Seengganya, teman itu harus tau balas budi!
—Aleeya
.
.
.Suasana temaram di pinggiran kota menggelapkan kesadarannya. Dia tidak ingat kapan terakhir kali secuil gandum masuk ke dalam lambungnya. Bahkan hanya sekadar mineral saja baru bisa ia nikmati beberapa menit yang lalu. Dan, sialnya, dia sudah merasa kehausan lagi. Tenggorokannya terasa sangat kering dan sedikit perih, seperti kisah hidupnya.
Sebenarnya, wanita itu tidak pernah berani keluar tengah malam seperti ini. Tidak, sepertinya sekarang hampir lewat tengah malam. Kejadian menjijikkan beberapa menit yang lalu membuatnya harus merasakan kembali mual yang sangat menyiksanya.
Bagaimana tidak? Disaat setiap orang tua bahagia dengan hadirnya seorang anak, tapi ini sebaliknya. Wanita itu tahu, sejak kecil ia memang tidak pernah diharapkan. Hanya saja, mengapa harus dirinya? Apakah takdir sialan ini tidak bisa ditularkan kepada orang lain?
Tidak ada barang penting apapun yang dibawanya saat ini. Hanya tas selempang dengan lebar empat puluh senti dan berisi segala macam barang-barang yang menurutnya sangat penting. Jangan kira dia bodoh, wanita itu juga membawa sepuluh sampai dua puluh helai pakaian yang tergantung rapi di lemarinya. Sisanya, ia biarkan teronggok di sana. Dan rasanya ia tak peduli lagi akan hal itu.
Dia ingin sekali menyandarkan punggungnya saat ini. Sedari tadi ia berjalan tak tentu arah. Mengikuti kakinya melangkah, dari utara ke timur, lalu ke barat, setelahnya ia balik lagi ke selatan, selalu seperti itu berulang-ulang.
"Jef? Apa kau ada di rumah?"
Wanita itu menempelkan ponselnya di telinga.
"Ya, ada masalah apa kau dini hari begini?"
"Oh tidak, bolehkah aku ke rumahmu?"
"Hanya semalam, tidak lebih." Sambungnya.
Ada jeda sesaat sebelum si lawan bicaranya itu membalas, "Kumohon maafkan aku Ale, kekasihku sedang menginap di sini. Dan, kurasa kau..."
"Ah, begitu ya? Baiklah, jangan pikirkan aku. Aku akan baik-baik saja. Ya, tidak usah khawatir tentangku, Jef."
"Ale, apa barusan aku mengatakan mengkhawatirkanmu?"
Wanita yang dipanggil Ale itu terdiam, kemudian berkata, "Tentu saja tidak! Baiklah, tak masalah kau tidak bisa menampungku malam ini. Lagi pula, aku sudah menyewa hotel bintang sepuluh dan sudah membayar uang sewanya." Dia berbicara panjang lebar, menjelaskannya seolah itu hanya tentang pakaian dalam yang kemarin ia beli.
"Aku bahkan baru mendengar ada hotel bintang sepuluh, Aleeya."
"Untuk itu aku memberitahukannya padamu, Jef,"
"Sudahlah, aku sibuk. Selamat bersenang-senang dengan kekasihmu itu. Bye!"
Sambungan terputus.
Aleeya, atau wanita yang lebih akrab disapa dengan panggilan Ale itu cemberut. Menurunkan ponselnya, dan menekan ikon telepon berwarna merah.
"Bangsat! Kenapa sekarang si pengecut Jeffa lebih mementingkan jalangnya itu? Sialan." Umpatnya sangat kesal.
"Dia pikir dia siapa? Masih untung aku ingat padanya. Tenang saja Jef, aku tidak sepicik dirimu! Dasar pria yang tak bisa diandalkan. Sialan kau." Ale masih terus mengumpat sembari melihat ke layar ponselnya, dan masih menampilkan rincian kontak Jeffa.
Aleeya memasukan ponselnya ke dalam tas. Ia terpaksa harus berjalan terseok-seok lagi. Setidaknya ia tak perlu khawatir karena di depan persimpangan sana ada stasiun yang bisa membawanya pergi jauh dari sini. Yah, Ale berpikir bahwa uang tabungan yang ia bawa lebih dari cukup. Setelah itu Aleeya ingin mulai menjalankan usahanya. Mungkin berjualan boraks akan laku, mengingat banyaknya peminat tentang pengawet berbahaya itu. Tapi Ale berpikir kembali, bagaimana kalau dirinya ditangkap polisi? Oh Tuhan! Dia tidak mau mati muda di dalam jeruji besi.
Di tengah misi berjalan kakinya, wanita itu terus memikirkan bagaimana caranya bisa menghasilkan uang. Apa ia harus jual tubuh? Aleeya melihat ke bawah, memperhatikan bentuk dadanya, tidak ada yang istimewa. Bahkan Aleeya yakin tak mungkin ada orang bodoh yang berniat untuk bermalam dengannya. Dia juga meraba bokongnya, pelan-pelan sekali, tepos. Dan Aleeya yakin seribu persen, tidak mungkin ada seorang pria yang tertarik dengan bentuk bokongnya ini.
Aleeya mendesah pasrah. Sudahlah, ide itu sepertinya tidak akan berguna. Mengingat tubuhnya saja tidak bisa dimanfaatkan. Oh! Aleeya tahu, mungkin ia harus mencoba menjadi pelayan kafe, atau juga penyanyi di sana. Dan Aleeya baru ingat dirinya punya bakat menyanyi yang terpendam. Merasa itu adalah ide yang bagus, Aleeya tersenyum lebar. Dalam hatinya ia percaya, Aleeya mampu hidup tanpa bergantung pada kedua orang tua.
*
Gdstya,
Dec 28 '18
KAMU SEDANG MEMBACA
My Naughty Girl ✅
Short Story[ Cerpen Dewasa - 17+] [Tamat] I thought this story just for adult only. No matter if you still force to read it. ------- Aleeya; si gadis bar-bar. Gadis itu benar-benar memuja pria dengan pesona tiada tara. Apalagi, saat matanya menangkap satu ma...