Bab 10

25.1K 1.2K 139
                                    

Refan membopong Raya, saat dia hendak ke kamar mandi. Rasa sakit sehabis bercinta semalam masih terasa bagi Raya. Refan yang merasa sangat bersalah mencoba memperbaiki kesalahannya.

Refan tak peduli dengan keluarga Raya yang memperhatikan mereka, yang mungkin terlihat mesra. Refan hanya ingin istrinya merasa nyaman.

Tubuh Raya ia dudukan di closet. Dan mulai ia guyur dengan air. Raya masih diam saja. Karena jika dia bergerak atau bicara, rasa nyeri langsung terasa.

"Ray, boleh aku lihat vagina mu?" Tanya Refan membuat Raya tersentak seketika.
"Malu ah," jawab Raya.
"Aku mau lihat, vaginamu berdarah atau tidak. Aku tidak akan macam-macam."

Raya akhirnya percaya dan memberanikan diri membuka kedua pahanya. Och.... Rasa nyeri dan pedih terasa lagi.

Perlahan Refan membantu melebarkan kaki Raya. Dan melihat vagina Raya di sana.  Refan meringis ngilu. Karena vagina Raya, nampak merah dan lecet di sisi kanan-kiri nya.

"Sayang, ini pasti sakit banget ya?" Tanya Refan. Raya hanya diam, merasakan ngilu dan perih di sana. "Apa kita ke dokter saja?" Usul Refan yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Raya. Enak aja, tambah malu aja Raya.

"Ogah, gila kali ya, malu lah gue. Harus ngeliatin punya gue ke dokter. Ke elo aja gue suka malu," ujar Raya. Refan tersenyum dan mengecup bibir Raya.
"Ia sayang, aku juga nggak rela kalau ada orang lain yang lihat."

"Udah ah, gue mau mandi. Lo keluar sana, nggak enak sama yang lain, entar di sangka kita mesum lagi," ujar Raya yang membuat kening Refan mengerut.
"Kita kan, suami-istri, mesum dari mana sih?" Tanya Refan
"Ah, pokoknya gue mau mandi sendiri. Udah Sana keluar,"usir Raya. Refan pun keluar setelah Raya meyakinkan nya berkali-kali.

Begitu Refan keluar, semua keluarga kembali menatapnya. Refan hanya tersenyum kaku. Refan dengan setia menunggu Raya selesai mandi, karena ia tahu, susah nya Raya nanti saat berjalan

Tak lama Raya keluar dengan susah payah, Refan langsung membantu Raya berjalan. Refan memegang pinggang Raya dan menggenggam tangan kirinya.

"Pelan-pelan," ujar Refan. Raya hanya mengangguk. Dan berjalan perlahan. Karena rasa nyeri yang teramat sangat saat bergesekan.

Hani, Hamid, Hendra dan Hendi. Menatap mereka dari meja makan dengan tak berkedip. Bahkan tak ada satupun yang memakan nasi goreng nya. Mereka hanya fokus pada Raya dan Refan.

Hingga mereka masuk kedalam kamar.
"Eh, itu tadi apa ya?" Tanya Hani sembari garuk-garuk kepala.
"Adegan romantis kah?" Tanya Hendi yang mendapat jitakan dari Hendra.
"Tau dari mana adegan romantis?" Selidik Hendra. Hendi manyun. "Di tv banyak kali kak," jawab Hendi.

"Sudah, makan semuanya. Sudah jam berapa ini?" Ujar Hamid. Mereka pun kembali sarapan.
"Loh, kak Refan dan Raya apa kabar? Mereka gak kerja dan ngampus?" Tanya Hendi lagi

Pasalnya kalau sampai Refan nggak antar dia sekolah, dia nggak akan dapet jatah 200ribunya.

Hendi pernah bilang, jangan pernah kasih uang Hendi di depan sang ibu. Bahaya ! Alias bisa di rebut paksa. Alasanya 'anak kecil nggak boleh pegang duit banyak, pamali ' hufh....

Gimana dong kalau benar, Refan tak mengantarnya?

Hendi hendak bangun dan mengetuk pintu kamar Raya. Namun Hani langsung mencubit lengan Hendi.
"Mau ngapain?" Tanya Hani
"Mau nanya kak Refan, Anter aku enggak?"
"Biarin aja, kamu naik angkot aja sana, jangan ganggu kakak mu," ujar Hani. Hendi langsung cemberut.

Selamat tinggal uang 200 ribu.... 😫😫

®®®®

"Lo nggak kerja?" Tanya Raya. Yang masih berbaring di ranjang. Refan yang duduk di sampingnya hanya tersenyum.
"Kerja aja sana, kaya gue kenapa aja deh," ujar Raya.

"Saya nggak bisa ninggalin kamu, apa lagi kondisi kamu seperti ini. Saya enggak tega."

"Tapi semalem, Lo tega?" Raya terkekeh
Refan meringis."maaf ya," ucapnya
"Berapa kali Lo minta maaf? 1,2,3,...100,...200...."
"Ray, saya nggak bercanda. Saya serius minta maaf sama kamu, saya...."
Raya menaruh telunjuknya di bibir Refan. Membuat Refan terdiam dan menatap Raya

"Pusing gue, denger Lo ngomong maaf Mulu, mending lo ambilin gue sarapan, gue laper." Refan menatap Raya sejenak dan langsung mengangguk. Refan keluar kamar dan mengambil sarapan.

"Bu, saya mau ambil sarapan untuk Raya," ucap Refan, saat melewati Hani di dapur. Rumah sudah sepi karena Hendi dan Hamid sudah berangkat kerja. Sementara Hendra ada keperluan di luar.

Hani tersenyum dan meraih piring lalu di isi nasi goreng dan telor ceplok
"Ini, kamu sekalian sarapan ya."
"Saya nanti saya, terima kasih sarapannya." Refan hendak pergi kembali ke kamar. Namun di tahan oleh Hani.

"Nak Refan, maaf."
Refan menoleh. "Ya?"
"Kalau boleh ibu tahu, Raya kenapa ya?" Hani ragu bertanya tapi Raya kan anaknya. Jadi dia berhak tahu kalau anaknya sakit.

"Saya minta maaf, saya yang sudah membuat Raya sakit, saya akan bertanggung jawab merawatnya. Ibu tidak usah khawatir." Refan langsung masuk kedalam kamar. Membuat Hani semakin penasaran.

Tapi Hani harus tahu batasan nya. Ketika mereka tidak mau di ikut campuri, maka Hani harus bisa menjaga itu. Kecuali mereka sudah keterlaluan dan melampaui batas di jalan yang salah. Maka Hani selalu orang tua harus mengingatkan.

®®®®

Sementara itu Refan sudah memberikan sarapan tadi kepada Raya. Dengan lahap Raya memakannya, Refan mengusap pelan rambut Raya.

"Pelan-pelan makannya."
"Ya."
Raya menghabiskan makannya dan Refan langsung memberikan segelas air putih yang langsung di teguk habis
"Aarrggggg." Raya bersendawa kencang sekali.

Refan terkekeh. "Kamu habis makan kodok atau makan nasi sih?" Tanya Refan. Raya cuek aja dan meminta Refan meraih ponselnya. Refan pun mengambil ponsel yang tergeletak di nakas. Saat ia ambil ponsel Raya berdering.

Chandra calling....

Refan langsung melotot.
"Chandra siapa?" Tanya Refan menahan nada suaranya agar tidak tinggi.
"Sahabat gue, Napa?" Tanya raya bingung. Refan memberikan ponsel itu. Hingga Raya dapat melihat Chandra menelpon nya.

Dengan girang Raya mengangkatnya membuat Refan agak kesal.
"Aa... Gue sakit a...." Raya mulai drama.
"Iya a, jengukin ya, a, hehehe."

Refan mendengarkan semuanya dengan hati dongkol. Kenapa Raya bisa manja seperti itu?

Raya nyengir-nyengir, saat mematikan ponselnya. Wajah Refan sudah mengeras di sana.
"Ada hubungan apa kamu sama Chandra?"
"Hah? Hubungan? Hanya sebuah pertemanan yang manis dan manja hahahha," jelas Raya. Membuat hati Refan semakin panas.

"Saya tidak..."Refan berhenti berbicara. Apa yang aku fikir? Kenapa aku marah?nggak mungkin kan aku suka sama Raya?

"Woi, nape sih Lo?" Tanya Raya bingung.
"Enggak." Refan hendak beranjak dari sana
"Chandra itu sahabat gue," jelas Raya. Yang mampu menghentikan langkah Refan. "Selain Chandra, masih ada Andika, Bimo, Idris dan Allan. Mereka semua adalah sahabat terbaik gue, mungkin Lo berfikir, kenapa sahabat gue cowok semua? Karena cewek cuma bisa manfaatin gue doang. Gue benci banget karena mereka ada saat gue seneng, sementara pas gue susah, mereka malah mencemo'oh gue. Gue emang cuek, gue akui itu. Tapi ada kalanya batas cuek kita terlampaui, dan itu sakit."

"Lo emang suami gue, tapi Lo nggak tahu apapun tentang gue, sifat gue, Lo masih belom tahu, gue minta maaf kalau Lo nggak nyaman sama sahabat gue Chandra dan yang lainnya nanti, gue cuma berharap Lo mau Nerima mereka. Gue bukan cewek alay, yang nyembunyiin status pernikahan gue. Satu kampus tahu kok gue nikah.

"Gue lebih seneng terbuka, dibanding ada kebohongan. Dan gue gak peduli mereka ngomong apa di belakang gue, yang gue pedulikan adalah orang-orang yang ngomong di depan gue. Gue akan sangat menghargai orang seperti itu," jelas Raya panjang lebar.

Dan itu membuat jantung Refan berdetak kencang. Haruskah ia juga jujur?

Refan Dan Istri Tomboy-nya (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang