15

9.8K 291 2
                                    

"apaan-apaan sih mas" bentakku kesal.

Arlan melepaskan pegangan tangannya setelah kami sudah berada di basement.

"kamu ngapain di mall jam segini sama cowok?" tanyanya tampak emosi

Aku melongo. Kenapa sekarang dia yang kesal?

"ya terserah aku dong mau di mall sama siapa, lagian barry bukan  cowok biasa" jawabku kesal.

"oh jadi dia bukan cowok biasa tapi cowok special kayak yang tadi dia bilang?" tanya arlan menyindir  sambil berkacak pinggang.

Aku berdecak. Tidak mengerti isi pikiran laki-laki di depanku ini.

"kamu gak usah deh ngurusin kehidupan pribadi aku. Aku aja mana pernah ngeribetin waktu kamu bareng sama pacar kamu" cibir ku.

Arlan terdiam. Tidak bisa mengelak ucapanku barusan.

"sekarang aku harus ikut campur urusan kamu. Karena sebentar lagi kita akan tunangan. Dan aku gak mau mama dan papa sampai tahu kamu jalan bareng cowok lain sekalipun itu cuma teman kamu" ucapnya sarkartis.

Aku menggeleng kuat-kuat. Rasanya ingin tertawa sekencang-kencangnya melihat tingkah konyol laki-laki ini. Dia memerintahku seakan-akan aku seperti seorang selingkuhan yang ketahuan selingkuh sama selingkuhan dan pacar aslinya.
Ribet kan?

"aku gak mau tunangan sama kamu" aku berucap saat emosi ku sudah mereda.

Ada sedikit keterkejutan dimata arlan. Tapi hanya sesaat.

"aku akan bilang sama om andy dan tante anin" kataku pelan "Setelah itu aku gak mau ketemu sama kamu lagi " sambung aku cepat sambil berbalik meninggalkan arlan

Aku kembali ke tempat tadi, tapi meja itu sudah kosong dan barry juga sudah tidak berada disitu. Lagi-lagi arlan mengacaukan semuanya. Dia sukses membuat hari special ku ini berubah jadi suram dalam sekejap. Dia laki-laki brengsek yang pernah aku temui dalam hidupku.
Aku menangis sambil berjalan kearah lobby. Tiba-tiba saja ponselku berdering didalam tas.

🙋 Halo ?

Barry menghampiriku di sebuah taman dekat mall. Aku bersyukur dia menelpon ku tadi.

"makasih" ucapku saat barry memberikan botol minuman.

Dia menatapku penuh tanda tanya. Aku menghindari tatapannya supaya dia tidak melihat bekas airmata di wajahku.

"barry aku mau jelasin.. "

"soal pertunangan kalian?" barry memotong ucapanku.

Aku mengerutkan dahi. Dari mana dia tahu?

"tadi chelsea yang cerita" ujar barry seperti tahu isi pikiranku.

Aku lupa kalau tadi meninggalkan barry dan chelsea di starbucks. Barry pasti langsung menanyakan hubunganku dengan arlan.

"maafin aku bar, aku bukannya gak mau cerita sama kamu tapi semuanya terlalu rumit" kataku sambil memijat-mijat dahi.

Barry menggeser duduknya lebih dekat denganku. Dia merentangkan tangan dan menepuk-nepuk bahu ku.

"aku paham" katanya singkat tanpa ada obrolan lagi.


                            🍁🍁🍁


Aku benar-benar serius dengan ucapanku semalam pada arlan. Setelah berpikir lama, aku menyadari kalau keputusanku itu bukan karena emosi yang meluap-luap pada arlan. Tapi memang karena aku tidak bisa menerima kenyataan harus hidup bersama laki-laki labil seperti dia.
Aku sudah membicarakan ini dengan orangtuaku. Mereka menyerahkan keputusan yang terbaik padaku. Aku menyesal telah mengecewakan mereka terutama bapak. Tapi apalagi yang bisa kulakukan? Aku tidak tahan melihat sikap arlan yang semena-mena padaku.

Malam ini aku dalam perjalanan ke rumah om andy untuk memberi tahu keputusanku. Aku melangkahkan kaki dengan berat saat sudah sampai didepan rumahnya. Tapi aku harus tetap melakukan ini. Aku menekan bel beberapa kali sampai akhirnya seorang pegawai rumah membuka pintu.

"permisi bi, saya mau bertemu om andy bisa?" tanyaku

"bisa non. Bapak sama ibu sedang dikamar. Mari masuk" jawabnya cepat sambil menyuruhku masuk.

Aku duduk diruang tamu. Melirik ke sekeliling ruangan yang begitu kosong dan hampa.

Benar yang dikatakan tante anin dulu, kalau rumah mereka selalu sepi saat anak-anaknya tidak datang berkunjung. Aku jadi merasa iba. Tapi aku harus tetap pada pendirianku. Aku tidak boleh goyah hanya karena kasian pada mereka.

"yuna kamu tumben dateng malam-malam. Ada apa sayang? Apa bapak kamu sakit lagi? Apa kamu ada sesuatu yang terjadi?" tante anin membombardir pertanyaan padaku yang ku jawab dengan gelengan.

Aku menyapa om andy dan tante anin dan meminta waktu sebentar untuk berbicara.

"aku mau bahas soal pertunangan" ucapku terbata-bata.

Om andy dan tante anin saling bertatapan heran.

"aku minta maaf sebelumnya. Tapi aku minta om membatalkan perjodohan ini" kataku sambil menahan tangis.

Mereka terkejut. Aku paham reaksi mereka akan seperti ini. Tante anin berpindah tempat duduk di sampingku.

"kamu kenapa seperti ini? Apa arlan sudah menyakitimu?"

Bukannya menjawab aku malah semakin kencang menangis. Aku meminta maaf pada mereka berkali-kali. Aku menyesal sudah menyakiti hati mereka juga. Seandainya saja anaknya yang dijodohkan padaku bukan arlan mungkin aku bisa mempertimbangkan nya. Karena aku pun sudah menyayangi mereka seperti orang tua ku sendiri. Mereka begitu baik padaku. Tapi aku malah mengecewakan mereka.

"om akan berbicara dengan arlan. Tapi yang harus kamu tahu om tidak akan membatalkan pertunangan ini. Kamu boleh berpikir sampai kapanpun, kalau kamu sudah siap kamu bisa datang lagi kesini" kata om andy sambil mengusap punggungku.

"tapi jawaban kamu harus iya" kata tante anin menambahkan.

Aku tertawa pelan.
Setelah menyelesaikan percakapan ini om andy langsung pergi ke kamar untuk menghubungi arlan. Sedangkan tante anin menemaniku diruang tamu.

"maafkan arlan yang sudah bersikap seperti ini padamu. Dia hanya memberontak pada kami. Karena tidak mau dijodohkan. Selama ini hidupnya hanya memikirkan orang lain..." tante anin mendesah pelan "tanpa sadar dia sudah semakin dewasa dan belum berumah tangga" sambungnya lagi.

Aku menggeleng kuat-kuat. Memohon agar tante anin tidak merasa bersalah. Karena ini semua memang bukan salah mereka.

"arlan itu anak baik. Dia punya banyak kekhawatiran pada rumah sakit. Makanya dia kadang bersikap dingin pada orang lain. Karena mungkin banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Kadang dia juga harus melakukan operasi besar. Yang membuatnya sedikit frustasi. Makanya setelah dia bekerja di rumah sakit om, dia memilih tinggal di apartemen. Mungkin lebih nyaman sendiri. Tapi itu yang tante khawatirkan kadang. Apa dia sudah makan. Apa ada makanan di apartemennya. Apa dia cukup tidur..." tante anin mengembuskan napas berat, dia tampak berkaca-kaca saat membahas arlan.

Aku mengerti keresahan seorang ibu pada anaknya yang tinggal satu-satunya yang belum menikah. Yang menghabiskan waktunya mengabdi untuk rumah sakit tanpa memikirkan masa depan nya sendiri. Andai saja arlan memiliki sifat murah hati seperti tante dan om. Paling tidak belas kasih padaku untuk tidak mencari gara-gara terus. Aku pasti bisa mempertimbangkan sekali lagi demi mereka.

My Ahjussi (Complete) TAHAP REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang