Chapter 12

9.7K 600 4
                                    

“Adikku yang malang, hati-hati di jalan ya?” Radha mencoba meredam emosinya. Azzam kembali berulah. Kalimat itu sudah dia gaungkan dari tadi malam.

“Adikku yang malang, nanti pulang naik angkot aja ya. Atau telpon calon suami,” Radha menggeram kesal. Di pukulnya Azzam dengan botol minum. Pria itu malah tertawa heboh.

“Berhenti disini!” teriaknya. Azzam benar-benar memberhentikan mobilnya. Padahal jalan ke sekolahnya masih lumayan jauh.

“Silahkan turun, adikku yang malang!”

“IHH!” Radha berteriak kesal. Di bukanya pintu mobil dan ditutupnya dengan kasar. Sebelum pergi ditendangnya pelan ban mobil itu. Rasanya amarah Radha akan meledak.

Dia memutuskan jalan kaki dari pada semobil dengan Azzam yang mulutnya tak bisa diam. Wajahnya masih memerah dan dia sempat menangis tadi. “Iss...ngeselin!” makinya pelan.

“Dha?” Radha menoleh saat ada yang memanggil namanya. Ternyata Wahyu.

“Apa?” balasnya sinis.

Wahyu tersentak. “Galak amat,” ujarnya. Radha hanya memutar bola matanya malas.

“Kok jalan kaki? Naik angkot ya?” Wahyu berusaha ramah.

Radha berdecak. “Mau olahraga gua. Udah sana duluan, ngapain sih!” Wahyu mengangguk, dia tahu kalau Radha sepertinya tidak nyaman.

“Gua duluan ya?” Wahyu pamit dan tak digubris oleh Radha. Bagaimana pun dia masih kesal dengan teman-teman kelasnya. Ditambah Wahyu juga ikutan menggosipi dirinya di grup angkatan. Tak menyangka dia teman baiknya seperti itu. Dikira yang bermuka dua hanya teman perempuan, ternyata laki-laki itu sama saja.

***

Radha masih diam. Bahkan, beberapa potong roti yang teman-temannya bawakan untuk permintaan maaf hanya dia letakkan di laci saja. Dia masih merasa kecewa.

Bu Suryani masuk setelah lima menit bel berbunyi. Wali kelas mereka itu nampak menuliskan H-14 TRY OUT di papan tulis. Semuanya berseru heboh. “Belajar yang rajin makanya,” wejang guru tersebut. Masih saja terdengar protesan.

“Udah, udah! Buka buku kalian halaman seratus tiga. Catat poin-poin penting. Lima belas menit lagi ibu akan pilih acak buat menjelaskan ke depan,”

“Yaaaah...” sorakan kecewa semakin terdengar jelas. Tapi mereka tetap juga mengikuti perintah.  

Radha membuka bukunya dan mulai menulis. Hanum di sebelahnya mencolek-colek. “Umi?” panggil perempuan itu.

Radha menoleh, tapi tak membuka suara. Hanum nyengir. “Berdua dong bukunya, gua lupa bawa,” Radha menghela nafas. Mau tak mau dia harus berbagi. Bagaimana pun Hanum juga suka berbagi dengannya.

Radha menggeser bukunya ke tengah. “Hore, makasih?” Radha hanya bergumam. Hanum nampak lebih ceria, bahkan dia tak segan-segan menyenggol-nyenggol lengan Radha.

“Lo emang paling the best,” tambah Hanum hiperbola.

“Ya, serah dah,” Hanum tambah cekikikan ucapannya dibalas Radha.

“Berarti lo udah maafin kitakan?” Ni anak ngelunjak ya! Batin Radha.

“Kerjain aja udah!” Hanum mengangguk semangat, bibirnya tak lepas tersenyum. Kalau begini Radha jadi susah untuk marah.

“Radha?” Bu Suryani menghampiri mejanya.

“Ya, Bu?”

Guru yang akrab disapa Bu Sur tersebut tersenyum tipis. “Kamu...beneran habis lulus mau nikah?” Bu Sur bertanya hati-hati, beliau pun memelankan suaranya.

Radha tersenyum canggung. apa yang harus dia katakan?

“Enggak kok, Bu. Itu hoax,” Hanum yang ternyata menguping menjawab. Bu Sur memperhatikan Hanum yang memberikan ekspresi meyakinkan.

“Jadi berita itu gak benerkan?” Bu Sur bertanya lagi pada Radha.

“Enggak, Bu, engga! Mereka bikin cerita ngarang aja itu,” lagi, Hanum yang menjawab. Tangannya membentuk tanda silang.

Bu Sur menatap Radha, meminta klarifikasi. Terpaksa Radha mengangguk pelan, mengiyakan. “Tuhkan, Bu,” ucap Hanum lagi.

“Kamu tau banyak kayaknya ya?” Bu Sur mencibir Hanum. Perempuan itu malah tersenyum lebar. Bu Sur kembali ke tempat duduknya.

Hanum bertepuk tangan pelan. “Kita bakal kembaliin nama baik lo, Mi. Sekali pun itu benar, bukan berarti mereka bisa ngurusin hidup lo,” kata Hanum. Itu mampu membuat Radha tersetuh.

“Makasih?” ucap Radha. Hanum mengangguk sambil menepuk-nepuk pundak teman karibnya itu.

“It’s oke,” kata Hanum

***


Mendadak Khitbah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang