Tepat disaat aku membuka pintu kaca Dylan menatapku, kami saling memandang selama beberapa menit. Tiba-tiba Danny berdiri di hadapanku, menyapaku ramah dia juga memelukku penuh kehangatan. Dylan memalingkan wajahnya saat aku ingin menyapanya. Aku menghembuskan napas dan berjalan meletakkan ransel di lokerku.
"Kau terlambat sepuluh menit. Dan partnermu benar-benar marah", Danny mengerlingkan mata. Aku menggaruk kupingku yang tidak gatal. Kualihkan pandanganku pada Dylan, ternyata benar dia sepertinya menahan emosi. Aku menghampirinya dan meminta maaf.
"Maaf lalu lintas benar-benar parah", kataku sedikit gugup.
"Hmm", ujarnya setelah aku katakan alasannya. Aku mematung mendengar jawabannya, kugelengkan kepala dan kembali pada Danny. Dylan hanya diam saat kami berlatih. Tak ada reaksi antara kami.
Saat ia memegang pinggangku seperti ada sengatan listrik menjalar keseluruh tubuhku. Aku meremang dengan sentuhannya. Nafasku sedikit memburu. Lalu ia membalik badanku dan kami berhadapan.
Dylan hanya menatapku datar dan aku merasa salah tingkah dengan sikapnya. Pandanganku jatuh pada bibirnya yang tipis, sesekali ia membasahi dengan liurnya. Aku tercekat dengan tindakannya, tanpa sadar aku menggigit bibir bawahku lalu aku memalingkan wajah, timbul rasa malu dalam diriku.
"Baik!, kita istirahat sebentar", Danny menyuruh kami semua untuk berhenti. Danny memanggilku begitu juga Dylan.
"Oke aku langsung saja, dua minggu lagi kalian akan mengikuti turnamen dansa antar klub, bagaimana kalian terkejut?", seru Danny girang. Aku hanya mengerjapkan kedua mataku, tak percaya sudah sempurnakah tarianku sampai Danny mau mengikutsertakan aku.
"Sam? Kau setuju denganku?", tanya Danny. Dylan melirikku sekejab lalu kembali menunduk memainkan handuknya.
"Apa aku bisa?", tanyaku ragu. Dengan yakin Danny mengangguk.
"Baiklah aku ikut", jawabku pasti. Aku sendiri belum yakin dengan keputusanku apakah seperti ini akhirnya.
"Oke Dylan kau juga jangan lupa berlatih keras ya", Danny menepuk pundak Dylan dan mencium pipiku lalu pergi. Kami berdua saling melirik, aku melempar senyuman tapi apa yang kudapatkan hanya decakan yang keluar dari bibirnya. Entahlah akan seperti apa latihan kami selanjutnya.
Aku membereskan barang-barangku, sesaat kemudian ponselku bergetar. Kulihat nama Masha tertera di layar.
"Oke, aku akan menunggu". Danny menahanku saat aku akan keluar studio.
"Untuk Mama, dari Sandra", kalimat yang pendek dan cukup membuatku bingung. Aku membuka kardus berwarna ungu muda dan terpana dengan isinya. Sialan! Aku kira isinya bom ternyata cup cake rasa kopi.
Aku menunggu Masha diluar studio dan ya, that girl benar-benar terlambat.
"Kau menunggu seseorang?", aku mendongak dan terkejut dengan sapaan itu.
"Aku..Ya Aku sedang menunggu teman", jawabku gugup.
"Mau ditemani?". Tidak!!!mimpi apa aku semalam. Dylan berbicara normal padaku. Aku mengangguk saja. Dan akhirnya sama saja kesunyian selalu bersama kami.
**
Maaf mungkin pembaca agak bosan dengan tema cerita saya he he...habis gimana ya saya lagi nafsu bikin cerita tentang dance apalagi salsa. Ya silahkan membaca kalau suka....Terima kasih untuk yang sudah baca....
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sexy Partner
RomanceGenre : novel dewasa (18+) Ya ampun dia bukan prince charming pribadinya sedikit ketus dan bagaimana bisa aku berpasangan dengan dirinya. --Samantha Jones-