Kuburan, tentu saja, memiliki sifat kealaman yang berbeda dengan tempat-tempat lain. Ia memuat vibrasi tertentu yang cenderung membawa kita kepada segi rasa ruhani tertentu atau kepada situasi supranormal tertentu. Konsep tentang kematian, tentang orang mati, tentang dunia di luar kehidupan - yang bersemayam di kepala kita - menambah "serem"-nya kuburan.
Maka, kita merasa kuburan itu angker. Maka, kita "memerlukan" kuburan untuk merangsang kita kepada getaran-getaran itu.
Tetapi kalau kemudian kita menganggap - karena ruhaniahnya - kuburan adalah tempat yang lebih dekat ke Tuhan dibanding tempat-tempat lain, adalah tempat berdoa dan meminta, apalagi melewati arwah-arwah tertentu: itu klenik namanya.
Orang tak usah sembelih ayam, cukup beli Royco. Tapi begitu ia menganggap Royco adalah ayam, masuklah ia ke "wawasan klenik".
Demikianlah sebagian kaum Muslim Sulawesi Selatan itu - dengan etos budaya Royco - menganggap puncak Gunung Bawakaraeng adalah Makkah Al-Mukarramah. Mereka bukan sekadar merasa mendapatkan "rasa haji", tapi mereka merasa naik haji. Bagi mereka itu bukan anggapan. Itu kenyataan.
Maklumlah mereka adalah bagian dari masyarakat kita yang "tak mampu beli ayam". Mereka itu orang-orang tua yang kalah bergulat di tataran generasinya. Mereka itu anak-anak muda yang terpinggir oleh desakan persilangan kemajuan. Mereka itu warga bangsa yang merasa tidak memperoleh apa-apa yang orang lain peroleh.
Tak bisa bayar ONH adalah salah satu impulse dari ketidakmampuan lain yang berbagai-bagai. Mereka adalah juga manusia-manusia yang lahir dan dibesarkan oleh cita-cita. Pada gilirannya, cita-cita itu menguap jadi hantu: mereka didera oleh kekalahan dan keterdesakan sosial, ketertinggalan ekonomi, ketertindihan politik, serta ketiadaan kemampuan untuk melayani obsesi-obsesi keagamaan mereka yang menggebu-gebu.
Maka mereka pun "terbang" memburu hantu-hantu yang menguap dari realitas diri mereka. Mereka hidup bersama hantu-hantu itu. Mereka kecewa terhadap kenyataan, dan berlari ke klenik-klenik bayangan, antara lain di puncak Bawakaraeng.
Kaum Muslim yang tak turut berhantu-hantu ria, menuding perilaku syirik mereka. Namun belum ada yang menuding sebab-sebabnya. Mereka diperlakukan kurang objektif oleh model subjektivisme yang lain yang terjadi di kalangan kaum Muslim pada umumnya. []
- Secangkir Kopi Jon Pakir -
KAMU SEDANG MEMBACA
Cak Nun - Sebuah Kumpulan Tulisan
RandomSeperti yang tertulis pada covernya, "Jangan Berhenti Pada Kata Cinta, Alamilah Getarannya . . .", ini adalah sebuah getar-getar yang mencoba mengurai cinta tak hanya sekedar dari kata, melainkan dari pengalaman kehidupan yang meluas dan mendalam, r...