"Ternyata selama ini Nona Almeera berada di Semarang, Pak. Di rumah orangtuanya..."
Informasi yang diberikan Edy membuat Aldrich memejamkan mata dan mendesah lega. Tapi tak bisa dipungkiri, sudut hatinya yang lain juga sedikit gusar. Ia lega bahwa gadis itu baik – baik saja, tapi ia juga khawatir, karena jika Almeera berada dekat dengan orangtuanya, benteng yang memisahkan mereka jadi semakin lebih tinggi.
Tapi, menyusul gadis itu? Itu jelas tak mungkin ia lakukan...
Demi Tuhan, dia belum siap bertemu dengan orangtua Almeera!
Aldrich menyambar jasnya dan memakainya dengan cepat. Dia memiliki janji lunch dengan Axel siang ini. Adiknya itu gigih sekali membujuknya sejak kemarin dan Aldrich juga sudah gigih menolak, tapi Axel tetaplah Axel, gadis paling keras kepala dan paling pemaksa yang pernah ia kenal. Dengan alasan makan siang ini adalah perayaan diterimanya dia bekerja di Primehealth Hospital, Aldrich tentu tak bisa mengelak lagi. Lagipula ia juga butuh udara segar dari segala kesesakan yang dirasakannya selama beberapa hari ini. Melupakan sejenak tentang Almeera.
Porsche putih yang dikendarainya melaju membelah jalan raya. Suasana jalanan siang ini sedikit ramai, tapi tak sepadat saat jam pulang kerja. Untunglah jarak antara kantornya dan Primehealth Hospital tak terlalu jauh, jadi hanya dalam waktu lebih kurang dua puluh lima menit ia sudah tiba di rumah sakit milik keluarganya itu.
Ternyata Axel sudah standby di loby saat ia tiba. Gadis itu langsung bergegas masuk ke dalam mobil dan mereka kembali meluncur meninggalkan rumah sakit menuju restoran langganan Aldrich. Sebenarnya Axel mengajaknya untuk makan siang di kafe dekat rumah sakit saja, tapi karena satu alasan Aldrich lebih memilih menghindari kafe itu.
"This place still the same as I remember..." Axel berkomentar begitu mereka sudah duduk di salah satu kursi dengan spot pemandangan paling menarik di restoran itu. Gadis itu mengedarkan pandanagannya dengan bersemangat.
Aldrich tak menanggapi ocehan Axel. Pria itu sibuk bermain sendiri dengan pikirannya seraya menolehkan pandangan kearah titik – titik kendaraan nun jauh di bawah sana. Restoran ini memang berada di lantai paling atas salah satu hotel mewah milik keluarga mereka. Yang mengelolanya adalah chef Gunawan, seorang pria tambun dan periang yang seumuran dengan sang Papa, dokter Adrian Adyastha.
Seorang pelayan pria menghampiri mereka dan menuliskan pesanan dengan cepat. Aldrich tak bertanya kemana perginya chef Gunawan, karena biasanya pria itulah yang melayaninya secara pribadi setiap kali ia datang ke tempat ini. Kali ini, melamun rasanya lebih menarik dari apapun.
"Lo gak mau tanya gimana kerjaan gue di rumah sakit?" Axel memulai pembicaraan.
Merasa seseorang sedang berbicara padanya, Aldrich menoleh. Ia menghela napas malas begitu matanya beradu dengan bola mata keabuan Axel yang menatapnya prihatin. Damn! Dia benar – benar benci diperhatikan seperti itu! Dia merasa seperti manusia paling menyedihkan di dunia!
"Gimana kerjaan lo?"
Axel mendengus mendengar pertanyaan Aldrich yang nadanya tak menunjukkan ketertarikan sama sekali. Dan gadis itu jelas tahu penyebabnya. Azkayra Almeera, gadis yang sudah berhasil membuat seorang Aldrich Rahagi Adyastha mabuk kepayang dan bertingkah hampir mirip orang gila.
Axel melipat kedua tangannya diatas meja. "Gue bener – bener bingung sama lo, brother! Lo cinta sama dia, tapi lo gak mau usaha buat dapetin dia. Lo tau dia di Semarang, tapi lo gak mau ngejar dia kesana. Lo lebih milih merana sendirian daripada menyelesaikan masalah lo? Gue semakin gak yakin kalau di depan gue ini benar – benar Aldrich, kakak yang gue kenal!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Almeera (SELESAI)
SpiritualBagi Aldrich Adyastha yang memiliki segalanya, memenangkan pertaruhan dengan ketiga sahabatnya untuk mendapatkan seorang Azkayra Almeera tentu bukanlah perkara sulit. Cukup petik jari, sudah dipastikan gadis itu bertekuk lutut di bawah kakinya. Seti...