BAB 1

292 4 0
                                    

"Sudah kukatakan berapa kali padamu kalau aku sedang tidak ingin menjalin hubungan tidak serius ataupun serius dengan siapapun." Suaranya Azkia tegas memenuhi ruang kantin di siang itu dengan disaksikan ratusan mata.

Bukan hanya suara Azkia yang menarik perhatian,tapi sosok laki-laki tengah bersimpuh di depan kaki Azkia layaknya seseorang yang ingin meminang pujaan hatinya dengan cincin lamaran. Bedanya laki-laki tersebut memegang seikat bunga mawar dan sekotak coklat. Dan bukan lamaran untuk menjadi tunangan atau istri yang ingin ia ajukan, tapi sebuah hubungan pacaran. Azkia belum siap untuk hubungan apapun saat ini.

"Tapi aku mencintaimu, Az."

Azkia mendekap kedua tangannya, menatap galak laki-laki di bawahnya. "Dan aku tidak."

"Setidaknya kamu bisa mencoba." Pinta laki-laki itu.

"Aku mencoba, Ray. Sangat, sangat mencoba menyukaimu. Aku mencoba segala cara untuk bisa membuka hati selama kita jalan bersama. Tapi aku tidak bisa."

"Apa kamu perlu waktu untuk menjawabnya?"

Azkia memutar bola matanya kesal. Kenapa bisa ada laki-laki setidak peka ini terhadap ketidaktertarikannya.

"Tidak." Azkia melotot padanya, "Bangun dari situ, aku tidak suka kamu melakukan hal itu."

Siapapun yang melihat wajah Ray, pasti mengetahui hatinya hancur berkeping-keping. Mereka tahu perjuangan Ray selama satu semester mendekati Azkia, gadis manis sederhana yang cukup eksis dalam kegiatan organisasi di fakultasnya. Azkia adalah tipe gadis yang dikenal orang bukan karena kecantikannya, melainkan prestasinya yang cukup baik di antara teman-teman sejawatnya.

"Asal kamu tahu, aku tulus mencintaimu,"

"Terima kasih. Tapi cinta tidak cukup untuk menyeretku dalam sebuah hubungan serius denganmu. Maaf, kamu salah alamat."

Ray berdiri, menundukkan kepalanya menatap Azkia yang jauh lebih pendek di bawahnya, "Cintaku tidak salah alamat Az, hanya kamu saja yang menolak kehadiranku di depan rumahmu."

Azkia balik menatap Ray, "sekarang bisa kamu pergi? Aku harus melanjutkan makan siang." Suara Azkia terdengar dingin.

"Aku hanya ingin kamu ingat, suatu saat hatimu akan luluh oleh cinta, saat itulah keangkuhanmu akan sirna, dan kamu akan menderita, Az."

Azkia menatap Ray dengan galak, "Udah nasehatnya?"

Ray menyerahkan bunga dan sekotak coklat kepada Azkia, "Aku sudah pernah bilang padamu, aku tidak suka bunga ataupun coklat."

Ray tidak membalas perkataan Azkia. Dia tahu, sangat tahu. Enam bulan ia berusaha mendekati Azkia, mencari tahu apa yang ia suka dan tidak suka, tidak mungkin ia tidak tahu hal sekecil itu.

Hanya saja hari ini ia ingin special, memberi kesan romantis seperti yang disukai kebanyakan gadis-gadis. Namun Ray salah langkah. Ia mengartikan bahwa Tuhan memang tidak ingin menjodohkannya dengan Azkia.

"Ini untuk kalian," Ray menyerahkan bunga dan sekotak coklat kepada teman-teman gadis Azkia yang duduk di meja makan, dan menatap mereka bergantian. Antara enak dan tidak enak mereka menerima pemberian itu.

Ray pun berbalik dan pergi meninggalkan Azkia di antara penonton yang masih menunggu apakah ada kelanjutan dari drama penolakan paling dramatis di kampus sepanjang lima tahun terakhir.

"Udah nontonnya!" Azkia berbalik ke arah penonton dan melanjutkan duduknya bersama teman-temannya.

Izza, salah satu sahabat Azkia yang duduk di antara mereka berenam, menatap Azkia dengan tatapan mata penuh kelembutan.

"Jangan sekarang dech Iz. Aku malas dengar ceramah kamu."

Izza menyerah. Mengenal Azkia semenjak mereka duduk di bangku SMP cukup membuat hati lembut Izza menerima perlakuan Azkia yang kadang suka meledak atau terbawa emosi jika sedang tidak stabil moodnya. Akhirnya ia mengalihkan padangan dari Azkia dan ikut bersama teman-teman lainnya menghabiskan coklat yang dibawa Ray.

Azkia pasti nyesal nggak coba coklat seenak ini, pikir Izza.

***

Dear Heart, Why Him?Where stories live. Discover now