part 2 Ical Bagaskoro

83 14 13
                                    

Pada akhirnya, memasuki awal bulan, dua pasangan muda yang akan mengontrak tersebut, telah serius untuk menempati rumah yang di kontraki oleh keluarga Mulyono tersebut, seorang pemuda dengan kaos berwarna putih, dia turun dari mobilnya dengan di dampingi oleh istrinya yang tengah hamil, mereka adalah Ical Bagaskoro dan istrinya Wiwid Pramita. Wanita dengan tubuh ramping dan kulit putih, memandang rumah tersebut, sambil memeluk suaminya.

       "Kelihatannya rumahnya terlihat nyaman....", dia berguman sambil menatap mesra Ical.

         Mereka kembali masuk ke dalam mobil untuk memasukkan mobil tersebut ke dalam garasinya, pada saat yang bersamaan Ibu Raya Lestari, wanita ibu rumah tangga tersebut, melihatnya ketika dia sedang berbelanja sayuran di depan pintu pagar rumahnya yang berwarna abu - abu, wanita berambut pendek tersebut, melihat ke arah Ical yang sedang menutup pagar pintu rumahnya.

         "Pak Haris, dan istrinya belum ke Jakarta lagi...", ? Pak Wowor yang menjual sayuran tersebut bertanya kepada Raya, yang mengambil uang dari sakunya untuk di berikan kepadanya.

        "Kemarin, dan saya dengar ada kegaduhan dari tukang yang bekerja sebelum pegontrak itu masuk, istrinya lagi hamil juga, memangnya dia tidak takut terhadap penunggu di rumah itu, kalau orang hamil.....", kata - kata Raya tiba - tiba saja di potong oleh anaknya Bagas yang baru saja datang terlihat dari baru saja dari kendaraan umum, dengan menyandang ranselnya dan baru saja pulang dari kampusnya.

        "Shhhh, mama kalau bicara hati - hati mah...", wajahnya nampak tidak senang dengan sikap ibunya yang suka bergunjing dengan tetangga lainnya, membesar - besarkan masalah rumah yang di kontraki oleh keluarga Mulyono tersebut.

      Laki - laki berumur dua puluh tahun itu, masuk ke dalam rumahnya, dengan kesal lalu dia menutup pintu teras rumahnya, pada saat yang bersamaan Rama adiknya baru saja pulang juga dari sekolahnya, celana abu - abu belum di lepasnya, tetapi dia sudah mengenakan kaos santai di rumah sambil menonton Tv.

          "Kesal sekali kakak, dengan mama, membesarkan masalah terus rumah kontrakan milik keluarga Mulyono, lagipula jika istri yang mengontrak sedang hamil mudah - mudahan tidak di ganggu olehnya, dan memang itu sangat menyeramkan, tapi lebih baik takut dengan Tuhan daripada dengan makhluk halus, bukan maksud kakak menatang juga yah...", Bagas bicara dengan nada berapi - api, sedangkan Rama menanggapinya dengan santai, dia turun dari kursi untuk berdiri berhadapan dengannya.

       "Lagipula sepertinya baik, tidak menyakiti manusia...", dia berkata sambil bersedekap, kemudian memalingkan wajahnya, sambil menatap ke arah rumah tersebut yang posisinya temboknya di samping pagar rumah mereka.

      "Sudah kak, bukan waktunya berdebat mengenai makhluk halus, aku mau ganti baju dulu nanti sore aku mau bermain basket dengan anak - anak komplek....", dia berkata sambil melintasi Bagas, yang juga akhirnya masuk ke dalam kamarnya.

       Di lain tempat, di kota Bandung, udara hari ini terasa dingin, dia masuk ke dalam mobilnya sepulang dari kantor malam itu, sambil menerima telepon dari Vera, satu tangannya mengenggam Hp dan satu tangannya lagi menyalakan mesin mobil, pada saat yang bersamaan Very mengetuk kaca mobilnya diapun membukanya.

         "Hani, mobil aku kemarin baru ada di bengkel, boleh aku ikut nanti di tengah jalan, kalau ada angkot aku turun...", dia berkata, sambil menonjolkan kepalanya ke dalam mobil.

        "Masuk saja sayang...", dengan mesra Hani kembali membuka kunci mobilnya, diapun duduk di sebelahnya, dan gadis itu mulai menyetir mobilnya meninggalkan kantor.

         "Bagaimana kabar rumah yang di kontraki oleh orang tuamu itu...", ? Dia bertanya ingin tahu dan Hani menanggapinya sambil sibuk mengemudi, sorot matanya fokus menatap kaca spion.

         "Yang mau mengontrak sudah masuk, mudah - mudahan tidak ada gangguan dari penghuni rumah tersebut, karena istrinya sedang hamil. Namanya Kak Ical, aku menyebutnya begitu karena dengar cerita dari mama dan papa, dia lebih tua dariku, dan istrinya mbak Wiwid, usia kandungannya memasukkin lima bulan....", Hani bercerita panjang lebar.

        "Memangnya tidak ada pengajian di sana...", ? Very bertanya dengan penasaran, dan Hani menggeleng.

         "Sebenarnya sudah, tetapi penunggunya tidak mau pergi, tidak berapa lama kemudian dia datang lagi...". Hani menjelaskan panjang lebar.

        Ketika sedang di perempatan jalan, akhirnya Very turun di sana, di jalan inipun terlihat penerangnya tidak banyak, dan entah bagaimana, tiba - tiba ada seorang anak kecil duduk di jok belakang mobil, Hani terkejut dia langsung memarkir mobilnya di tepi jalan, dan ketika menoleh ke belakang anak kecil itu sudah tidak ada di sana, yang akhirnya Hani melanjutkan perjalanan mobilnya.

      Secara waktu bersamaan, ini adalah hari pertama Ical dan Wiwid mengontrak di rumah itu, pada pukul sebelas malam, Ical berjalan keluar kamar dan menuruni anak tangga, pada saat itu dia melihat ada sekelebat bayangan hitam di kamar dapur, dan pintu yang terbanting sendiri.

       "Astragfirullohhhh.......", dia langsung memekik terkejut, tepat kala itu juga  Wiwid terdengar memanggil dengan suara panik dari dalam kamar, buru - buru pemuda itu kembali ke dalam kamar dan mendapati Wiwid menunjuk ke arah plafon.

        "Itu, ada kepala di sana....", suaranya terdengar terengah - engah.

        "Kepala manusiaaaa.....", ?? Ical terperanjat kaget, dan langsung memeluk Wiwid yang tidak bisa berkata - kata lagi.

      Ical baru menyadari, kejanggalan rumah tersebut, namun dia tetap bertahan di sana,  baginya selama iman masih kuat, tidak perlu merasa takut dengan gangguan jin atau syetan, Ical juga menceritakan dengan apa yang di lihatnya juga kepada Wiwid.

         "Aku juga melihat sosok berbulu hitam....", wajahnya nampak bergidik, tidak percaya atas penglihatannya sendiri, malam semakin larut dan sunyi, hawa sejuk dari Ac semakin menusuk ke kulit di kamar lantai dua yang mereka tempati tersebut, Ical menyuruh Wiwid untuk kembali tidur bersamanya, tanpa di sadari, sosok tersebut memandangnya dari pojok kamar, dengan matanya yang besar memerah kemudian menghilang, dia terlihat marah, dengan mereka entah alasan apa...?.

        Suara gitar, dari anak - anak yang bermain di teras rumahnya, juga sudah kembali sunyi dan mereka terdengar masuk ke dalam rumah masing - masing, suara Rama adik Bagas terdengar jelas dari luar komplek, karena tekanannya yang keras, ketika memanggil Bagas.

         Di waktu yang bersamaan itupun, di lain tempat di kota Bandung, Hani sedang bercerita juga mengenai anak kecil yang di lihatnya di dalam mobil dengan Ridho.

             " Jadi anak kecil, duduk di belakang jok waktu di jalan tadi, dan aku sampai kaget...", Hani berkata dengan panjang lebar, Ridho hanya memberikan cengiran sambil menunduk mendengar cerita tersebut.

         "Akibat terlalu banyak nonton film horor jadinya seperti itu...", dia mencibir ke arah Hani, matanya langsung di belalakan mendengar perkataan Ridho tersebut.

             "Percuma saja aku cerita padamu..", dia menggerutu sambil keluar dari kamarnya, dan menuruni anak tangga, untuk menyalakan Tv di ruamg keluarga, agar bisa menghilangkan rasa kesalnya kepada Ridho.

             "Papa baru dapat cerita lagi dari mas Ical...", Haris menegur Hani, ketika dia melihatnya sedang di ruang Tv, gadis itupun menoleh ke arah papanya, tersebut yang kemudian duduk di sebelahnya.

               "Ada apa...", ? Dia memandang wajah Haris dengan serius.
   
               "Itu katanya ada kepala di kamar mereka..., " Haris menjawab datar

       
        

       
        
              

Dihantui ( Masih Berupa Outline ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang