menanyakan kabar atau bercerita riang.

Tidak jarang Bass menelponnya satu jam lebih hanya untuk menceritakan pengalamannya seharian atau berkeluh kesah. Bahkan sampai Kimmon memelototi Copter karena menganggapnya bersantai di jam kerja.

"Hei, tumben ponselmu tidak berdering," kata Kimmon.

Copter mengangkat bahu.

"Mungkin dia sudah bertobat untuk tidak menghubungimu lagi."

"Apaan sih?" protes Copter.

"Kamu khawatir?"

"Tidak."

"Berhenti berbohong karena itu membuat telingaku sakit. Kalau khawatir hubungi saja dia," kata Kimmon ketus.

Copter melirik Kimmon yang sekarang sibuk melap pot gerabah.

"Hei, Kim."

"Hmm..."

"Apa kamu pernah merasa kalau kemampuanmu itu merepotkan?" tanya Copter.

Kimmon menoleh. "Kenapa bertanya begitu?"

"Penasaran. Telingamu selalu sakit kalau mendengar kebohongan kan?"

"Ya. Aku pernah mengatakannya kepadamu," jawab Kimmon. "Telingaku berdenging membuatku tidak bisa mendengar kebohongan itu. Tapi aku bisa membaca gerakan bibirnya."

Nani? [2Moons crack pair]Where stories live. Discover now