Bag. 20 Cinta Tak Berbalas

175 8 6
                                    


Maaf baru sempet up date lagi, hehe....
Wah, enggak kerasa udah hampir di penghujung nih ceritanya....

“Gimana keadaan Bapak, Rin?”

Kalimat Denis, memecah kebisuan setelah beberapa waktu membungkam pita suara keduanya.

Kekakuan mendera setelah beberapa hari tak bertegur sapa. Rindi masih belum bisa melupakan kalimat-kalimat sindiran dari bibir lelaki yang tak disangka bisa melakukan hal demikian, begitu menusuk.

Tapi sebagai manusia, bukankah sudah selayaknya harus saling memaafkan. Apalagi sebagai sesama muslim, saling mendiamkan satu sama lain tidak boleh lebih dari tiga hari.

“Alhamdulillah, sudah mendingan, Den.”

Denis merasa ada yang berbeda dari Rindi saat ini. Sosok gadis yang dikenalnya ceria, meski terkadang kemelut hidup yang menyudutkan kerap menjadi awan hitam yang menutupi senyum. Ia menyesali sikapnya yang kekanak-kanakan.

Tidak seharusnya dia melukai hati gadis baik seperti Rindi. Meski kini dia mengetahui pekerjaan yang digeluti sahabatnya itu, namun harusnya ia tak cepat menentukan sikap. Apalagi menyindir dengan kalimat-kalimat memojokkan.

Pecundang! Rutuknya dalam hati.

Sikap berbeda kali ini, mungkin penyesuaian kembali. Sama seperti keduanya baru saja saling mengenal. Apa mungkin, Rindi sudah terlanjur kecewa dan menarik rasa percaya untuk sekadar berbagi, seperti sebelumnya.

Entah mengapa, rasa bersalah itu kian membelenggu hati Denis. Beberapa hari jauh dari kerling mata bening gadis itu, seperti ada bagian puzzle yang hilang. Kuat nalurinya berteriak ingin mengutarakan benih cinta yang diam-diam tumbuh subur di dalam diri.

Denis tak perduli, bagaimana keadaan Rindi saat ini. Kendati pun tak mendapatkan sesuatu yang selalu didambakan setiap lelaki pada pengantinnya di malam pertama, beberapa saat setelah para saksi serentak mengucap 'sah!' Baginya, itu bukan lagi masalah besar.

“Maafkan aku, Rin.”

Gadis berambut panjang itu menoleh. Jauh sebelum lelaki itu meminta, ia telah memaafkan.

Sejauh ini, cowok yang selalu berpenampilan sempurna, setidaknya di mata Rindi, selama ini sudah sangat baik. Sikapnya yang humble begitu menarik simpati. Belum lagi senyum dari bibir merah muda berlapis kumis tipis, sangat memukau hatinya.

Tapi lelaki itu terlalu naïf jika harus menjadikan Rindi sebagai pelabuhan terakhir hatinya. Bukan berarti sebentar lagi dia akan menjadi milik orang lain, namun karena gadis itu merasa bukan wanita yang pantas didapuk sebagai isteri bagi cowok asal Bandung itu.

Rindi tak dapat menahan desir yang semakin deras terasa di hati, ketika lelaki di sampingnya menggenggam tangannya tiba-tiba.

Tuhan, benarkah ini bukan mimpi?

Rindi tak menyangka, ketika getar hatinya belum berakhir, kalimat-kalimat lain yang lebih melambungkan satu per satu keluar dari bibir lelaki itu. Gadis bemata bening itu seakan kehilangan titik gravitasi, tubuhnya seolah melayang semakin tinggi dan melenakan.

“Aku mencintaimu, Rin”
  
   Deg!

Degub kencang tiba-tiba bergemuruh menembus ke rongga dada Rindi.

Jawaban apa yang harus diberikan?

Jauh dari hati yang paling dalam, gadis itu begitu bahagia bisa menjadi bagian kepingan hati cowok berhidung mancung itu. Dia ingin sekali mengiyakan, bahkan sangat.

Seberkas Kasih Rindiani (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang