Luka Pertama

0 0 0
                                    

Kata orang-orang, supaya lebih mahir dalam suatu hal kita harus mengalami yang namanya jatuh untuk pertama kalinya. Sama seperti ketika aku masih baru diperbolehkan naik motor.

Kejadiannya saat aku kelas dua SMA. Aku ingat kala itu sedang dalam euforia pentas seni ulang tahun sekolah. Ku pacu motorku dengan kecepatan sedang mengingat aku masih baru dalam dunia jalanan, sebaru motor maticku yang dua bulan lalu baru saja diantar ke rumah oleh dealer. Namun tak bisa dipungkiri, euforia ulang tahun sekolah membuatku berimajinasi tentang konser musik salah satu band papan atas di Indonesia esok hari, Kotak.

Jika dibilang aku tidak fokus, rasanya juga salah sebab imajinasiku selalu buyar oleh motor dan mobil yang mendahuluiku. Aku bahkan ingat betul ada bus di depanku serta motor yang muncul tiba-tiba dari arah kiriku.

Lalu semuanya gelap.

Samar-samar aku membuka mata namun semua terlihat kabur, dan mataku kembali menutup.

Ku coba membuka mata kembali, melihat motorku sudah ambruk di jalan dengan kakiku yang terjepit di bawahnya, dan kembali semuanya menjadi gelap.

Mataku terbuka bersamaan dengan aku yang berusaha menarik kakiku, tapi semua jadi gelap lagi.

Sedikit mataku kembali terbuka melihat dedaunan pohon. Kurasakan tubuhku melayang, diangkat seseorang ku kira. Lalu gelap.

Mataku kembali terbuka, kali ini dengan kesadaran penuh. Tiga orang mengerumuniku, satu ibu-ibu membawa teh, satu pak polisi dan satu pria berbaju koko putih. Sepertinya ia yang membawa motor dan tiba-tiba muncul dari arah kiriku.

"Minum dulu mbak," kata ibu-ibu itu sembari menyodorkan teh.

"Ada yang luka nggak mbak? Sakit atau nyeri?" tanya pak polisi.

Ku coba menggerakkan semua anggota badanku, tidak ada yang mati rasa. Aku baik-baik saja. Ku beri isyarat tidak dengan menggelengkan kepala.

Setelah itu aku tidak terlalu ingat apa yang terjadi atau apa yang mereka katakan. Yang aku tau, ibu-ibu tadi mau mengantarku sampai sekolah, dibantu temannya yang membawakan motorku. Aku bahkan tidak ingat apakah sudah mengucapkan terima kasih atau belum kepadanya, bodoh!

Sesampainya di sekolah, aku dibawa ke uks. Rupanya ada sedikit lecet di lututku dan sudah diberi obat merah. Beberapa temanku menemani di uks sambil mewawancarai apa yang sebenarnya terjadi padaku. Merelakan waktu mereka untuk menemaniku daripada mengikuti rangkaian pentas seni ulang tahun sekolah. Dari jendela uks sedikit bisa ku lihat teman-temanku yang lain mengikuti flashmob. Ah, harusnya aku juga jadi bagian dari itu.

Dan ketika keluargaku menjemput, aku menangis. Takut dimarahi karena merusak motor baru. Tapi ibu cuma tertawa dan tak mengucapkan apapun soal motorku.

Dari semua yang terjadi, aku menyesalkan keteledoranku kepada ibu-ibu yang sudah menolongku tadi. Entah aku sudah mengucapkan terima kasih atau belum, tidak menanyakan namanya atau rumahnya. Yang aku tahu, aku harus membalas kebaikannya kepada orang lain suatu saat nanti.

Aku juga menyesal tidak bisa menonton konser kotak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 12, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jogja - SoloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang