BRIDGE APARTEMEN, KONOHA
Apartemen luas itu terlihat sepi, hanya terdengar suara gemercik air di salah satu sudut kamar mandi. Suara dari shower yang menyala deras, dibawahnya pria pirang dengan mata biru redup yang mematung dengan pandangan kosong. Terlihat dari kulit nya yang memucat, dan bibir nya yang bengkak, sepertinya dia sudah lama berdiri disitu. Membiarkan dirinya terguyur air dingin, berharap dapat menghilangkan rasa sakit di dada nya.
Suara handphone berdering dari kejauhan membangunkan nya dari kebekuan, perlahan dirinya beranjak . Tubuhnya terasa kaku, mungkin terlalu lama berdiri di air. Entahlah sejak hari itu tubuhnya tak bisa merasakan dengan benar, selain rasa sakit di dada nya yang tak pernah hilang.
Dibuka nya lemari pakaian yang terbuat dari kayu Mahoni hitam, tampak sticky note berwarna ungu muda menempel di bagian dalam lemari ,
" Jangan lupa hubungi petugas laundry apartemen jika baju yang menggantung disini sudah habis"
Tulisan rapih yang tertulis di sticky note itu adalah tulisan tangan Hinata, istri... ah.. mantan istri dari Naruto. Sticky note ungu muda yang tersebar di setiap tempat di apartemen ini, bagi Naruto adalah sebuah obat sekaligus penyakit untuk dirinya. Ingin rasanya Naruto melepaskan semua kertas sialan itu, tapi rasanya seperti melepaskan setiap kepingan tentang Hinata yang kian memudar saat ini.
Bagaimana aku bisa melepaskanmu Hinata, bagaimana caranya ...?
Naruto terduduk di sisi ranjang, sudah satu tahun Hinata pergi dari sisinya. Membawa hati dan juga seluruh hidupnya. Seakan setengah jiwa nya hilang, membuat dirinya tak bisa menjalani hidup dengan benar. Satu tahun yang benar-benar seperti neraka.
Yah tentu saja Naruto tahu apa kesalahan nya, jika saja dirinya tidak buta dengan jabatan dan menghalalkan segala cara bahkan hingga melukai Hinata. Masih teringat jelas di ingatan nya ketika Hinata yang berdiri dengan tatapan kosong di hari pertunangan dirinya dengan Rei anak dari sang pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Naruto sadar yang dilakukan nya sangatlah bodoh, mempertaruhkan hati dan perasaan Hinata demi hal yang tak sebanding.
Bahkan setelah hakim mengetuk palu tanda ikatan yang dimilikinya dengan Hinata telah usai, Hinata tetap tanpa ekpresi. Tatapan nya tetap kosong meskipun dia tersenyum dan mengucapkan selamat untuk hidup baru Naruto. Saat itu Naruto masih belum bisa mengerti kehilangan Hinata akan sangat berdampak keras untuk hidupnya. Yang dipikiran nya saat itu adalah dia harus mencapai tujuan hidupnya. Tapi saat ini bahkan Naruto meragukan apakah tujuan hidup yang sebenarnya dia cari ? bukankah menikahi Hinata dulu adalah tujuan hidupnya. Wanita yang telah sabar mendampinginya menggapai mimpi tanpa pernah mengeluh. Bahkan tidak disaat Naruto memintanya untuk bercerai karna dirinya diminta memimpin perusahaan dan juga menikahi anak atasan nya. Hinata hanya menangis semalaman dan mengurung diri nya di kamar.
Keesokan hari nya Naruto terbangun oleh suara gemercik air, begitu makanya terbuka dilihatnya Hinata sedang menata meja makan. Matanya bengkak dan muka nya sembab tanda dia menangis semalaman. Naruto menghampiri Hinata seraya duduk di kursi meja makan, Hinata tersenyum dan ikut duduk di kursi seberang Naruto.
"boleh aku bertanya satu hal Naruto ?"
Suara nya yang serak nampak susah payah dikeluarkan nya. Ketika Naruto mengangguk perlahan, Hinata melanjutkan pertanyaan nya.
"Apakah kau bahagia dengan pilihan mu ?"
Naruto menggangguk untuk kedua kalinya.
" baiklah jika itu bisa membuatmu bahagia Naruto, terimakasih sudah bersamaku selama ini. Jaga dirimu baik-baik." Dengan tersenyum Hinata menundukan kepala nya, tanda penghormatan pada sang suami.
Naruto tetap mematung di meja makan, tak yakin apa yang harus dilakukan nya. Dan tak tahu apa yang harus diucapkan nya. Bahkan ketika Hinata berpamitan dengan koper di tangan nya. Naruto hanya mengangguk untuk ketiga kalinya. Rasanya ada yang remuk di dada nya, tapi Naruto masih keras kepala untuk mengikuti hati nya.
Di pandang nya pintu yang tertutup perlahan, menelan sosok Hinata yang telah ada disisinya selama lebih dari 7 tahun. Naruto berusaha memantapkan hatinya, ini adalah pilihan yang terbaik untuk dirinya. Bukankah perusahaan itu adalah mimpi nya sejak dulu, dan sekarang dia akan memilikinya. Sambil menguatkan diri Naruto melanjutkan sarapan nya, tapi entah mengapa masakan Hinata pagi itu terasa hambar.
Setelah kepergian Hinata rasanya tempat itu menjadi penuh dengan ranjau untuk Naruto. Setiap sudut di rumah nya selalu penuh dengan bayangan Hinata. Bukan saja karna sticky note ungu muda yang bertebaran di setiap jengkal tempat itu, tapi semua kenangan nya tentang Hinata tak akan pernah bisa hilang. Bahkan dalam seminggu pertama Naruto masih sering memanggil Hinata, ketika dirinya pulang kerja, ketika lupa membawa handuk, ketika butuh kecap, ketika memakai dasi dan hingga saat ini ketika bangun tidur Naruto selalu merasa kan dingin yang tak ada hubungan nya dengan suhu ruangan saat tangan nya meraba sisi yang kosong.
Dan hari ini adalah hari pernikahan nya dengan Rei, setelah 6 bulan proses perceraian nya dengan Hinata selesai. Shion dan ayahnya segera menyiapkan proses pernikahan mereka sebagai ritual pengalihan jabatan pada Naruto.
Tuxedo hitam nya dilengkapi dasi kupu-kupu. Naruto terseyum miris, dulu pernikahan nya dengan Hinata begitu sederhana. Tanpa tuxedo tanpa gaun mewah, hanya dihadiri keluarga dan sahabat dekat mereka. Tapi Naruto masih ingat jelas kebahagiaan yang dirasakan nya.
KONOHA CHURCH, Naruto – Rei Wedding Day.
Dentuman piano mengiringi Rei dan ayahnya, menghampiriku yang sudah menunggu nya di altar. Cantik... gaun mewah yang penuh dengan renda dan permata berkilauan tapi tak secantik Hinata. Langkah mereka terasa lambat saat ujung mataku menangkap sosok wanita di sudut ruangan. Senyuman nya yang tulus menyertai deraian air mata di pipi nya. . . Hinata . . . dia datang.
Setelahnya aku benar-benar tenggelam dalam mata itu, mata Hinata yang benar-benar terluka. Astaga apa yang aku lakukan... berbagai pikiran berkecamuk di kepalaku. Hingga cubitan kecil di lengan menyadarkanku, kulirik Rei yang melotot dan memberikan isyarat...
"Saudara Naruto Uzumaki... bersediakah engkau menjadikan Rei sebagai istri ?"
Perlahan suara pendeta Murasaki di depan kami memasuki telingaku, tapi pandanganku tetap pada Rei... kutatap dalam matanya yang kini kebingungan.
"Saudara Naruto Uzumaki... " Pendeta sekali lagi memanggilku..
Kali ini kutatap sang pendeta dan dengan mantap kukatakan ...
"Saya tidak bersedia"
Lalu kulepaskan kaitan tangan Rei dan berbalik, menghiraukan semua mata yang memandangku.
Yah tujuan ku sudah jelas bukan, sudut gereja.
Tempat wanitaku mematung dengan tatapan tak percaya.
Hinata... aku mencintaimu.
.
.
.
.
.
END
aaaaaaa, wagelaseh, greget kali 1000k.
pokonya selamat anniv ya
sukses selalu, solid dan makin semangat.
YOU ARE READING
PURPLE STICKY NOTE ( END - FICLET )
Romancemungkin akulah lelaki terbodoh di dunia ini yang berani menyakitimu istriku... written for Hinata_Centric2017's 365 On Count Ficlet Event' REWRITE : NEW PAGE all chara belong to Kishimoto sensei.