28. Kelas Ter-indah

259 31 27
                                    

[lama sekali aku tydack apdet. Maaf, apalah daya aku yang lagi MPLS. Kalian ada nemu cogan nggak di sekolah baru..hehe.

Part ini, aku buat dari seseorang laki-laki yang biasanya nggak bisa ngucapin harapan terakhirnya karena gengsi. Tapi di part ini aku buat, mereka bisa dan harus bisa. Awokk]
































































































***

Euforia

/Éuforia/

Menurut KBBI adalah (n.) perasaan nyaman atau perasaan gembira yang berlebihan.

Awalnya gue nggak pernah sejauh ini untuk tahu arti makna euforia itu sendiri. Selain lagunya, Jungkook BTS gue nggak tahu apa-apa lagi soal euforia. Dan anehnya, hari ini gue pengin senyam-senyum sendiri dan bersyukur karena kata euforia telah tercipta.

Berbalut kebayak kuning salem dengan perpaduan rok hitam polos serta rambut yang dicepol asal gue berdiri dengan senyum yang lantas nggak pernah lepas dari wajah gue yang manis ini.

Oke abaikan.

Tapi rasanya dalam dada gue ada rasa bahagia yang membludak keluar bersamaan dengan Haris dan Farah yang kini kejar-kejaran di tengah lapangan. Atau sesimpel senyum Budi disamping gue yang kini sedang melayani pelanggan. Juga se-alay gaya-gaya Amel dan Nevi yang foto di spot foto yang dibuat Budi.

Well, kalo gue tahu bahagia sesederhana ini. Kenapa nggak dari dulu aja ya?

Yang ribet daritadi itu Kembar. Mereka sibuk pinjem hapenya siapa aja buat foto-foto. Sampai di hape gue ada sekitar 100 koleksi foto mereka. Haha, emang se-narsis itu mereka.

Haris yang tadi lari-lari noel bahu gue pelan. Gue reflek menoleh ke dia. "Oy, Setan. Ada minum nggak? Capek njer." Gue terkikik geli melihat wajahnya yang super komuk ditambah keringat yang membasahi pelipisnya.

"Nggak ada. Lagian lo aneh-aneh aja minta minum ke gue. Noh ada botolnya doang sekarung beras." Gue mengambil tempat, dan duduk di sebelah Haris yang kini mengipasi dirinya sendiri dengan kerdus bekas. Dia nimpuk muka gue sebentar dengan kerdusnya. Sebelum agak menjauh dari gue yang mau nge-gampar dia.

"Santuy kali Ta. Lagian sih lo kenapa senyam-senyum sendiri? Iya tahu gue ganteng. Jadi jangan mengagumi nikmat ini pakek senyum lo."

Gue berdecak kesal mendengar ucapannya yang seketika gue pengin muntah berlebihan.

"Muka lo kayak gini ganteng? Gimana jelek ya coba?"

"Penghinaan lo. Gue do'ain aja ya lo naksir gue tapi gue nya nanti udah gak mau lagi kenal sama lo."

"Yeuh, kok lu gitu si Ris. Gak suka ya lo punya temen kayak gue? Dih anjer dah."

"Iya, Ogah punya temen kayak lo. Enaknya dijadiin pacar."

Gue menghirup nafas kesal. Sebelum menarik dasi hitam sebagai pemanis dari setelan hitam dan kemeja putih yang dia pakek. Dan gue mencekiknya perlahan membuat saluran pernapasannya tersendat.

"Yeuy. Gobloghhh. Altaaaa... Napas gue."

Mati. Mati lo Haris sekarang.

"Jangan digituin kali Ta. Kasihan dia udah merah semua." Suara bariton agak cempreng itu membuat aksi gue terhenti untuk membunuh Haris. Dan seketika gue menoleh.

Kelas ArchimedesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang