Tok! Tok! Tok!
Mia menghentikan aktifitas menemani si kecil menggambar, lalu ia berjalan ke depan membuka pintu. Betapa senangnya ternyata suaminya pulang sesuai janjinya.
"Mas," sambutnya sambil mencium punggung tangannya. Sedangkan suaminya hanya tersenyum tidak seperti biasanya kalau istrinya cium tangannya, pasti ia membalas memcium kening. Tak lama Arman menggeser posisinya menampilkan seseorang.
"Hana, kamu ko bisa bareng sama mas Arman?" tanya Mia pada Hana teman waktu SMA tapi beda kelas dengannya, Hana dulu sekelas dengan Arman sedangkan Mia adik kelasnya.
"Biarkan kami masuk dulu Mia," ujar Arman. Apa! dia panggil aku hanya nama! Batin Mia, ia semakin bingung dibuatnya.
"Masuklah, silakan Hana," ucap Mia mempersilakan. Terlihat Arman menggandeng tangan Hana dan menyuruhnya duduk dan Arman duduk disebelahnya. Melihat pemandangan seperti ini membuat perempuan berbadan tambun sesak untuk bernapas. Mia duduk didepaannya. Tatapannya berkabut cairan bening siap menetes melihat sikap Arman seperti itu.
"Mia, Mas dan Hana ... kami, sudah ... sudah menikah," ucapnya terbata-bata. Bagaikan ditusuk puluhan belati sungguh, hati Mia sakit. Sakit mendengarnya, apa maksudnya?
"Apa! Apa ada yang kurang denganku, sampe Mas nikah lagi tanpa izinku." Emosi seketika menguasainya.
"Mia, nanti aku akan jelaskan. Sekarang, aku cuma mau memberitahumu dulu, tidak untuk mempermasalahkannya."
"Mas, pikir ini bukan masalah? Lalu gunanya apa aku sebagai istri. Aku itu berhak ikut campur atas apa yang Mas lakuin, dan Mas yang lakuin sekarang adalah masalah besar." Perempuan yang sudah tak seramping dulu itu tak sanggup berlama-lama dihadapan mereka, ia segera masuk ke kamar memeluk sikecil yang baru berusia empat tahun itu.
"Mamah, Mamah kenapa ko ada air matanya?" Mia hanya menggeleng tak sanggup menjawabnya.
Terdengar Arman diluar menyuruh Hana untuk tidur dikamar tamu. Lalu ia masuk ke kamar Mia.
"Eeh, anak Papah belum tidur sayang?" ucapnya sama si kecil Rania. Mia beringsut pura-pura tidur.
"Balum. Papah sudah pulang, pensil warna pesenan aku mana?" Rania menagih janjinya yang akan membelikan pensil warna untuk menggambar.
"Papah lupa sayang, besok beli sama Mama aja ya," ucapnya. Janji yang selalu ia tepati sekarang ia ingkari.
"Ya sudah sekarang Rania bobo sama Mamah yah," bujuknya lalu keluar dari kamar. Tampak wajah Rania sedang menahan tangis kekecewaan terhadap Papahnya.
"Sayangnya Mamah, bobo sini yuk," diraihnya tangannya untuk naik keranjang tidur bersama. Hati Mia sangat kecewa pada Arman, sampai-sampai janji pada anaknya lupa.
Paginya Mia terbangun terlihat Arman tidak tidur bersamanya, biasanya ia bangun sesudah istrinya bangun. Tapi di sebelah Rania kosong, berarti ia tidur dikamar lain.
Ia keluar menuju dapur untuk mengambil minum. Terlihat Hana sedang melakukan aktifitas yang seperti biasanya ia lakukan, memasak. Rambutnya basah dibiarkan tergerai. Dadaknya sesak melihatnya, Mia pun urungkan niatnya untuk mengambil minum.
Seminggu sudah berlalu, Mia mencoba untuk menerima kehadiran Hana di rumah, ia mencoba menjadi wanita yang tegar yang pandai bersyukur. Selama seminggu Arman sering tidur bersamanya tapi ketika ia bangun, Mia tak mendapatkannya lagi sedang tertidur di ranjang.
"Mas, aku mau bicara," pinta Mia saat melihat Arman keluar dari kamar tamu.
"Bicaralah Mia."
"Kita bicara dikamar kita aja," ajaknya.
"Mas, tolong izinkan aku pulang ke rumah Ibuku, aku mau menyudahi pernikahan ini saja," ucapnya setibanya di kamar berusaha tegar.
"Kenapa sayang, bukannya kemarin kamu sudah terima pernikahan aku dan Hana, dan di sini tinggal bareng kita."
"Iya, aku terima. Tapi aku melihat Mas memanggilku sayang saja malu didepan Hana, sedangkan Mas memanggilnya sayang padanya tak tahu aturan ada aku atau tidak. Mas tak lagi memikirkan perasaanku. Aku sudah gak kuat lagi, Aku relakan kalian bersama dan aku akan pergi dari rumah ini, istana kita dulu."
"Biarkan aku sendiri, daripada bersamamu aku sakit. Semoga kalian bahagia," lanjutnya.
Selesai...
*Abis baca ini baca #Manut_Mbojo pasti gak kesel lagi 😃😃😃