Imelda bergegas keluar dari sekolah dasar tempat ia mengajar untuk pulang sebentar ke kost. Ia mau ganti baju. Hari ini sangat gerah. Ia tidak akan mengajar dengan baju berkeringat walaupun tubuhnya tidak berbau.
Suara ban mobil berdecit mengerem membuat Imelda menutup mata seraya memekik tanpa sadar. Ia memegangi dadanya yang berdebar-debar kencang.
Langkah kaki berderap terdengar ditelinga Imelda. Ia membuka matanya dan melotot pada sosok menyeramkan yang berdiri didepannya ini. Ia rasa guru killer saja tidak membuat dirinya takut dibanding sosok tersebut.
"Apa kamu tidak punya mata sehingg berjalan tidak menoleh kiri dan kanan..?" desis sosok yang berjenis kelamin laki-laki serta kasar ini.
Telinga Imelda langsung memerah begitu juga wajahnya. Matahari terik membuat dirinya tambah kepanasan .
Imelda melangkah mendekati lelaki itu, tangannya teracung ke arah dada lelaki tersebut tanpa sadar.
"Saya berjalan pada tempatnya..?!!" desis Imelda marah. Telinganya terasa berasap. Ia tidak tahu kenapa dirinya tidak bisa mengendalikan diri karena ucapan lelaki ini.
"Berjalan pada tempatnya..?" lelaki ini mendengus membuat Imelda ingin menghantamkan biola yang ia gendong dipunggungnya itu.
Mereka berdua saling melotot tanpa mengalah. Suara seseorang menyela perang pandangan.
"Kang.. Aku rasa kita tidak mau kan teteh itu gosong lantaran matahari.. ?" ucap lelaki muda yang keluar dari kemudi mobil.
Imelda yang masih melotot pada lelaki yang ia kenal waktu acara dirumah sepupunya ini.
"Well.. Matahari memang terasa panas, tapi sikap anakku itu yang tidak..." lelaki ini menarik napas menenangkan pikirannya karena terdengar menyerocos seperti remaja. "Hmm.. Anakku ingin bertemu dengan kamu teacher Imel..?" ucapnya tegang karena menyebutkan kata teacher Imel. Lidahnya saja terasa asam.
Imelda terdiam, ia berusaha mengingat anak mana yang dibicarakan oleh lelaki sangar didepannya ini.
"Apa kamu tidak mendengarkan ucapanku..?" suara itu terdengar dingin.
"Tentu saja saya mendengarkan perkataan anda Master Cold Face..?" suara Imelda juga terdengar dingin.
Terdengar dengusan seseorang yang berada dibelakang lelaki berwajah dingin didepan Imelda.
"Apa kamu mau tertawa Ian..?" tanya lelaki berwajah dingin yang tak lain bosnya Ian ini, Tio.
"Tidak kang.. Aku tidak berani tertawa, hanya saja teteh itu sekarang sudah mengeluarkan asap..?" jawab Ian sopan.
"Baiklah.. Akumintamaaf.." Tio berkata dengan cepat sehingga Imelda merasa tidak mendengarkan dan Ian terlihat shock. Ian tidak pernah melihat bosnya yang berinteraksi dengan wanita seperti ini. Tegang dan seolah tidak ingin berbicara dengan wanita yang mengendong tas biola dipunggunya itu.
Imelda mengangkat alisnya. Ia merasa sedikit senang karena lelaki yang membuatnya kesal di acara sepupunya ini mengatakan maaf. Imelda lalu menarik napasnya.
"Kenapa anak anda mau bertemu denganku..? Apa dia mau berlajar musik.. Seingatku, usianya mungkin 1,5 tahun sampai 2 tahun.. Belum terlalu paham untuk belajar not balok?" mulut Imelda sudah menyerocos tanpa jeda membuat telinga Tio memanas.
"Tentu saja anakku belum bisa belajar musik. Dia hanya ingin bertemu dengan kamu.. Stop..! Jangan potong ucapanku.. !" Tio menoleh pada Ian yang penasaran. Ia menatap Imelda seolah ingin menyeret wanita itu langsung masuk ke mobil lalu menemui Intan. "Intan, anakku entah apa yang merasuki dirinya sehingga kamu.. Well, intinya Intan mau bertemu dengan kamu.. Yah, setelah kamu selesai mengajar? Sore hari?" suara Tio terdengar agak memohon. Lelaki ini memang rela memohon untuk anak kesayangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELAJARAN NADA CINTA {Geng Rempong : 14}
RomanceTio Suwandi, 29 tahun, seorang duda anak satu. Selalu sibuk dengan urusan bisnis laundry dan tentu saja mengurus anaknya. Ia tidak peduli dengan urusan cinta lagi karena hatinya sudah mati bersama kepergian sang istri yang tiada. Imelda Marli, 24 ta...