💖8.💖

2.3K 220 29
                                    

"Besok kamu jadi?" tanya Saga pada Reres saat keduanya sudah berbaring di kasur di kamar mereka.

Pillow talk adalah salah satu cara membuat hubungan keduanya semakin harmonis. Karena bukan hanya kenyamanan yang didapat tapi juga kelegaan luar biasa. Lega karena dengan pillow talk Saga bisa mengetahui perkembangan kedua buah hatinya, mengetahui kegiatan mereka hari ini dan bisa membuat istrinya bahagia. Bagaimana tidak bahagia karena setelahnya mereka melakukan hubungan suami istri.

Kamar yang tak begitu besar tapi bukan berarti kecil itu menjadi saksi Saga dan Reres menghangatkan tubuh. Saksi rumah tangga keduanya. Meski terkadang terjadi pertengkaran dan perdebatan kecil itu adalah hal lumrah dalam suatu hubungan.Tinggal kita bagaimana menyikapi masalah itu.

"Maafin ibu ya?" lirih Saga dengan mata memandang ke atas. Ia melanjutkan ucapannya karena tahu Reres mendengarnya. "Pasti omongan ibu buat sakit hati kamu, Love. Padahal aku sudah bilang ke Ibu berhenti mencampuri urusan kita. Aku tidak mau kamu stress dan berpikiran buruk untuk masa depan kita."

Reres menghela nafas kasar. Perkataan suaminya hampir benar, tapi untuk masa depan, ia kan berusaha hingga darah penghabisan. Saga dan anak-anak adalah segalanya bagi Reres. Jadi, sakit hati dengan ucapan tentu bukanlah menjadi penghalang untuk kebahagiaan mereka.

"Aku oke kok, Bee." sebenarnya seringkali tak terima dengan ucapan Ibu mertuanya itu. Bagaimanapun Ia adalah manusia yang mempunyai perasaan. Hanya saja Reres tak ingin ribut ataupun bertengkar dengan sang ibu mertua. Wanita itu sangat ingin menjaga hubungan baiknya dengan sang ibu mertua meski hasilnya adalah ia yang sakit hati.

"Aku takut. Ibu menyakitimu tanpa henti. Aku takut kamu putus asa pada hubungan kita." Saga memeluk istrinya. Ia menyelundupkan kepalanya di ketika sang istri. Jadi, jika kalian berpikir punya istri gendut itu merugikan, coba pikir ulang. Buktinya Saga malah makin nyaman. Ia bisa memeluk Reres seenaknya. Seperti guling. Jika biasanya perempuan yang bersandar di dada laki-laki maka ini sebaliknya. Ia seperti punya tempat pulang.

"Asal ada kamu sama aku, semua akan baik-baik saja." Reres mengelus rambut hitam legam suaminya yang mulai tertidur karena nafasnya teratur.

Reres menatap tembok yang berdiri kokoh di hadapannya. Pandangannya menerawang. Mengingat beberapa hari lalu mertuanya di sini. Menangis dalam diam, Reres hanya bisa melakukan itu. Ucapan dan perbuatan mertuanya sungguh mengoyak hati. Meninggalkan banyak luka yang bukan hanya gores, tapi mungkin hujaman yang terlalu dalam. Reres kemabli mengambil nafas. Sudah cukup untuk hari ini sedihnya. Ia masih punya keluarga yang sangat menyayangi dan mencintainya.

***

"Nanti jam berapa?" Saga bermain dengan Kay sementara Reres menyiapkan sarapan. Mengambilkan nasi di setiap piring di meja tersebut.

"Yang pasti setelah Nay pulang sekolah. Ayo, Nay makan dulu, Nak." Reres mengambil Kay dari pangkuan Saga dan memindahkan di kursi makannya.

"Mau ke mana, Mi?" Nay menyendok makanannya sambil memperhatikan Reres.

"Ikut Mami kerja. Nay sama Kay nggak boleh nakal, ya," ujar Saga mengusap rambut hitam putrinya.

"Nggak boleh ganggu Mami kerja. Supaya cepat selesai dan cepat pulang. Oke?" Saga memberikan kelingkingnya untuk mengikat janji.

"Oke."

"Good girl."

Setelah sarapan, Nay berangkat bersama Saga. Sengaja karena Reres menyiapkan peralatan yang mereka butuhkan untuk pekerjaan nanti. Termasuk juga keperluan Kay dan Nay. Brian datang lebih cepat dari jam mereka janjian ketemu. Padahal Nay masih sekolah juga.

"kebakaran rumah lo?" tanya Reres saat melihat Brian memasuki halaman rumahnya. "Kita janjian di kafe itu lho, Bri. Ngapain lo ke sini?" Reres memicing curiga pada Brian yang menyapa Kay.

"Ini nih. Untung gue sabar. Datang telat diomelin, datang cepat di interogasi. Serem." Brian berdiri menghampiri Reres. "Udah nih?"

Reres tertawa kecil. "Bukan, gitu maksud gue. Aneh aja. Ayo bantu angkat ke mobil gue."

"Pake mobil gue aja. Nanti Wawan nunggu di sana."

"Eh." Reres menoleh pada Brian. Memastikan ucapan pria tersebut.

"Itu kafe kan, lagi viral. Takutnya nanti kita nggak dapat tempat parkir lagi. Berangkat sekarang gimana?" tanya Brian lagi.

Reres melihat jam di dinding. "Sebenarnya jadwal pulang Nay masih setengah jam lagi, tapi daripada nanti macet dan anak itu nunggu. Ya sudah ayo, berangkat."

"Hei, Son. Ayo jemput Kakak." Brian menggendong Kay lalu menciuminya membuat Kay tertawa geli.

"Kapan sih, lo nikah?" Reres melirik Kay yang duduk anteng di kursi belakang. Bocah kecil itu sibuk bermain dengan mobil yang dia bawa. "Kay, jangan dimasukkan mulut, Nak."

"Ya gampanglah itu. Lagian jodohnya belum datang. Trauma juga sih. Takut cintaku bertepuk sebelah tangan lagi."

Reres mengalihkan pandangan ke jendela. Ia paham maksud Brian. Mungkin Brian takut salah memilih lagi seperti sebelumnya.

Tak sampai sepuluh menit, Nay sudah keluar. Ia berlari begitu melihat Maminya menggendong Kay. Bocah perempuan itu sangat senang dan memperlihatkan hasil pekerjaannya hari ini. Reres menanggapi dengan antusias.

"Waoww menempel Kakak bagus banget."

"Iya, dong. Diajari Ibu gulu."

"Karena Kakak pinter. Hari ini Kakak boleh makan es krim sepuasnya."

"Yeaaayyyy." Nay berteriak senang sambil memutar tubuhnya. Mengikuti Reres masuk mobil. "Lho Om Bii."

"Hei, Girl. Nanti kita happy happy ya."

Mobil membelah jalanan menuju kafe yang akan di promosikan oleh Reres. Jadi, rencananya selain live, Reres juga akan memposting foto di sosmednya. Benar saja, Wawan sudah sampai dengan beberapa menu yang sudah tersaji di meja. Ada begitu banyak menu andalan mereka dari croffle, choco hazelnut, mille crepe, brownies pamer dan matcha cake. Semuanya serba manis.

"Waooww," seru Brian, Reres dan Nay bersamaan. Mereka terkejut karena di meja sudah terdapat banyak hidangan.

"Ini untuk dicicipi. Yang mau dipromosikan belum datang. Ayo dimakan," ajak Wawan yang disambut penuh suka cita oleh lainnya.

Selama Reres dan Wawan bekerja, Brian bermain dengan Kay dan Nay yang memang ada beberapa spot foto dan playground yang tak begitu luas tapi membuat Brian kewalahan. Pria itu sangat senang bisa bermain dengan anak Reres. Bahkan tak membiarkan kedua bocah itu mengganggu Maminya supaya cepat selesai. Terbukti, dalam waktu dua jam mereka sudah selesai. Shooting oleh Wawan dan Foto oleh Brian. Semua selesai lebih cepat karena kerja sama mereka.

"Makasih, Bri. Lo udah baik banget hari ini," ujar Reres tulus. Membawa Kay dalam gendongan.

"Gue juga senang dapat bonus banyak. Lumayan buat isi dompet yang mau sekarat karena akhir bulan," kata Brian sambil terkekeh.

"Dan makanan gratis kesukaan Lo, ye kan?" tanya Reres yang sudah tahu betul dengan watak temannya itu.

"Hei, itu bukan gratis. Dibayar sama kelelahan gue karena mengasuh dua balita," seloroh Brian tak terima.

"Pokoknya makasih banget. Jangan bosan kalau kerja sama gue," ucap Reres.

"Oke. Bye, Kay, Nay." Brian mengucapkan salam kemudian ia melangkahkan kaki untuk segera pulang. Hari ini memang melelahkan, tetapi juga menyenangkan karena hal-hal baru selalu ia dapatkan saat bekerja.

***

.
.
.

Assalamualaikum siapa yang baca cerita ini,?

Cinta 100 Kg Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang