Part 17

4K 187 18
                                    

Pagi ini, Basir hendak pergi ke pasar mengantar seorang emban. Mereka berdua bertugas membeli keperluan dapur dan beberapa bahan pangan lainnya.

Hanya selisih waktu sepuluh menit setelah Ahmad berangkat untuk mengajar, keduanya pun pergi menggunakan sepeda motor milik tuannya. Persis di pertigaan jalan, beberapa meter setelah melewati perbatasan desa, Basir bertemu dengan Ahmad, laju sepeda motornya berhasil menyusul kayuhan sepeda milik Ahmad. Mereka bertukar senyum dan berbagi semangat di tengah lengangnya jalanan. Basir yang berkendara dengan sepeda motor mendahului Ahmad sembari menyalakan klakson, disaat itulah ia menyadari. Betapa gigih seorang Ahmad, mengayuh pedal menerjang bebatuan terjal, menekuri jarak berkilo-kilo meter setiap harinya. Demi mengajarkan ilmu agama.

Basir semakin dibuat kagum oleh kepribadian Ahmad yang senang berbagi ilmu pada siapa saja tak terkecuali dirinya. Di kaca spion berukuran kecil itu, yang bertengger di sela setang sepeda motor yang dikendarainya, Basir melirik. Ia mengamati sekilas, lelaki berpeci hitam dengan pakaian kebesarannya yaitu baju muslim yang warnanya sudah sangat kusam itu, semakin mengecil, dan lama-lama menghilang dari pandangannya.

Ahmad yang bersepeda di belakang Basir pun turut menatap, dipandanginya sosok gempal yang memboncengi seorang wanita paruh baya itu kian menjauh dari jangakauan pengelihatannya.

Sepeninggal Basir dan Ahmad, suasana pagi di rumah Raden Kerta Kesuma menjadi sepi. Namun, hal itu lumrah, mengingat jumlah abdi dalem yang bekerja di sana sudah berkurang hampir separuhnya. Tapi, apabila ditilik lebih jauh, sejak dulu rumah itu memang kerap menyisakan sudut-sudut yang bernuansa sunyi. Mungkin karena ukuran rumah yang terlalu besar untuk dihuni sebuah keluarga kecil.

Rumah dengan 6 kamar tidur, 5 bilik para emban dan rewang, sebuah dapur, sebuah ruang makan, dua ruang tamu, satu ruang tengah yang juga sering disebut ruang keluarga, 3 kamar mandi, sebuah teras.
Besar tiap ruangan di rumah itu juga tak perlu di bahas lagi, ruang utama saja sudah mampu menampung seisi rumah saat Raden Kerta Kesuma diserang sakit beberapa waktu yang lalu.

Sebuah taman di halaman depan luasnya setara, satu halaman belakang rumah yang ditumbuhi berbagai pohon nan rindang, cukup untuk menampung 30 an orang.

Rumah sebesar itu, meski memiliki banyak penghuni, pasti ada saja celah yang menyimpan sepi.
Termasuk dua ruangan lain yang belum disebutkan, yakni ruang penyimpanan pusaka dan tempat menyimpan barang-barang tidak terpakai atau gudang.

Jadi, bisa dibayangkan betapa luas dan leganya bangunan itu untuk disebut sebuah rumah.

Tiga rewang yang tersisa berpencar membersihkan rumah. Sementara Ajeng Kamaratih masih setia di kamar utama mendampingi suaminya. Sedangkan Sri, bertugas mengawasi Raden Ajeng Kartika di ruang tengah. Seorang emban lainnya menunggui Raden Ajeng Rindayu bermain di halaman belakang.

Dua jam sudah berlalu. Basir dan emban itu akhirnya kembali. Salah seorang rewang segera menyambut. Emban itu pulang dengan diantar becak. Sedangkan Basir melenggang sendirian bersama sekarung beras yang diikatkan di bangku belakang. Barang bawaan mereka banyak sekali, sehingga emban itu menggunakan jasa tukang becak untuk mengakut belanjaannya dari pasar.

Pagi segera berganti siang, meski demikian nuansa di dalam tetap sama. Matahari yang menerangi atap-atap rumah dan masuk ke dalam melalui kisi-kisi bambu, tidak dapat berbuat banyak. Ada beberapa ruang di dalam sana tampak teduh bahkan terkesan remang-remang.
Hingga masuk waktu ashar, Ahmad belum juga pulang. Menjelang petang begini, biasanya suasana di dalam rumah bertambah temaram. Lampu-lampu yang menggantung belum semuanya dinyalakan. Sri baru saja memakaikan baju dan mendandani Raden Ajeng Kartika. Anak itu memang penurut dan manis sekali. Iya, Rindayu masih menghindar dan terkesan menjauhi Sri, setidaknya itu yang dirasakan oleh Sri. Setiap kali Sri mendekat, Rindayu sigap membuat jarak. Jadi, terpaksa ia hanya mengurusi Kartika saja. Padahal sesuai rencana, awalnya Sri bertugas menjaga dan merawat kedua anak itu bersamaan. Apa boleh buat, Sri belum bisa mengambil hati Rindayu.

Astral (Telah Terbit, Penerbit : Pustaka Tunggal Publisher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang