bab 4

21 8 1
                                    

Kamar yang Airin tempati adalah sebuah kamar yang bisa dikatakan lebar dengan kasur yang size-nya lumayan dengan meja samping kasur dan satu buah almari juga kamar mandi didalam nya.

Airin duduk membuka tas yang ia bawa dan berniat merapikan bajunya kedalam lemari pakaian. Lemari itu kosong, tak ada satu helai baju pun disini, dugaan Airin benar ini bukan kamar suaminya, ini lebih terlihat kamar yang sudah lama tidak ditempati, berarti ia tidak seranjang dengan suaminya?.

Airin menengok jam di dinding kamar, jam 20.12 ia mencoba merapikan pakaiannya segera, badannya kali ini pegal sekali padahal ia tak melakukan hal berat, mungkin karena tubuh Airin tidak bisa refresh dan tegang sejak selesai akad tadi.

Suara tangis dan rintihan membuat Airin menghentikan kegiatannya saat ini, Airin berfikir ia salah dengar namun ketika ia hendak melanjutkan kembali kegiatannya suara tangisan itu kembali lagi.

Airin beristigfar, Airin memang tidak pernah menonton film yang ber-genre horor sebelumnya meskipun teman-teman di restoran sering memutar film horor dikala waktu senggang, Airin akan lebih memilih membuka Al Qur'an kecil yang selalu ia bawa didalam tasnya.

Bukankah Airin Hanya sendiri di rumah ini? Bi itun sudah pulang dan suaminya? Belum ada suara deru mobil masuk pekarangan, jadi bisa dipastikan suaminya belum kembali. Lalu Suara siapa itu?.

Keringat dingin mengucur deras dari pelipis, Airin meyakinkan dirinya sendiri bahwa jika memang ini gangguan makhluk halus, ia punya Allah dengan tameng ayat suci Al-Quran. Airin bangkit dan mencari sumber suara tersebut, membuka pintu dengan perlahan dan diam sejenak mencari sumber suara.

Suara tersebut berasal dari kamar sebelah, suara tersebut masih terdengar, Airin menguatkan langkah untuk berjalan dan membuka pintu kamar sebelahnya ini.

Perlahan Airin membuka pintu kamar tersebut, sambil tetap memegang kenop pintu, ketika pintu tersebut telah sempurna terbuka, Airin Melihat seorang anak laki-laki tengah meringkuk di pojok kamar Dengan memeluk lututnya.

Pikiran Airin berkecamuk, sambil terus merapalkan doa, Airin mencoba mendekati anak laki-laki tersebut, Airin berjongkok didepannya, mengusap rambut hitam anak itu, huft.. Airin dapat bernapas lega, ia terlalu paranoid anak laki-laki didepannya ini adalah manusia bukan seperti apa yang ada dalam pikiran Airin.

Tapi tak ada respon, Airin mencoba menyapanya,"assalamu'alaikum, kenapa menangis? Wah padahal ini sudah malam tidak ngantuk?, Tidur yuk? Atau mimpi buruk yah? Pasti lupa baca doa sebelum tidur, atau mau dibacain dongeng?".

Tetap tak ada respon, namun tangisannya perlahan berhenti, Airin berfikir mungkin memang anak tersebut sedang mimpi buruk, jadi ia menangis seperti ini.

Airin memeluknya, mencoba mengalirkan kehangatan serta mengurangi ketakutan anak ini, tetap tak ada respon, Airin mengusap punggungnya sambil membaca sholawat nabi mungkin bisa menenangkannya, eyangnya pernah berkata bahwasanya dengan bersholawat hati kita akan tenang dan adem, itu neneknya ucapkan ketika Airin menangis karena bibinya dulu.

Sepertinya anak ini mulai tertidur Airin bergerak mengangkatnya ke tempat tidur, benar saja anak kecil yang Airin tebak mungkin berumur lima atau enam tahun.

Airin duduk di tepi ranjang, sambil mengusap rambutnya, wajahnya sangat mirip dengan laki-laki yang belum genap satu hari menikahinya itu dari hidung, dan bibirnya benar-benar mirip.

Pertanyaan baru muncul dibenak airin siapakah anak kecil ini, apakah adiknya suaminya? Atau.. ah tidak mungkin pikir Airin.

Suara pintu terbuka membuyarkan lamunan Airin di sana tepat arah jam tiga suaminya berdiri menatapnya tajam, lalu melangkah menghampirinya.

"Silahkan kembali ke kamarmu" irit sekali bicaranya.

Airin tetap konsisten menyunggingkan senyumnya, meski tau ini bukan saat yang tepat untuk tersenyum.

"Anak ini adiknya mas?" Ah Airin malu, memanggilnya dengan sebutan mas? Airin refleks mengatakannya, tak ada yang salah dengan sebutan itu bukan?.

"Bukan urusanmu, silahkan pergi dari sini"

Itu seperti sebuah tamparan keras bagi Airin, dengan suara dinginnya sang suami mengusirnya, sebelum Airin bangkit ia menyempatkan untuk mengecup kening Anak lelaki itu, Malik hanya melihat pemandangan itu dalam diam, Airin melangkah keluar dari kamar itu menuju kamarnya seperti yang suaminya katakan.

Assalamu'alaikum..sampai disini dulu ya, sedikit namun diusahakan tetap update. kalau seandainya ceritanya agak nggak nyambung bisa kalian kasih saran dan kritik, itu saja mungkin yah, sampai jumpa di lain part.
Jazakumullah Khoiron katsir

_ penulis awam
Cuciknurhidayati😊

SENYUMANMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang