Prologue [18+]

453K 7.5K 35
                                    

Halo! First of all, note ini dibuat pada November 2022, yang berarti 4 tahun sejak pertama kali Because of You publish dan 2 tahun sejak bab terakhir publish.

Author cuma mau sedikit berpesan aja kalau ini adalah cerita pertama Author di Wattpad. 4 tahun lalu Author masih meraba untuk belajar teknik penulisan yang benar, cara berpikir Author juga belum seperti sekarang. Author menyadari sepenuhnya kalau banyak poin-poin pada cerita ini yang kurang realistis. Dialog-dialog yang ada juga sangat flat dan garing.

Jadi, tolong maafkan kalau kalian juga menyadari hal-hal tersebut. Hingga saat ini, belum ada niat untuk revisi karena Author merasa biarkan BoY menjadi saksi dari proses menulis yang Author lakukan selama beberapa tahun terakhir. Author hanya ingin fokus berkarya lebih baik lagi lewat cerita-cerita lain.

Salam,
Mangocap

----

Suara hujan deras serta gemuruh langit saling bersahutan sejak beberapa jam yang lalu. Hujan deras mengguyur Ibukota tanpa henti. Beberapa pekerja terpaksa menunda jam pulang mereka demi keselematan diri masing-masing. Beberapa pekerja lainnya memilih untuk lembur ketika tahu hujan tak kunjung usai. Anak-anak jalanan berganti profesi menjadi ojek payung dadakan.

Malam ini, bukannya hanya suara turun hujan gemuruh saja yang bersahutan. Di dalam sebuah kamar hotel, terdengar sepasang manusia saling bersahutan menyebut nama satu sama lain. Begitu manja dan sesekali tercekat. Beberapa kali terlontar bersamaan ketika petir menggelegar. Mereka tak peduli hujan sederas apapun, mereka tetap melanjutkan aktivitas yang sangat disukainya tersebut.

"Deva ...," desah si wanita. Jemarinya menarik kuat seprai putih khas milik kamar hotel.

Pria itu-Deva-yang kini berada di atasnya mendadak tuli. Ia terus melakukan dengan bersemangat walaupun wanita dibawahnya sudah terkulai lemas. Bahkan nyaris tak berdaya. Deva lupa kapan terakhir dia melampiaskan hasratnya pada seorang wanita, yang jelas mala mini dia tidak akan memberikan cela wanita itu beristirahat.

"Deva!! Stop!" teriak wanita itu diiringi air mata yang turun disekitar pelipisnya.

"Tenang, aku bakal main lebih lembut, okay?" bisik Deva ditelinga wanita itu. Ia memberi satu ciuman untuk menetralisirkan rasa sakit ditubuh wanita itu.

"Please ... sakit, Dev," lirih wanita itu, lagi.

Deva mengangkat kepalanya, memperhatikan raut wajah wanita itu. Terlalu jahat apabila ia terus mengikuti nafsunya. Deva melepaskan tubuhnya dari tubuh wanita itu kemudian membelai lembut pipi serta merapikan rambut wanita itu. Ia mendaratkan satu kecupan hangat didahinya.

"Sorry, istirahat sebentar dulu," ujar Deva, pelan. Wanita itu mengangguk.

"Aku nggak tahu kalau akan sesakit ini," kata wanita itu.

Deva mengerjap. "Apa ini yang pertama buat kamu, Dar?"

Ragu-ragu wanita itu-Dara-mengangguk. "Hmm, kamu yang pertama, Dev," katanya sambil mengelur rahang tegas Deva yang sudah ditumbuhi tipis bulu-bulu kasar.

Deva terperangah beberapa saat. "Kenapa kamu mau?" Deva menampakkan wajah yang benar-benar ingin tahu. Ia tidak pernah melakukan dengan seorang perawan.

"Karena ... karena ... aku rasa, aku butuh having sex dalam hidupku yang monoton ini," jawabnya sedikit terbata. Dara memalikan wajahnya sesaat.

"Really? Hanya karena itu?"

Dara mengangguk.

"Benar. Hidupmu terlalu monoton, Dar. Kalau begitu kamu harus mencoba berbagai gaya dalam bercinta sekarang. Hidup kamu akan nambah sia-sia kalau belum melakukan hal ini," ujar Deva, dia terkekeh. Dara juga.

"Pelan-pelan," pinta Dara. Deva mengangguk.

"Ready?"

Wanita itu mengangguk.

Deva menciumi Dara dengan lembut. Salah satu tangannya memegang tengkuk Dara untuk mengendalikan wanita itu. Sedangkan tangannya yang satu lagi berusaha memasuki kejantannya ke dalam tubuh Dara. Dengan gerakan perlahan namun pasti, Deva berhasil membuat Dara mendesah panjang tak karuan kala dirinya sudah berada di atas lagi. Deva membuat gerakan yang lembut agar milik Dara tidak terluka, namun sama saja. Bercak warna merah itu sudah tembus hingga ke kain seprai akibat permainan Deva sebelumnya.

Dara mencengkram bahu Deva kuat-kuat. Tak peduli apakah kulit pria itu akan terluka atau tidak karena kuku-kukunya yang panjang. Dara tidak bisa mendeskripsikan dengan panjang lebar. Hanya dua kata, sakit dan nikmat. Dua kata yang sangat berlawanan tersebut. Sama seperti apa yang Dara rasakan.

Deva beralih kebagian dada wanita itu. Dia membuat beberapa tanda disekitar dua gundukan milik Dara. Sekarang erangan Dara terdengar lebih pelan. Ia mengatur napasnya supaya lebih tenang. Dara menikmati setiap inci bibir Deva bergeser dari titik satu ke titik lainnya. Sentuhan Deva bagai sengatan tersendiri untuk Dara. Benar-benar membius.

"Dar, jangan pingsan," ucap Deva, kemudian ia menggigit dagu wanita itu.

"Aww!! Nggak, Dev. Aku ngantuk."

"Nggak mau ke kamar mandi dulu?" Deva bangkit dari atas Dara. Dia memang sudah melepaskan diri dari Dara sejak beberapa menit yang lalu.

"Mau ... tapi sakit," ujarnya pelan. Dara berusaha untuk duduk, tiba-tiba sebuah tangan kokoh membantu dirinya untuk turun dari ranjang.

"Ayo. Aku tuntun," kata Deva.

Deva membuang silicon yang tadi membungkus kemaluannya. Ia membiarkan Dara membersihkan diri terlebih dahulu. Setelah Dara selesai barulah Deva yang membersihkan diri. Dara menunggu sembari bersandar di pintu kamar mandi dengan mata terpejam serta tangan yang seolah-olah mendekap dirinya sendiri.

Dara kedinginan. Itu yang Deva tangkap. Ia mengeringkan tubuhnya dengan handuk lalu menggendong Dara kembali ke ranjang.

"Hei!! Kamu ngapain?" Dara terkejut, ia melihat jarak wajah Deva dan dirinya begitu dekat.

"Kamu mau tidur di kamar mandi? Aku nggak mau dikira jadi teman tidur nggak bertanggung jawab." Dara mendengus. Deva melanjutkan langkahnya keluar kamar mandi.

Deva meletakkan Dara disisi kanan tempat tidur. Dara langsung menarik selimut ketika tubuhnya kembali bersentuhan dengan ranjang. Deva menyusul dan langsung bergelung dibawah tebalnya selimut itu.

Tanpa diduga, Deva kembali mendekatkan diri pada Dara. Memeluk wanita itu dari belakang dan membenamkan wajahnya dipunggung Dara. Dara membeku. Beberapa saat kemudian terdengar dengkuran halus yang Dara yakini dari suara Deva. Dia tak terganggu, justru sentuhan skin to skin dari Deva membuat dirinya menjadi lebih hangat sehingga ia bisa ikutan tidur nyenyak.

••••

Hello! Jangan lupa vote dan komen ya ❤

Follow IG penulis: pena_mangocap

Because Of You ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang