"Gue bisa jelasin.." lirihku
"Gue bukan Abang yang baik.." lirihnya
"Abang.."
"Gue nggak bisa jagain adik gue.."
"Bang Ezra.."
"Kenapa nggak bisa jaga kepercayaan gue, dek?"
Aku menggigit bibir bawahku kencang.
"Kenapa Azura.. kenapa?" lirihnya
Aku menghapus dengan kasar air mataku yang jatuh. Sialan, aku benci situasi seperti ini.
"Papa, mama, gue, besarin lo untuk tumbuh menjadi gadis yang baik, untuk jadi gadis yang jujur. Tapi kenapa balasan lo kayak gini? Lo nggak pernah mikirin perasaan papa dan mama ketika seharian lo nggak pulang. Lo nggak pernah mikirin mereka yang tau lo ngerokok. Lo nggak pernah mikirin perasaan gue yang tau lo dilecehin Darka." Bang Ezra tertawa getir. "Bego banget gue percaya sama semua kebohongan lo selama ini.."
Aku benar-benar tidak bermaksud menyakiti mereka. Sumpah.
"Gue sayang sama lo.." lirihnya. "Gue takut lo terluka, dek. Gue takut lo berada dalam bahaya. Lebih baik gue yang mati daripada ngeliat lo terluka.."
"Gue minta maaf.." lirihku
Bang Ezra mengusap wajahnya dengan kasar sebelum berdiri dan keluar dari kamarnya. Aku berteriak memanggil Bang Ezra, namun dia tidak juga kembali, justru mama yang menghampiriku dan terus bertanya mengapa aku menangis.
Ini hanya baru Bang Ezra yang tau, bagaimana reaksi mama dan papa jika tau? Apa Bang Ezra akan memberi tau mereka?
Tangisku semakin kencang. Aku sayang sama mereka, sungguh.
-0-
Entah ini hanya perasaanku saja atau semuanya juga merasakan bahwa suasana di rumah menjadi tidak enak. Papa yang stress dimarahi bosnya setiap hari karena membuat kesalahan berkali-kali, mama yang pusing mensiasati uang belanjaan yang hampir habis karena papa belum juga dikasih gaji, bahkan mereka sempat berantem saling menyalahkan satu sama lain. Sementara Bang Ezra, sudah seminggu ini dia tidak berbicara padaku. Jangankan berbicara, melirikku pun tidak, seolah aku tidak kasat mata.
Mama pernah bertanya saat mengobati luka Bang Ezra, tapi dia malah berdalih kalau ada orang yang tidak sengaja menonjoknya. Ugh, dia paling payah kalau soal berbohong kepada mama.
Tapi dari semua itu hal yang membuatku heran adalah bagaimana Bang Ezra bisa tau Evarado dan tau apa yang sudah aku perbuat. Aku ingin bertanya, tapi Bang Ezra selalu menjauhiku. Pernah suatu hari aku menghadangnya, tapi dia malah mendorongku cukup kencang ke dinding.
Aku meraup kismis yang ada di toples dan memakan semuanya dengan kesal. Kalau begini caranya aku tidak betah di rumah dan lebih baik minggat ke rumah Alodie.
"Seorang pengedar narkoba telah ditangkap dikediamannya sekitar pukul 2 pagi. Pelaku yang berinisial R.H telah dibawa ke kantor polisi bersama barang bukti dengan satu paket sabu seberat 30 gram. Saat ini polisi masih mencari pelaku lain yang masih tersebar di beberapa tempat di Jakarta."
Aku berdecak. Tuh orang apa tidak ada kerjaan lain selain menjadi pengedar narkoba? Apa untungnya coba? Aku langsung mematikan tv, bahkan acara beritapun membuatku bosan.
Aku keluar rumah menuju minimarket. Saat sampai, aku mengambil sekaleng soft drink lalu membayarnya di kasir.
"Totalnya 7.000 rupiah."
Aku menyerahkan selembar sepuluh ribu. Saat menunggu kembalian, aku merasa risih ketika seorang Ibu yang semua rambutnya di roll dan seorang Ibu yang pegang kipas terus mengoceh di belakangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZURA
Teen Fiction[Untuk pembaca usia 15 tahun ke atas] "Apa yang kamu lakukan, baik atau buruk, pasti akan mendapat balasan. Mungkin tidak sekarang, tapi suatu saat nanti. Percayalah." Kalimat itu harus dipegang baik-baik oleh setiap manusia. Setiap perbuatan yang d...