"Jennie,ayo makan dagingnya. Bibi sengaja memasak banyak karena kau datang." Aku mengangguk sopan pada Bibi Dami.
"Jennie,makanlah." Kalau itu,paman Kim. Aku menanggapi dengan senyum tertahan. Nafsu makanku menghilang karena kejadian tadi sore. Pikiranku penuh akan Park Jimin. Lelaki itu satu satunya yang membuatku benar benar kehilangan. Entah apa. Aku merasa seperti kehilangan seseorang yang begitu baik selama ini.
Makan malam sudah selesai. Aku membantu Bibi Dami mencuci piring didapur. Sementara Taehyung sudah naik ke kamarnya untuk mengerjakan tugas.
"Kabar papamu bagaimana?"
"Baik bibi,papa juga sedang perjalanan bisnis ke luar negeri."
"Dia--masih sering memukulimu?" Aku membeku.
"Bibi,mangkuknya ditaruh dimana?"
Bibi Dami meletakkan dua tangannya dipundakku,"Jujurlah Jennie,Kim Hae In masih menyakitimu kan? Katakan pada bibi,apa benar?"
Aku menggulir netraku kearah lain,menatap mata bibi Dami membuatku kehilangan daya. Apalagi wanita berkepala empat itu seorang psikiater yang pandai membaca gerak tubuh. Aku menghela,kemudian mengangguk lemah.
"Papa--selalu bilang kalau kalian itu penjilat. A-aku selalu menentangnya,makanya papa memukuliku. I-itu bukan tanpa sebab kok,bi."
Aku tidak tahu apa ini hanya perasaanku atau bukan,tapi aku bisa melihat perubahan kecil dari raut bibi Dami. Tapi berubah teduh setelah sepersekian detik.
Kurasakan tangan bibi Dami mendarat dipuncak kepalaku. Mengelus suraiku dengan begitu lembut,perlakuan bibi Dami mengingatkanku pada mama. Apa benar mama sudah melupakanku? Sebegitu mudahnya?
"Dia tipe orang yang tempramental Jennie. Tapi kau anaknya,bibi masih tidak mengira bahwa dia bertindak sejauh itu,tapi apapun yang terjadi rumah ini selalu terbuka untukmu." Seulas senyum dari wajah cantik ibu Taehyung membuat perasaanku hangat. Ini bukan sekali dua kali bibi Dami memperlakukanku seolah anaknya. Aku--merasa bersyukur bisa mengenalnya. Sosok hangat yang begitu menyayangi anak dan suaminya dengan tulus. Tanpa jeda.
"Uh,temui Taehyung,dia pasti sudah menunggumu sejak tadi. Bibi akan membereskan sisanya"
"Tapi bi--"
"Sudah sana,ini kan hampir selesai."
Aku mengangguk. Meninggalkan persegi dapur untuk menuju kamar Taehyung dilantai atas. Namun langkahku terhenti,presensi Taehyung disisi meja makan membuatku terkejut. Dan apa arti sorot matanya yang tampak sendu. Kenapa ekspresi Taehyung aneh.
Pria itu--tengah berdiri dengan tangan terkepal. Garis wajahnya benar benar tegas,menandakan bahwa laki laki ini sudah beranjak dewasa. Dia bukan lagi putra Kim Sejeong yang cengeng dan menangis hanya karena mainannya hilang. Tapi laki laki didepanku ini,terlihat begitu kuyu dengan raut lelahnya yang membuat hatiku tersentil nyeri. Ada apa dengannya?
"Tae.."
"Ayo ke kamarku." Dia pergi lebih dulu. Meninggalkanku dengan segudang tanya yang membludak tanpa jeda. Aku hanya tidak mengerti arti tatapannya. Kenapa dia terlihat begitu lemah sekarang. Kemana jiwa Taehyung yang acuh. Apakah dia memang benar Taehyungku? Oh sadarlah Jennie,sejak kapan Taehyung itu milikmu?
Aku memasuki kamar yang sebagaian besar berwarna hitam. Kamarnya sangat rapi,berbeda dengan kamar milik Jungkook yang tidak tertata. Tidak ada pakaian yang berserakan diatas ranjang,malah ranjangnya sangat rapi seperti tidak pernah ditempati. Dan ya,dugaanku benar. Taehyung memang tidak tidur diranjang. Dia malah memilih tidur di window seat.
"Kenapa kau tidur disana? Memang tubuhmu tidak sakit?" Dia mengendikkan bahu,memilih duduk dimeja belajarnya dan melanjutkan mengerjakan sesuatu. Aku tidak tahu itu apa--tapi bentuknya seperti chip memori.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Choose You | Revenge and the past
Fanfiction- revisi "Me and you, are the thread of destiny. Me for you, and you for me." ©️Flo! 310320-140920 #5 in taennie on September 16 2020