💖4. Martabak dan Donat💖

2.5K 234 59
                                    

Saga mampir ke toko kue favoritnya yang menjual donat. Donat kesukaan anak-anak dan martabak manis kesukaan Reres. Semuanya rasa coklat. Tidak sering Saga membelikan camilan ketika pulang kerja, kecuali memang ada pesanan dari istri atau buah hatinya atau ketika jalanan tidak macet ia akan mampir.

Saga hampir lupa, ada ibunya di rumah. Maka ia segera berbelok ke salah satu tempat lagi yaitu outlet milik salah satu artis yang kuenya memang terkenal lezat dan legit.

Lagi pula menyenangkan hati keluarganya merupakan salah satu hal baik untuk membuat hubungan semakin harmonis. Saga tersenyum membayangkan sambutan Reres. Pasti istrinya itu sangat senang lalu ... Saga tertawa kecil lalu ia menggelengkan kepalanya saat otak mesumnya membayangkan akan dapatkan jatah malam. Lagipula sang istri sudah tak lagi datang bulan. Saga juga berharap semoga hubungan Nindy dan Reres membaik.

Pria itu segera ke luar dari dalam mobil ketika tiba. Lalu berjalan masuk melihat sang istri yang tengah sibuk dengan kegiatannya.

"Selamat sore, Kesayangan," sapa Saga pada dua orang di ruang tamu.

"Sore, Bee." Reres menjawab dengan mata yang masih sibuk menatap ponsel. Melihat hasil foto hari ini bersama Brian. Memilih mana yang akan di posting. Riasannya juga masih di sana. Membuat Saga tersenyum. Reres tampak cantik dengan bentuk tubuh yang sedikit berbeda.

Saga memajukan tubuhnya lantas memberikan punggung tangan di hadapan Reres untuk dikecup. Reres menyambutnya dengan senyum sungkan. "Maaf." Perkataan itu menjelaskan bahwa dia terlalu bersemangat sampai lupa kebiasaannya.
Kay sendiri hanya memandang sesaat lalu kembali sibuk dengan makanan yang ada di hadapannya.

"Kay, salim sama Yayah dulu, ya," perintah Reres saat tahu respon Kay. Kay menurut. Reres tersenyum. Kay tidak banyak bicara tapi selalu menurut dengan perintahnya.

"Mana Nay?" tanya Saga saat tak melihat keberadaan putrinya.

"Ada. Sama ibu di kamar. Lagi belajar sama Nay." Saga menganggukkan kepala. Meletakkan satu kotak martabak manis di meja lalu meninggalkan keduanya.

Reres tersenyum saat tahu tatapan Kay yang mengarah pada donat yang dibawa Saga. Mungkin anak kecil itu bingung kenapa donatnya tidak diletakkan meja sekalian. "Yayah mau ketemu Sama Oma dulu. Nanti donatnya dibagi dua sama Kakak, ya. Sekarang makan Kay dihabisin dulu, baru boleh makan donat," jelas Reres pada Kay sambil mengusap rambut putranya.

Saga tersenyum. Reres begitu telaten dan sabar dalam mengajari dan menghadapi anak-anak. Ia bersyukur mempunyai istri Reres.

"Sudah lama, Bu?" tanya Saga saat membuka pintu kamar Nay. Terlihat Nay dan Nindi memang sedang belajar. Tepatnya Nay sedang mewarnai dan Nindi memperhatikan.

"Saga. Kamu sudah lama?" Nindi merentangkan tangan yang disambut pelukan hangat oleh Saga. Wanita senja itu mengecup kening putranya.

"Baru saja datang. Maklum, Bu, macet." Saga memerhatikan Nindi dari atas ke bawah. Tersenyum lebar saat ibunya baik-baik saja. "Ibu sehat?"

"Sehat. Makanya Ibu bisa sampai sini," sindir Nindi tepat sasaran sedangkan Saga hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Salah tingkah.

"Maaf, Bu. Kemarin itu kita sibuk banget," kilah Saga. Ia memberikan kotak yang dibawanya sambil menuntun Nindi keluar. "Ini kue artis favorit ibu. Yuk, dimakan di depan. Nay, kalau sudah selesai makan donat bareng adek, ya."

"Okeh, Yayah." Nay berkata sambil mengacungkan jempolnya kemudian melanjutkan kegiatannya.
Sampai di pintu, Nindi berbalik. Menatap marah pada Saga. "Kamu itu, ya. Sudah tahu kalau Reres itu gemuk, tapi kamu tetap saja membelikan dia camilan terus. Gimana dia bisa kurus?"

"Bu." Saga lelah. Ia menghembuskan nafas kasar. "Saga nggak peduli. Mau Reres gemuk atau kurus bagi Saga sama saja. Dia tetap Reres-nya Saga."

"Bukan itu intinya, Saga! Kamu sudah dibutakan cinta. Reres itu sekarang gemuk. Badannya melar. Bengkak. Melebar kemana-mana! Lihat, sekarang di sudah nggak kurus lagi. Nggak seksi lagi."

"Namanya gemuk itu ya berarti dia nggak kurus, Bu," canda Saga. Ia sebenarnya lelah memperdebatkan hal yang sama semenjak bentuk tubuh istrinya yang berubah.

"Saga. Asal Kamu tahu, kurus itu sehat, lincah dan yang paling penting semua baju pas di tubuhnya," jelas Nindi marah. Matanya menatap nyalang, terlihat kebencian. "Lihat, dia yang gemuk sekarang, jadi malas. Nggak gesit. Di rumah terus. Dan kamu malah memanjakannya dengan camilan."

"Nay, sudah selesai belum mewarnainya?" tanya Saga pada putrinya. Berjalan mendekati dan melihat hasil pekerjaan Nay. "Wah, bagus banget warnanya, Nay! Sekarang, Nay istirahat dulu, ya. Makan donat bareng adek," perintah Saga. Mengangkat kotak donat yang disambut dengan bahagia oleh bocah itu. Setelahnya dengan berlari Nay menghampiri Reres dan Kay di ruang keluarga.
Sekarang, Saga fokus pada sang ibu. Ia harus menjelaskan sesuatu pada wanita senja itu.

"Dia gemuk setelah ngelahirin anak-anak. Udah usaha untuk kurus, tapi Ibu tau kemarin dia sakit. Bahkan sampai sekarang masih suka nyusuin Nay. Saga sayang sama Reres bukan karena dulu dia ratu kecantikan kok. Saga sayang, karena dia Reres dan bukan orang lain."

Nindi mendengus mendengar penuturan putranya. Ia tertawa geli mendengar bahwa Nay masih disusui oleh Reres. "Istrimu itu terlalu memanjakan anaknya. Anak sebesar Nay kok masih disusuin. Itu dia yang bodoh dan tidak tegas. Makanya tubuhnya semakin besar saja."

Nindi melangkahkan kakinya akan ke luar kamar Nay, tempatnya berdebat dengan Saga. "Harusnya kamu bilang supaya dia diet."

Nindi berjalan ke luar kamar. Ia duduk di kursi makan dengan mata menatap ke keluarga kecil Saga. Memang dua cucunya itu terlihat bahagia. Hubungan keringat harmonis, tapi ia malu mempunyai menantu gendut. Tidak bisa dipamerkan dan dibanggakan. Apa kata temannya nanti?

Saga ke luar kamar. Ia menghampiri keluarga kecilnya. Ikut bergabung menyantap camilan yang tadi dibawa pulang. Bercanda dengan Kay dan Nay hingga ia memilih mandi. Reres sendiri menyiapkan makan malam.

Nindi? Wanita itu hanya mengamati. Tak ada niat sama sekali untuk membantu. Dari tadi mulutnya sibuk berdecih dengan mata yang terus mengarah pada Reres.

"Ibu mau makan apa?" tanya Reres pada Nindi yang masih betah duduk di kursi meja makan. Setelah ia membuat ayam krispi untuk Nay dan Kay, lalu membuat udang asam manis favorit Saga dan dirinya. Tinggal Nindi yang belum terdapat makanan favoritnya.

"Saya makan ayam tepung cucu saya saja. Kalori, lemak, dan proteinnya seimbang sehingga tidak membuat saya gendut setelah makan," ujar Nindi sinis. Sengaja memberi kalimat menyakitkan hati untuk Reres. Supaya menantunya itu sadar bahwa tubuhnya tak seindah dulu lagi. Tak sedap dipandang dengan beberapa lipatan di perut dan lengan yang besar.

Menulikan telinga dan menganggap kata itu tak pernah keluar dari mulut mertuanya, Reres kembali bertanya, "mau dibumbu apa, Bu? Sambal geprek atau saya buatkan dengan bumbu steak?"
"Cerewet banget, ya, kamu itu! Sebenarnya bisa masak atau tidak?"

***
.
.
.
.
Adakah yang baca ini memang agak ala ala Indosiar ya.. 😭😭 harap maklum

Cinta 100 Kg Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang