Bertaruh dengan masa lalu, beralih membahagiakanmu dan memilih untuk terus bersamamu. Kau tau itu yang kunamakan 'impianku'
________________________________________
Alka berjalan tegak menuju ruang kerja Brawijaya. Dia tau seberapa hebat ayahnya dalam mengelola bisnis. Namun, kali ini dia datang bukan untuk meminta izin untuk pergi ke les, atau mengikuti lomba, atau hal hal yang berhubungan dengan pendidikan lainya.
Brawijaya menengok letika mendengar suara gesekan pintu, dia mendapati anak kesayanganya di sana.
Lelaki tua itu tersenyum sambil melambaikan tangan kananya, menyuruh Alka untuk kemari.
"Papa udah pernah bilang kan, kalau Alka mau les tinggal berangkat aja, gak usah minta izin sama papa, Alka kan udah gede"
Namun bukan itu yang ingin Alka bicarakan.
"Pa, Alka kesini mau ngomong soal kakak"
Brawijaya terlihat sensitif mendengar topik yang akan Alka bahas ini.
"Siapa kakak kamu?" Brawijaya memutar kutsi kebanggaanya, beralih membelakangi Alka dan seolah mencari sesuatu dalam brangkas.
"Kamu itu anak tunggal"
Alka menggeleng, "Papa jangan gini dong pa, Papa harus tau gimana rasanya jadi Alden"
"Papa coba liat mama, Alka kasian, sejak Alden pergi mama jadi gini"
Brawijaya tak tergetak sedikitpun dengan pekataan Alka.
"Dengar ini baik baik, anak papa cuma kamu, kamu anak tunggal keluarga ini, jadi kamu harus tau bagaimana cara membahagiakan papa sama mama, ngerti?. Sekarang papa mau kamu naik, dan nggak usah ada lagi pembicaraan mengenai Alden. Papa harap kamu mengerti, Ka"
Alka diam
Aku juga mau papa ngerti
Usahanya tak membuahkan hasil. Bagaimanapun ini, Alden masih saudaranya. Jika ia tidak pernah dianggap adik oleh Alden, itu bukan berarti dia harus melupakan Alden sebagai kakaknya. Dia tidak pernah membenci ketika Alden tak pernah menganggapnya ada. Dia tau posisi sebagai adik adalah menghormati dan sebisa mungkin juga berperan melindungi
*********
Alden terlihat menawan dengan hoddie merah kebanggaanya, dia berjalan diikuti Vraka dan Edgar di belakangnya. Lelaki itu berjalan lurus tanpa henti, sampai sebuah kerumunan terpakasa menghentikan langkah mereka yang hendak menuju kelas.
Banyak yang menggerombol, memadati koridor hanya untuk melihat sebuah pengumuman. Vraka berdecih. "Palingan cuma puisi si Keke yang gak mutu itu"
Edgar tertawa "Bener tuh, dia kalo nulis acak adul banget" ucap Edgar menimpali.
Alden penasaran, kalau memang iya puisi si Keke, pasti tidak akan ramai begini. Rasa penasaranya bertambah ketika salah satu di antara mereka yang berkerumun saling berbisik bisik, menyebutkan nama yang tak asing di telinganya.
Pemain barunya, Wilda.
"Minggir minggir", Alden membelah paksa kerumunan, ia ingin melihat pengumuman apa yang tertempel sampai sampai membuat koridor padat seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kara
Teen FictionNafasnya yang tak beraturan mungkin cukup menjadi bukti dimana hatinya sedang tak karuan. Alden semakin mendekatkan Wajahnya ke arah wilda, lebih tepanya berada di samping telinga gadis itu. Tak segan segan membuat nafas gadis yang di depannya semak...