5. Permintaan

102 13 0
                                    

Adlea menghela nafas, sudah dua jam lebih dirinya menunggu Ario yang sedang rapat OSIS. Dan parahnya, ponselnya sudah hampir mati. Baterai ponselnya tinggal 5%.

"Kampret, mati," ucap Adlea. Ia lalu memasukkan ponselnya ke dalam ranselnya.

Adlea clingak-clinguk kesana kemari. Jika sudah mengalami gabut, ia sibuk memperhatikan orang-orang yang ada didepanya. Adlea juga berniat mencari sosok yang dikenalinya lalu meminta diantar pulang. Jika saja Ario tidak memaksa Adlea harus menunggunya, pastilah Adlea sudah melesat pergi dari tadi.

Pintu ruang OSIS terbuka, Adlea secara otomatis menengok ke sumber suara pintu. Adlea menurunkan bahunya dan kembali menatap kedepan.

Arjuna, sosok yang muncul dibalik pintu ruang OSIS. Matanya secara tidak sengaja sempat bertemu pada mata Adlea hingga akhirnya Adlea kembali memutar kepalanya. Alis Arjuna berkerut, ia berpikir mengapa Adlea sampai sekarang ini masih disini.

Arjuna melangkah mendekati Adlea, lalu duduk tepat disamping Adlea. Sedangkan Adlea masih bersikap tenang, seolah tidak peduli siapa manusia disampingnya.

"Kok masih disini?" tanya Arjuna dengan suara pelan.

Adlea menghadap Arjuna, "Di dalem pada bahas apaan sih?! Lama banget. Gue tuh nunggu Ario kampret itu, malah gak nongol-nongol. Dan lo? Kenapa bisa keluar? Mana Ario?" jawab Adlea panjang lebar sekaligus dengan nada dongkolnya.

Arjuna tersenyum tipis. Ia sebenarnya gemas melihat Adlea mengomel seperti ini.
"Gue izin duluan, ada acara. Ario ketua panitia jadi dia mimpin rapat." ujar Arjuna tenang.

"Gue bareng lo, boleh gak? Eh, maksudnya anterin gue pulang, hehe," pinta Adlea dengan raut wajah lucunya.

Arjuna terkaget. Batinnya bersorak senang. Tanpa ba-bi-bu Arjuna mengangguk kepalanya pertanda boleh.

Adlea tersenyum sumringah, ia lalu berdiri, "Boleh ngerepotin lagi?" tanyanya cengengesan.

Arjuna tertawa kecil, "Apa?" jawabnya.

"Bilangin sama Ario kalo gue balik sama lo,"

Arjuna mengacungkan jempolnya lalu berbalik badan. Ia kembali memasuki ruang OSIS. Tak menunggu lama, Arjuna pun muncul kembali dibalik pintu ruang Osis.

"Eh, makasih ya, Ar," ucap Adlea dengan senyumannya.

"Iya, Ad."

Adlea mengerutkan alisnya, "Kok Ad sih? Panggil Lea aja, Ar."

"Panggil gue Juna aja, Lea," jawab Arjuna dengan senyum tipis.

Mereka berjalan beriringan menuju area parkir. Sejujurnya Adlea tidak nyaman jika ia terus-menerus diam seperti ini, dirinya ingin mengajak Arjuna mengobrol namun takut.

Hingga sampailah mereka didepan motor trail hijau milik Arjuna.

"KLX banget?"

Arjuna mengangguk-angguk.

"Gue gak bisa naiknya," eluh Adlea melas.

Arjuna tertawa pelan, "Lo yang didepan aja, gimana?" tanyanya.

Adlea justru memanyunkan bibirnya.

"Boceng miring aja, Lea,"

Adlea mendesis, ia tidak nyaman jika membonceng dengan posisi miring.

Arjuna telah memakai helm juga sarung tangannya. Dia mulai menaiki motornya, Arjuna sempat melirik Adlea yang tampak bingung. Ia tersenyum tipis.

"Yuk?" kode Arjuna kepada Adlea untuk segera menaiki motornya.

Adlea sudah dalam posisi boceng miringnya. Ia seharusnya pegangan. Namun, ia takut kepada Arjuna. Ia takut jika Arjuna ilfil kepada Adlea karena berani-beraninya pegangan pada tubuh Arjuna.

"Pegangan aja," ujar Arjuna kalem.

Adlea pelan-pelan menjalankan tangannya pada pinggang Arjuna.

"Sorry," ucap Adlea saat dirinya telah menempatkan tangannya pada pinggang Arjuna.

***

ARJUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang